Ketua DPR RI Setya Novanto (kanan) bersama Wakil Ketua DPR Fadli Zon dalam jumpa pers terkait pertemuan dengan Donald Trump di Senayan, Jakarta, 14 September 2015. Fadli Zon menyatakan pengusaha Hary Tanoesoedibjo sebagai fasilitator pertemuan rombongan Setya Novanto dan dirinya dengan Donald Trump. TEMPO/Dhemas Reviyanto
TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti politik dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia, Lucius Karus, meminta Mahkamah Kehormatan Dewan Perwakilan Rakyat berani mengambil tindakan tegas kepada Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Setya Novanto lantaran mengadakan pertemuan dengan kandidat Presiden Amerika Serikat, Donald Trump.
Bahkan, kata Lucius, Mahkamah harus membuat gebrakan dengan memecat Setya dari posisinya sebagai orang nomor satu di parlemen.
"Untuk membuktikan kepada publik bahwa Mahkamah Kehormatan Dewan bekerja secara maksimal dan obyektif," kata Lucius saat dihubungi, Selasa, 15 September 2015. "Karena pastinya saat ini Mahkamah Kehormatan mendapat tekanan untuk menyelesaikan kasus dugaan pelanggaran kode etik Setya secara politis."
Lucius mengatakan, apabila hasil akhir Mahkamah hanya memberikan sanksi ringan kepada Setya dan Wakil Ketua DPR Fadli Zon serta sejumlah anggota Dewan lainnya, publik akan menilai berat sebelah. "Jadi, kalau proses akhir Mahkamah tidak memberikan sanksi berat, ya, independensinya patut dipertanyakan."
Setya Novanto, Fadli Zon, serta sejumlah anggota DPR bertemu kandidat Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, di Trump Tower pada 3 September lalu. Pertemuan itu dipermasalahkan karena berpotensi melanggar kode etik anggota Dewan.
Setya Novanto tidak keberatan pertemuannya dengan Donald Trump bakal diusut Mahkamah Kehormatan DPR. Namun dia meminta agar pengusutan itu dilakukan sesuai prosedur dan transparan.