Ketua Dewan Perwakilan Rakyat, Setya Novanto meninggalkan Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, 17 November 2015. TEMPO/Dhemas Reviyanto
TEMPO.CO, Jakarta - Menjadi calo perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia di Papua sejatinya bukan satu-satunya pelanggaran yang dilakukan Setya Novanto. Politikus Partai Golongan Karya ini baru saja diberi sanksi ringan akibat mendukung kampanye kandidat calon Presiden Amerika Serikat dari Partai Republik, Donald Trump.
1999 Pengalihan hak tagih Bank Bali PT Era Giat Prima, perusahaan milik Setya bersama Djoko Tjandra dan Cahyadi Kumala, mendapat mandat menagih utang Bank Bali kepada Bank Dagang Nasional Indonesia. Imbalannya Rp 500 miliar. Pembayaran ini merugikan negara, tapi pengusutannya dihentikan pada 2003.
2003 Penyelundupan beras Setya diperiksa Kejaksaan Agung pada 27 Juli 2006 karena memindahkan 60 ribu ton beras ke gudang non-pabean yang belum membayar bea masuk sebesar Rp 122,5 miliar.
2006 Penyelundupan limbah Perusahaan Setya, PT Asia Pasific Eco Lestari, mengimpor limbah beracun lewat Pulau Galang di Batam dari Singapura.
2012 Proyek PON 2012 Ia bersaksi untuk tersangka Gubernur Riau Rusli Zainal karena membahas anggaran yang diduga dikorupsi.
2013 E-KTP Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin menuding Setya membagikan fee proyek Kementerian Dalam Negeri ke sejumlah legislator.
2015 Penggeledahan PT Victoria Securities Indonesia Ia diduga mengintervensi Jaksa Agung Prasetyo yang menggeledah kantor Victoria Securities International Corporation karena dugaan pelanggaran pembelian aset PT Adyaesta Ciptatama kepada Bank BTN.