Pesaing Risma Tak Lolos, Demokrat Laporkan KPU ke DKPP  

Reporter

Senin, 31 Agustus 2015 19:24 WIB

Gubernur Jawa Timur Soekarwo. TEMPO/Hendriyanto

TEMPO.CO, Surabaya - Gagalnya pasangan bakal calon wali kota dan wakil wali kota, Rasiyo-Dhimam Abror Djuraid, maju dalam pemilihan kepala daerah Surabaya memicu protes dari Partai Demokrat. Partai berlambang Mercy itu bergegas melaporkan Komisi Pemilihan Umum kota Surabaya kepada Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) dan Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu).

“Kami akan melapor ke DKPP dan Panwaslu, untuk diteruskan ke Bawaslu,” kata Ketua DPD Partai Demokrat Jawa Timur Soekarwo kepada wartawan di Gedung Negara Grahadi, Surabaya, Senin, 31 Agustus 2015. Keputusan itu dicapai setelah sehari sebelumnya para pengurus DPD Partai Demokrat menggelar rapat konsolidasi dengan Ketua Umum DPP Susilo Bambang Yudhoyono di Cipanas.

Menurut Soekarwo, keputusan KPU tak meloloskan Rasiyo-Abror merupakan tindakan yang melanggar hak asasi berdemokrasi seseorang. Terutama bagi Rasiyo yang berkas-berkasnya memenuhi syarat. “Keputusan KPU itu menghilangkan hak demokrasi seseorang. Enggak boleh itu,” ujarnya.

Selain persoalan hak tersebut, pria yang biasa disapa Pakde Karwo itu mempertanyakan penilaian KPU mengenai keabsahan surat rekomendasi model B1-KWK berupa hasil scan. Ia mengibaratkan surat tersebut sama dengan ijazah sekolah. “Kalau ijazah kita dianggap palsu, tapi begitu sekolahnya menyatakan tidak (palsu), ya, selesai. Kalau kemudian scan tidak memenuhi syarat, tapi partai mengatakan betul, kan, mestinya selesai.”

Soekarwo mengaku telah berkomunikasi dengan Partai Amanat Nasional selaku pengusung Dhimam Abror Djuraid. Soekarwo mengklaim sudah bertemu Ketua DPW PAN Jawa Timur Sunyoto dan mendapatkan visi yang sama. “Kang Nyoto (sapaan Sunyoto) tadi sudah ke KPU, sudah menanyakan dan protes keras ke KPU,” tuturnya.

Komisi Pemilihan Umum kota Surabaya memutuskan tak meloloskan pasangan bakal calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Surabaya Rasiyo dan Dhimam Abror. Berkas pasangan calon yang diusung Partai Demokrat dan Partai Amanat Nasional ini dinyatakan tidak memenuhi syarat karena dua hal.

Pertama ialah adanya perbedaan surat keputusan alias rekomendasi dari Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PAN sebagai parpol pengusung. Dua surat yang diserahkan saat pendaftaran pada 11 Agustus dan masa perbaikan 19 Agustus tidak sama persis.

Kedua ialah adanya persyaratan untuk bakal calon wakil wali kota Dhimam Abror yang tidak dipenuhi. Yakni kewajiban menyerahkan bukti tak memiliki tunggakan pajak di kantor pelayanan pajak pratama.

ARTIKA RACHMI FARMITA




TEMPO.CO, Jakarta - Otto Cornelis Kaligis membacakan keberatan pribadinya yang terdiri atas 40 halaman dalam sidang perdananya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Senin, 31 Agustus 2015. Di depan majelis hakim, OC Kaligis mengeluh reputasinya sebagai pengacara hancur begitu ia dinyatakan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Padahal, menurut OC Kaligis, apa yang dituduhkan KPK belum tentu benar.

"Saya harus menutup kantor yang sudah saya bangun dari nol selama 49 tahun. Reputasi dan nama baik saya sebagai guru besar di beberapa universitas dan sebagai advokat menjadi hancur dan punah," kata OC Kaligis. Akibatnya, menurut OC Kaligis, ada 500 orang harus kehilangan pekerjaan. Firma hukumnya, OC Kaligis and Associates, harus diserahkan kepada advokat-advokat senior.

Selain itu, kata OC Kaligis, kliennya di dalam dan luar negeri lari karena konotasi buruk dirinya sebagai tersangka. "Semua ini karena KPK menjadikan saya sebagai target operasi," ujar OC Kaligis.

Dalam keberatan itu, OC Kaligis juga memperhatikan reputasi hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Medan. "Hakim PTUN kehilangan nafkah, pikirkan profesi hakim dan masa depan mereka."

KPK mendakwa Otto Cornelis Kaligis telah menyuap tiga hakim dan seorang panitera Pengadilan Tata Usaha Negara Medan. Suap diberikan untuk memuluskan perkara pengujian kewenangan Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara yang menetapkan anak buah klien Kaligis (Gatot Pujo Nugroho dan Evy Susanti) sebagai tersangka.

Kaligis bersama M. Yagari Bhastara alias Gary, Gatot Pujo Nugroho, dan Evy Susanti memberikan sejumlah uang kepada Tripeni Irianto Putro selaku Ketua PTUN Medan sebesar Sin$ 5.000 dan US$ 15 ribu, kepada Dermawan Ginting dan Amir Fauzi selaku hakim PTUN Medan masing-masing sebesar US$ 5.000, serta Syamsir Yusfan selaku panitera PTUN Medan sebesar US$ 2.000. Duit suap diserahkan lima kali pada April dan Juli 2015 di kantor PTUN Medan.

"Terdakwa melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan berlanjut, memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim," kata tim jaksa penuntut umum KPK yang diketuai Yudi Kristiana di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi saat membacakan dakwaan.

INDRI MAULIDAR



Berita terkait

Airlangga Sebut Duet Khofifah-Pakde Karwo Penyerang di Jawa Timur, Siap Menangkan Prabowo-Gibran

7 November 2023

Airlangga Sebut Duet Khofifah-Pakde Karwo Penyerang di Jawa Timur, Siap Menangkan Prabowo-Gibran

Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto mengklaim punya amunisi memenangkan Prabowo-Gibran di Jawa Barat dan Jawa Timur. Ada duet Khofifah-Pakde Karwo.

Baca Selengkapnya

Ada Ridwan Kamil, Soekarwo, dan Dedi Mulyadi, Golkar Bisa Kuasai Jakarta dan Jawa

21 Januari 2023

Ada Ridwan Kamil, Soekarwo, dan Dedi Mulyadi, Golkar Bisa Kuasai Jakarta dan Jawa

Bergabungnya Ridwan Kamil ke Partai Golkar bisa membuat partai berlambang beringin itu menguasai Pulau Jawa dan DKI pemilu 2024

Baca Selengkapnya

5 Politisi yang Pindah Partai Politik

4 Januari 2023

5 Politisi yang Pindah Partai Politik

Fenomena politisi yang pindah partai, dari satu parpol ke parpol lain lazim terjadi di era politik terbuka seperti sekarang.

Baca Selengkapnya

Politisi Kutu Loncat atau Hobi Pindah Partai dan Problematikanya

4 Januari 2023

Politisi Kutu Loncat atau Hobi Pindah Partai dan Problematikanya

Fenomena pindah partai disinyalir menjadi problem perpolitikan Indonesia di era reformasi demokrasi saat ini.

Baca Selengkapnya

KPK Panggil Eks Gubernur Soekarwo Jadi Saksi di Kasus Suap Anggaran Bantuan Pemprov Jatim

8 November 2022

KPK Panggil Eks Gubernur Soekarwo Jadi Saksi di Kasus Suap Anggaran Bantuan Pemprov Jatim

KPK memanggil mantan Gubernur Soekarwo sebagai saksi dalam penyidikan kasus dugaan suap perihal pengalokasian anggaran bantuan keuangan Jawa Timur

Baca Selengkapnya

Ini Alasan Menantu Soekarwo Tinggalkan Demokrat dan Bergabung dengan Golkar

21 Mei 2022

Ini Alasan Menantu Soekarwo Tinggalkan Demokrat dan Bergabung dengan Golkar

Menantu Soekarwo, Bayu Airlangga memutuskan bergabung dengan Partai Golkar usai menyatakan diri keluar dari Partai Demokrat.

Baca Selengkapnya

Sempat Mangkir, Soekarwo Tetap Dijadwalkan untuk Diperiksa KPK

28 Agustus 2019

Sempat Mangkir, Soekarwo Tetap Dijadwalkan untuk Diperiksa KPK

Mantan Gubernur Jatim Soekarwo alias Pakde Karwo bakal diperiksa KPK dalam kasus pengadaan barang dan jasa Kabupaten Tulungagung.

Baca Selengkapnya

Pakde Karwo Mundur dari Demokrat

15 Agustus 2019

Pakde Karwo Mundur dari Demokrat

Selain sebagai ketua DPD Jawa Timur, Soekarwo juga merupakan anggota Majelis Tinggi Demokrat.

Baca Selengkapnya

KPK Geledah Rumah Eks Ajudan Mantan Gubernur Jatim Soekarwo

9 Agustus 2019

KPK Geledah Rumah Eks Ajudan Mantan Gubernur Jatim Soekarwo

Selain mengacak-acak rumah bekas ajudan Soekarwo, KPK juga menggeledah rumah eks Kepala Bappeda Jatim Zainal Abidin.

Baca Selengkapnya

Soal Caleg Demokrat Dukung Jokowi, Soekarwo: Ojok Tekon Iku

27 Maret 2019

Soal Caleg Demokrat Dukung Jokowi, Soekarwo: Ojok Tekon Iku

Ketua Partai Demokrat Jawa Timur Soekarwo optimistis jumlah kursi yang bakal diraih partainya di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jawa Timur bertambah.

Baca Selengkapnya