Pelajar berjalan di depan gedung sekolah yang diselimuti kabut asap di Palangkaraya, Kalimantan Tengah, 3 Oktober 2015. Berdasarkan data BMKG, Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) di Palangkaraya menunjukkan konsenrasi partikulat PM10 mencapai angka 1917.22 mikrogram per meter kubik, sementara batas berbahaya berada di angka 350. ANTARA/Rosa Panggabean
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan mengaku terus memantau proses belajar para siswa yang berada di lokasi bencana asap. Bahkan pemerintah sudah menyiapkan tiga skenario penanganan untuk proses belajar para siswa. Salah satunya adalah penjadwalan ulang kalender akademik.
Para siswa, kata Anies, digolongkan dalam tiga kategori berdasarkan tingkat gangguan belajarnya. "Kategori pertama adalah mereka yang mengalami proses kehilangan jam belajar kurang dari 15 hari," kata Anies di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu, 7 Oktober 2015. Kategori dua adalah siswa yang proses belajarnya terganggu 15-28 hari. "Terakhir ada siswa yang terganggu lebih dari sebulan."
Pada setiap kategori, pemerintah juga menyiapkan solusi berbeda. Bahkan, jika diperlukan, akan ada penjadwalan ulang kalender akademik karena banyaknya hari libur. Diliburkannya proses belajar-mengajar bertujuan mengurangi aktivitas para siswa di luar rumah. Dengan demikian, asap yang mereka hirup juga bisa diminimalkan.
Sebaliknya, agar para siswa benar-benar tak ke luar rumah saat libur, dia mengimbau televisi membuat program yang mendidik supaya mereka lebih betah di rumah. "Ini juga peran para orang tua untuk mengawasi. Tugas negara menyiapkan tayangan yang baik, orang tua yang mengawasi."
Saat ini, menurut Anies, keselamatan dan kesehatan siswa menjadi prioritas utama. Adapun keberlangsungan proses belajar-mengajar menjadi nomor dua. "Keputusan mengenai proses belajar-mengajar dilakukan lewat musyawarah kepala dinas dengan para pemangku kebijakan. Nah, ini sudah berjalan lima minggu," ujarnya.