70 TAHUN TNI: Soedirman Jadi Panglima, Sidang Ala Koboi  

Reporter

Senin, 5 Oktober 2015 08:53 WIB

Jendral Soedirman. antaranews.com


TEMPO.CO, Jakarta - Pada peringatan Hari Tentara Nasional Indonesia yang ke-70, ada baiknya melihat kembali proses pemilihan Panglima TNI setelah kemerdekaan RI. Bagaimana seorang Soedirman yang baru berusia 29 tahun bisa terpilih menjadi Panglima TNI yang kala itu bernama Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dan situasi saat pemilihan. Majalah Tempo edisi 18 November mengisahkan suasana pemilihan tersebut.

***

Rapat di Markas Tinggi Tentara Keamanan Rakyat di Gondokusuman, Yogyakarta, 12 November 1945, tiba-tiba memanas. Kolonel Holland Iskandar, mantan perwira Pembela Tanah Air (Peta), menginterupsi pemimpin sidang, Oerip Soemo-hardjo, meminta peserta rapat memilih pemimpin tertinggi Tentara Keamanan Rakyat yang baru dibentuk seminggu sebelumnya.

Oerip, yang kala itu Kepala Staf Umum berpangkat letnan jenderal, kehilangan kendali atas pertemuan. Hari itu juga Soedirman, yang berpangkat kolonel, terpilih menjadi Panglima Besar TKR.

Sayang tak banyak rekaman yang tertinggal dari pertemuan bersejarah yang sebagian pesertanya panglima divisi dan komandan resimen itu. Catatan yang lumayan lengkap antara lain dibuat A.H. Nasution dalam bukunya, TNI Jilid 1. Nasution saat itu berumur 26 tahun, hadir sebagai Kepala Staf Komandemen I Jawa Barat, yang membawahkan tiga divisi dengan pangkat kolonel. Menurut dia, sebenarnya hari itu Oerip mengundang semua wakil tentara dan laskar untuk membicarakan koordinasi dan strategi menghadapi kemungkinan agresi Belanda yang mendompleng tentara Sekutu. Namun, "Oerip terlihat tak bisa memimpin rapat. Dia susah menguasai jalannya pembicaraan," tulis Nasution.

Baca juga:
TNI & G30 September 1965: Inilah 5 indikasi Keterlibatan Amerika!

EKSKLUSIF G30S 1965: Begini Pengakuan Penyergap Ketua CC PKI Aidit

Didukung sebagian besar peserta rapat yang berlatar belakang eks Peta, Holland mengambil alih pimpinan sidang. Dia lalu meyakinkan peserta rapat bahwa TKR sangat membutuhkan seorang pemimpin atau panglima besar.

Sebenarnya, sejak TKR dibentuk pemerintah pada 5 Oktober 1945, Presiden Sukarno telah menunjuk Soepriyadi sebagai panglima. Soepriyadi adalah komandan peleton atau shodancho tentara Peta. Sebelumnya dia ditunjuk sebagai Menteri Keamanan Rakyat. Namun Soepriyadi menghilang sejak pemberontakan di Blitar pada Mei 1945. Sebagian pejuang yakin dia sudah tewas terbunuh tentara Jepang.

Dalam bukunya, Genesis of Power, Profesor Salim Said, mantan wartawan dan peneliti militer, mengatakan penunjukan Soepriyadi sungguh mengherankan. Sebaiknya Sukarno atas rekomendasi Perdana Menteri Sjahrir dan Amir Sjarifoeddin menunjuk Oerip menjadi kepala staf umum. Tugas Oerip membenahi organisasi tentara yang masih semrawut. Ketika itu para pejuang dari beragam kelompok berjalan sendiri-sendiri. Pangkat dan jabatan pun diatur sendiri.

"Ada yang mengangkat diri menjadi jenderal hanya karena berhasil merebut jip Belanda," kata Salim kepada Tempo awal September 2012. Untuk menulis bukunya, Salim mewawancarai banyak pelaku sejarah, di antaranya Nasution dan Didi Kartasasmita, saat itu Panglima Komandemen Jawa Barat dengan pangkat jenderal mayor.

Nasution curiga pembelokan agenda pertemuan Gondokusuman itu sudah diatur. "Saya yakin mereka telah membicarakannya sebelum sidang. Holland Iskandar hanya sedang akting," katanya sebagaimana dikutip Salim.

<!--more-->

Malah Didi Kartasasmita mendeskripsikan sidang berlangsung ala koboi. "Hampir semuanya pegang senjata. Gila, sebuah pertemuan revolusioner," ujarnya. Pendapat yang berbeda dengan suara mayoritas yang menghendaki pemilihan panglima besar tak diindahkan. Pendapat Menteri Keamanan Ad Interim Muhammad Sulyoadikusumo, yang mewakili pemerintah pusat, pun tak diacuhkan.

Pemilihan berlangsung secara sangat sederhana. Nama-nama calon, di antaranya Oerip, Soedirman, Amir Sjarifoeddin, dan Moeljadi Djojomartono dari Barisan Banteng, ditulis di papan tulis. Lalu panitia menyebutkan nama calon dan pendukungnya diminta mengacungkan tangan. Kalkulasi suara langsung ditulis di papan tulis.

Tjokropranolo dalam buku Panglima Besar TNI Jenderal Soedirman ­mengatakan pemilihan berlangsung dalam tiga tahap. Pada tahap pertama dan kedua diberlakukan sistem gugur. Cerita mengenai metode pemilihan ini, kata Tjokropranolo, yang pernah menjadi ajudan Soedirman, dia peroleh dari Komandan Batalion Badan Keamanan Rakyat Surakarta Djati­koesoemo.

Selain mendapat dukungan luas dari tentara eks Peta, Soedirman, yang saat itu baru 29 tahun, dipilih utusan dari Sumatera, Kolonel Moh Noch. Nasution mengatakan suara Moh Noch, yang mewakili enam divisi di Sumatera, turut menjadi penentu kemenangan Soedirman dalam pemilihan.

Dalam catatan Nasution, Soedirman terpilih lantaran TKR kala itu didominasi bekas Peta—selain unsur KNIL, Heiho, dan pemuda. Dan di kalangan Peta, terutama beberapa daerah di Jawa, Soedirman memang sudah cukup dikenal. Sersan Purnawirawan TKR Sarmoedji, 87 tahun, bercerita kepada Tempo, mantan Komandan Batalion atau Daidancho Kroya itu dikenal luas berkat keberhasilannya meyakinkan Jepang agar menyerahkan senjata secara damai kepada tentara Indonesia.

Hal senada diungkapkan T.B. Simatupang dalam buku Laporan dari Banaran. Menurut dia, ketika menjadi Panglima Divisi BKR Purwokerto, Banyumas, Soedirman bersama Raden Ishaq menjadikan Banyumas sumber pasokan senjata bagi wilayah Jawa Barat dan Jawa Tengah. "Pak Dirman selalu dapat diharapkan untuk memberikan bantuan," ujarnya.

Sebaliknya, Oerip diperkirakan kalah karena di kalangan tentara muncul sentimen negatif terhadap serdadu didikan Belanda. "Semangat itu terpupuk dari didikan organisasi tentara Jepang," kata Salim Said. Tak aneh, Oerip—mantan mayor KNIL yang kala itu 52 tahun—lebih dekat dengan pemerintah dibanding tentara. Yang juga merugikan posisi Oerip, dia lebih lancar berbahasa Belanda dan Jawa dibanding berbahasa Indonesia. Padahal para tentara TKR, yang mayoritas berusia 20-an tahun sedang bersemangat menggunakan bahasa Indonesia.

TIM TEMPO
Sumber: Majalah Tempo, Edisi Khusus Soedirman: "Seorang Panglima, Seorang Martir"


Baca juga:
TNI & G30 September 1965: Inilah 5 indikasi Keterlibatan Amerika!

EKSKLUSIF G30S 1965: Begini Pengakuan Penyergap Ketua CC PKI Aidit

Berita terkait

Ketimbang Menjabat Menteri, Luhut Sebut Lebih Enak Jadi Tentara

2 Mei 2020

Ketimbang Menjabat Menteri, Luhut Sebut Lebih Enak Jadi Tentara

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan memilih bertugas sebagai tentara ketimbang menteri.

Baca Selengkapnya

3 Ranpur Pindad Terbaru di Defile HUT TNI, Ini Spesifikasinya

3 Oktober 2019

3 Ranpur Pindad Terbaru di Defile HUT TNI, Ini Spesifikasinya

PT Pindad menampilkan tiga kendaraan tempur terbarunya dalam defile HUT TNI, di Lanud Halim Perdanakusumah, Jakarta, Sabtu, 5 Oktober 2019.

Baca Selengkapnya

Reformasi TNI di Masa Presiden Jokowi Dinilai Berjalan Mundur

7 Februari 2018

Reformasi TNI di Masa Presiden Jokowi Dinilai Berjalan Mundur

Sejumlah kalangan menilai reformasi di tubuh TNI mengalami langkah mundur di masa Presiden Jokowi.

Baca Selengkapnya

Polri Dinilai Beri Pintu Masuk TNI Masuk ke Ranah Ketertiban

4 Februari 2018

Polri Dinilai Beri Pintu Masuk TNI Masuk ke Ranah Ketertiban

Pengamat hukum Bivitri Susanti meminta nota kesepahaman Polri dan TNI soal pemeliharaan keamanan dan ketertiban dibatalkan.

Baca Selengkapnya

YLBHI: Sistem Peradilan Militer Harus Segera Diperbarui

16 Desember 2017

YLBHI: Sistem Peradilan Militer Harus Segera Diperbarui

Pengacara publik dari Lembaga Bantuan Hukum Julius Ibrani mengatakan reformasi sektor militer di Indonesia masih belum mencapai targetnya.

Baca Selengkapnya

Hut TNI 72 Tahun, Simak Cuitan Netizen

7 Oktober 2017

Hut TNI 72 Tahun, Simak Cuitan Netizen

Topik mengenai TNI di lini masa merupakan salah satu isu yang selalu "in" di mata Netizen, terutama marak dibicarakan saat merayakan HUT TNI kali ini

Baca Selengkapnya

Ini Alutsista yang Dipamerkan pada Acara HUT TNI di Cilegon

5 Oktober 2017

Ini Alutsista yang Dipamerkan pada Acara HUT TNI di Cilegon

Peringatan HUT TNI ke-72 dilaksanakan di Dermaga Indah Kiat Cilegon, Banten, Kamis 5 Oktober 2017. Acara ini dimulai pukul 08.00.

Baca Selengkapnya

Kodim Brebes Gelar Nobar Film G30S PKI di Desa dan Sekolah

22 September 2017

Kodim Brebes Gelar Nobar Film G30S PKI di Desa dan Sekolah

Komando Distrik Militer 0713/Brebes akan menggelar nonton bareng film G 30S PKI di setiap desa dan beberapa sekolah.

Baca Selengkapnya

Wiranto: TNI Tak Bisa Dinilai dari Kinerjanya di Masa Lalu  

22 September 2017

Wiranto: TNI Tak Bisa Dinilai dari Kinerjanya di Masa Lalu  

Wiranto beralasan tidak adil bila ada pihak yang menilai kinerja TNI di masa lalu dengan situasi saat ini yang sudah berbeda.

Baca Selengkapnya

Sejarawan Sebut TNI Tak Ingin Ada Tafsir Ulang Peristiwa 1965  

19 September 2017

Sejarawan Sebut TNI Tak Ingin Ada Tafsir Ulang Peristiwa 1965  

Dengan memutar kembali film Pengkhianatan G 30 S PKI, TNI tidak membiarkan sejengkal pun peristiwa 1965 ditafsirkan berbeda.

Baca Selengkapnya