DPR Targetkan Bentuk Pengadilan Sengketa Tanah Tahun Depan
Editor
Dewi Rina Cahyani
Selasa, 10 November 2015 21:20 WIB
TEMPO.CO, Bandung - Wakil Ketua Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Wahidin Halim mengatakan, komisinya tengah menggodok Rancangan Undang-Undang Tata Ruang dan Pertanahan. “Tahun 2016 kira-kira bisa selesai, termasuk dilengkapi dengan Pengadilan Pertanahan,” kata dia selepas kunjungan kerja Komisi II DPR di Gedung Sate, Bandung, Selasa, 10 November 2015.
Wahidin mengatakan, rancangan undang-undang itu diharapkan menjadi solusi untuk mensinkronkan kepentingan pemanfaatan ruang. “Seringkali terjadi konflik antara pertanahan, kehutanan, pertanian, belum lagi dengan industrialisasi dan properti,” kata dia.
Komisi II DPR menginginkan dalam rancangan undang-undang itu ada pengadilan khusus menangani sengketa pertanahan. “Sengketa pertanahan cukup padat di tingkat Pengadilan Negeri, kami berharap ada Pengadilan Pertanahan dimana hakim-hakimnya sudah dibekali kemampuan dan persoalan pertanahan,” kata dia.
Dia mencontohkan, Pengadilan Pertanahan itu bisa ikut menyelesaikan sengketa soal pertanahan berkaitan dengan pembebasan lahan untuk pembangunan proyek infrastruktur. “Berkaitan dengan sengketa (pertanahanan) antar masyarakat, dengan pemerintah, kasus horsiontal, vertikal, itu yang sering jadi persoalan kita,” kata dia.
Menurut Wahidin, dengan adanya Pengadilan Pertanahan diharapkan konflik hukum soal tanah bisa ditangani lebih cepat. “Penanganannya jadi lebih cepat, singkat, praktis, tidak bertele-tele. Sekarang kan kapasitas Pengadilan yang ada kurang memadai, baik SDM dan sarananya,” kata dia.
Menurut Wahidin, salah satu materi kunjungan kerja Komisi II menemui Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar untuk mendapat masukan mengenai persoalan tata ruang. “Yang jelas penataannya harus sebaik mujngkin agar jangan sampai terjadi kacau balau dalam pemanfaatan tata ruang,” kata dia.
Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar belum bisa berkomentar banyak soal Pengadilan Pertanahan. “Pengadilan Pertanahan itu seperti apa bentuknya, akan disusun undang-undangnya, saya kira itu memang menarik,” kata dia di Bandung, Selasa, 10 November 2015.
Deddy mengaku, pemerintah provinsi sering direpotkan dengan sengketa lahan karena asetnya jadi sasaran gugatan. Dia mencontohkan, satu lahan dan bangunan di Jalan Dago milik pemerintah provinsi yang berulang kali digugat kepemilikannya di Pengadilan kendati dalam sengketa sebelumnya telah mengantongi keputusan hukum yang telah berkekuatan hukum tetap dari Mahkamah Agung. “Di MA menang, PK (Peninjauan Kembali) menang, ada orang gugat baru lagi, di usut lagi dari awal. Problem lagi,” kata dia. “Capek kan loma-lama.”
Dia setuju dengan rencana DPR menggodok Rancangan Undang-Undang Tata Ruang dan Pertanahan. Dia beralasan, soal tata-ruang dan pertanahan tidak bisa dipisahkan karena strategis. “Ini akan jadi masalah kalau tidak ditata lebih baik lagi,” kata Deddy.
Menurut Deddy, Jawa Barat termasuk daerah yang mengalami perubahan tata ruang yang cepat karena mayoritas industri manufaktur Indonesia ada di wilayahnya. “Tahun ini saja investasi melebihi target yang sudah ditetapkan. Kalau tidak segera akan jadi masalah tata ruang ini menyangkut ketahanan pangan. Dengan pembangunan infrastruktur yang sangat cepat tadi masalah RTRW Sangat penting,” kata dia. Ironisnya, baru dua daerah di Jawa Barat yang menuntaskan dokumen Rencana Detil Tata Ruang yakni Kota Bandung dan Bekasi.
AHMAD FIKRI