Luhut Binsar Panjaitan. TEMPO/Wisnu Agung Prasetyo
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan mengaku mengenal Derwin Pereira, pemilik perusahaan konsultan komunikasi Pereira International Pte Ltd di Singapura. Meski kenal dan dekat, Luhut membantah menggunakan jasa konsultan tersebut.
"Derwin salah satu teman yang bisa diajak diskusi. Dia tahu banyak masalah luar negeri. Tapi, bukan cuma dia, banyak yang lain. Kebetulan dia yang sedang dibicarakan," kata Luhut kepada Tempo di Hotel Royal Kuningan, Jakarta, kemarin. Luhut bahkan mengaku tengah merancang pertemuan dengan Derwin, tapi belum memastikan waktunya. "Jika dia ketemu saya, nanti saya tanya."
Hubungan Derwin dengan Luhut diungkap oleh dosen ilmu politik Asia Tenggara di School of Oriental and African Studies, University of London, Michael Buehler, melalui artikelnya, "Waiting in the White House Lobby" di situs New Mandala.
Artikel tersebut memaparkan bahwa Derwin membayar US$ 80 ribu atau sekitar Rp 1 miliar ke R&R Partners, perusahaan jasa lobi di Amerika Serikat, untuk membantu mempertemukan pihak Indonesia dengan anggota Kongres dan pengambil kebijakan di AS saat Presiden Joko Widodo melawat ke sana.
Pereira disebut-sebut dekat dengan Luhut. Buehler menyebutkan Pereira beberapa kali menulis artikel mengenai Luhut di media tempatnya bekerja, The Straits Times. Pereira juga mewawancari Luhut saat menjadi Duta Besar Indonesia untuk Singapura (1999-2000).
Luhut menegaskan bahwa pertemuan antara Joko Widodo dan Presiden AS Barack Obama tak difasilitasi Pereira. Menurut dia, semestinya ada dokumen lain yang diteken pihak pemerintah sebagai bukti kaitan Pereira dengan pemerintah.
Luhut tak menyoal klaim bahwa Pereira mewakili pemerintah Indonesia. Ia menganggap klaim semacam itu wajar dan tak perlu disoal. "Apanya yang membahayakan? Saya tak mempermasalahkannya," katanya. Secara umum, dia menganggap lobi-lobi antarnegara sebagai hal wajar. (Baca: Heboh Broker Lobi Jokowi: Derwin Pereira Akhirnya Minta Maaf)