Anak-anak bermain mobil-mobilan tanpa mengenakan masker di tengah kabut asap di alun-alun Komplek Stadion Utama Riau, Pekanbaru, 18 Oktober 2015. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Stasiun Pekanbaru menyatakan kabut asap di sejumlah daerah di Provinsi Riau kembali menebal. TEMPO/Riyan Nofitra
TEMPO.CO, Pekanbaru - Heri Wirya, 45 tahun, ayah Ramadhani Luthfi Aerli, bocah 9 tahun yang meninggal diduga akibat kabut asap Riau, mengaku anak sulungnya tersebut selama ini tidak punya riwayat penyakit kronis, baik gangguan pernapasan maupun jantung.
“Fisiknya itu kuat, jarang sakit,” katanya kepada Tempo di rumah duka, Jalan Pangeran Hidayat, Pekanbaru, Rabu, 21 Oktober 2015.
Heri tidak habis pikir begitu cepat Luthfi meninggal hanya karena mengeluh demam. Tidak lama setelah panas tinggi itu, Luthfi mengalami kejang-kejang dan muntah. "Padahal sebelumnya Luthfi sehat dan bugar," ucapnya.
Heri menduga sakit yang menyerang anaknya merupakan dampak dari kabut asap yang menyelimuti Pekanbaru sejak dua bulan lalu. Terlebih anaknya juga kerap beraktivitas di luar rumah meskipun sekolah diliburkan.
"Yang namanya anak-anak wajar saja susah dilarang untuk bermain di luar rumah, meski dalam keadaan berasap," ujarnya.
Selanjutnya, foto medis roentgen Luthi memperlihatkan kondisi paru-parunya.