G30S:Kisah Diplomat AS yang Bikin Daftar Nama Target Di-dor!

Reporter

Senin, 5 Oktober 2015 08:15 WIB

CIA

TEMPO.CO -- RUMAH kayu bertingkat dua itu bersahaja, tidak besar, tidak pula mentereng. Rumah tersebut berdiri di kawasan asri Bethesda, Maryland, kira-kira setengah jam berkendaraan dari pusat Kota Washington. Sebuah Ford biru sederhana terparkir di pinggir jalan di depan rumah.

"Silakan," kata pemiliknya. Lelaki tua itu memang menunggu TEMPO. Seperti orang-orang seusianya, kulit mukanya penuh kerut. Rambutnya, yang tipis, memutih seperti kabut salju. Suaranya terdengar serak dan bergetar. Itulah Robert J. Martens, ahli komunisme, staf Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta pada 1965. Lelaki yang saat itu, tahun 2001, berusia 75 tahun ini merupakan saksi kunci yang disebut-sebut sebagai penyusun daftar target anggota PKI yang harus dihabisi tentara.

Baca juga:
G30S: Alasan Intel Amerika Incar Sukarno, Dukung Suharto
Kisah Salim Kancil Disika, Disetrum, TakTewas: Inilah 3 Keanehan


Majalah Tempo edisi 1 Oktober 2001 memuat keterangan Martens. Saat itu misteri "daftar target" ini mencuat bersamaan dengan publikasi dokumen Badan Intelijen Amerika (CIA) seputar peristiwa berdarah September 1965. Sesuai dengan ketentuan Freedom of Information Act, semua dokumen rahasia dan surat-menyurat pejabat CIA, termasuk radiogram—yang kini telah berumur 30 tahun lebih—dibuka untuk umum. Volume tentang Indonesia disatukan dalam buku Foreign Relations of the United States (FRUS) 1964-1968: Indonesia, Malaysia, Singapore, Philippines, Volume XXVI. Dokumen rahasia tentang Indonesia terdiri atas bab setebal 300-an halaman.

Nama Martens muncul setelah Kathy Kadane membuat tulisan yang menghebohkan pers Amerika pada 1990. Wartawan dan pengacara ini menulis artikel berjudul "CIA Menyusun Daftar Kematian di Indonesia". Tulisan untuk kantor berita States News Services ini diterbitkan 140 media di Amerika. Isinya adalah upaya para pejabat CIA di Washington dan pejabat Kedutaan Besar AS di Jakarta bahu-membahu menghimpun, memilih, mencoret—singkatnya menyeleksi—nama-nama tokoh PKI. Ada 5.000 nama yang didaftarkan Kedutaan Amerika dan diserahkan kepada tentara. Kadane menghimpun data tulisannya dari pengakuan mantan agen CIA atau pejabat Kedutaan Amerika yang bertugas di Jakarta seputar masa-masa gelap itu. Salah satu pengakuan diperoleh Kadane dari Robert "Bob" J. Martens.

Saat itu Martens mengakui dia aktif mencatat nama-nama. "Misalnya seorang pemimpin partai di Semarang berpidato hari ini, maka saya tulis di kartu. Dalam dua tahun, kartu saya bertambah terus," ujarnya mengenang. Ia menolak tuduhan bahwa kartu-kartu itu dipersiapkannya khusus untuk membantu Angkatan Darat. "Tidak, tidak seorang pun memerintahkan saya… (suaranya meninggi)."

Baca juga:
EKSKLUSIF G30S 1965: Begini Pengakuan Penyergap Ketua CC PKI Aidit
Omar Dani: CIA Terlibat G30S 1965 dan Soeharto yang Dipakai


Menurut Martens, seluruh data nama tokoh PKI itu ia kumpulkan dari koran Harian Rakjat. Ia membenarkan apa yang dikatakan Kathy Kadane: bahasa Indonesianya tidak lancar. Tapi Martens mengaku menggunakan setiap waktu luang untuk menghafal sebanyak mungkin kata. Sambil menunggu kelahiran anak pertamanya di rumah sakit, misalnya, ia terus membaca kamus.


Selanjutnya: Dalam daftar nama...


<!--more-->
Daftar nama yang ia kumpulkan akhirnya jatuh ke tangan militer Indonesia. Namun, menurut Martens, itu bukan atas inisiatif resmi. Seorang utusan petinggi Indonesia mengunjunginya seminggu setelah kudeta. "Kami tahu bahwa Anda lebih paham tentang PKI dibandingkan dengan siapa pun di Indonesia," Martens menirukan ucapan utusan itu kepadanya. "Tentu saja saya senang sekali membantu," ujar Martens lima belas tahun lalu, sembari tertawa.


Menurut Kathy Kadane, sebelum ia menuangkannya dalam artikel, dengan blakblakan Martens bercerita bahwa ia memasok ribuan nama selama beberapa bulan kepada ajudan seorang pejaba tinggi Indonesia saat itu. "Mereka mungkin telah membunuh banyak orang dan mungkin tangan saya sendiri telah tercemar darah, tapi ini tak selamanya buruk. Ada saat-saatnya Anda harus memukul sangat keras pada saat yang tepat," kata Martens. Pada 1990, Kadane pun "terbang" ke Indonesia mencari konfirmasi. Si ajudan itu, kata Kadane, mengakui bertemu dengan Martens.


Advertising
Advertising

Baca juga:
EKSKLUSIF G30S 1965: Begini Pengakuan Penyergap Ketua CC PKI Aidit
Omar Dani: CIA Terlibat G30S 1965 dan Soeharto yang Dipakai


Tak puas hanya berhenti di situ, Kadane menemui mantan pejabat teras Kedutaan AS di Jakarta, yaitu Marshall Green, Wakil Kepala Misi Jack Lydman, dan Kepala Bagian Politik Edward Masters, bos langsung Bob Martens. Sebagaimana Bob, ketiganya mengakui pembuatan daftar target itu. Kadane berkesimpulan, para pejabat puncak Kedutaan AS di Jakarta dan CIA telah membuat "daftar kematian".


Daftar target ini, menurut Kadane, merupakan bagian kebijakan antikomunis Direktur CIA William Colby. Mantan asisten menteri luar negeri untuk divisi Timur Jauh inilah yang mengarahkan strategi rahasia AS di Asia. Pada waktu itu, para agen CIA di Jakarta berada dalam koordinasi Marshall Green, setelah sebelumnya bekerja sendiri-sendiri. Kegagalan CIA dalam operasi pemberontakan PRRI dan Permesta memaksa Presiden John F. Kennedy menyatukan koordinasi agen CIA di Jakarta di bawah sang Duta Besar. Melalui Green, terciptalah jalur Washington-Jakarta.


TIM TEMPO


Baca juga:
G30S: Alasan Intel Amerika Incar Sukarno, Dukung Suharto
Kisah Salim Kancil Disika, Disetrum, TakTewas: Inilah 3 Keanehan


Berita terkait

Mahasiswa Pro-Palestina dan Pro-Israel Bentrok di Kampus di AS, Ini Profil UCLA

4 jam lalu

Mahasiswa Pro-Palestina dan Pro-Israel Bentrok di Kampus di AS, Ini Profil UCLA

Profil kampus UCLA tempat bentrok demo mahasiswa pendukung alias Pro-Palestina dengan pendukung Israel

Baca Selengkapnya

Sejarah dan Arti Elemen-elemen dalam Bendera Korea Selatan

9 jam lalu

Sejarah dan Arti Elemen-elemen dalam Bendera Korea Selatan

Bendera Korea Selatan memuat arti tanah (latar putih), rakyat (lingkaran merah dan biru), dan pemerintah (empat rangkaian garis atau trigram hitam).

Baca Selengkapnya

Brown Jadi Universitas AS Pertama yang Pertimbangkan Divestasi dari Israel

10 jam lalu

Brown Jadi Universitas AS Pertama yang Pertimbangkan Divestasi dari Israel

Pengunjuk rasa pro-Palestina dan anti-Israel membersihkan perkemahan di kampus setelah mencapai kesepakatan dengan administrasi universitas Brown.

Baca Selengkapnya

Partai Demokrat AS Kirim Surat ke Joe Biden, Minta Cegah Serangan Israel di Rafah

12 jam lalu

Partai Demokrat AS Kirim Surat ke Joe Biden, Minta Cegah Serangan Israel di Rafah

Puluhan anggota Partai Demokrat AS menyurati pemerintahan Presiden Joe Biden untuk mendesak mereka mencegah rencana serangan Israel di Rafah.

Baca Selengkapnya

5 Fakta Osama bin Laden, Pendiri Al-Qaeda yang Ditembak Mati AS pada 2 Mei 2011

12 jam lalu

5 Fakta Osama bin Laden, Pendiri Al-Qaeda yang Ditembak Mati AS pada 2 Mei 2011

Hari ini, 2 Mei 2011, Osama bin Laden ditembak mati oleh pasukan Amerika. Berikut fakta-fakta Osama bin Laden.

Baca Selengkapnya

Pastor di AS Kecanduan Gim Candy Crush hingga Curi Dana Gereja Rp 650 Juta

17 jam lalu

Pastor di AS Kecanduan Gim Candy Crush hingga Curi Dana Gereja Rp 650 Juta

Seorang pastor di Amerika Serikat menghabiskan dana gereja karena kecanduan game online Candy Crush.

Baca Selengkapnya

Menlu AS Cek Bantuan ke Gaza Diiringi Suara Tembakan Tank

18 jam lalu

Menlu AS Cek Bantuan ke Gaza Diiringi Suara Tembakan Tank

Menlu AS Antony Blinken mengunjungi pintu masuk bantuan ke Gaza didampingi para pejabat Israel.

Baca Selengkapnya

10 Rute Road Trip Terbaik di Amerika Serikat dengan Pemandangan Alam Menakjubkan

19 jam lalu

10 Rute Road Trip Terbaik di Amerika Serikat dengan Pemandangan Alam Menakjubkan

Menikmati keindahan alam di Amerika Serikat dengan road trip merupakan pengalaman yang harus dicoba setidaknya sekali seumur hidup

Baca Selengkapnya

Top 3 Dunia: AstraZeneca Ada Efek Samping dan Unjuk Rasa Pro-Palestina

21 jam lalu

Top 3 Dunia: AstraZeneca Ada Efek Samping dan Unjuk Rasa Pro-Palestina

Top 3 dunia, AstraZeneca, untuk pertama kalinya, mengakui dalam dokumen pengadilan bahwa vaksin Covid-19 buatannya dapat menyebabkan efek samping

Baca Selengkapnya

Survei: 58 Persen Responden Percaya Beijing Gunakan TikTok untuk Pengaruhi Opini Warga Amerika Serikat

1 hari lalu

Survei: 58 Persen Responden Percaya Beijing Gunakan TikTok untuk Pengaruhi Opini Warga Amerika Serikat

Jajak pendapat yang dilakukan Reuters/Ipsos mengungkap 58 persen responden percaya Beijing menggunakan TikTok untuk mempengaruhi opini warga Amerika.

Baca Selengkapnya