Bupati Tolikara Usman G. Wanimbo bersama Pangdam XVII Cenderawasih, Mayjen TNI Fransen Sihaan serta muspida Provinsi Papua menjenguk Galibuli Jikwa (50 tahun), korban tertembak dalam rusuh Tolikara pada Jumat, 17 Juli 2015 lalu di rumah sakit, 22 Juli 2015. TEMPO/Cunding Levi
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) meminta aparat keamanan yang terlibat peristiwa penembakan warga di tengah kerusuhan di Tolikara, Papua, segera diidentifikasi. "Pelaku penembakan ini harus ditemukan, apakah polisi atau TNI,” kata Ketua Komnas HAM Nur Kholis dalam konferensi pers di kantor Komnas HAM, Jakarta, 10 Agustus 2015.
Menurut Nur Kholis, dari tiga tim pengamanan yang bersiaga di Tolikara saat kerusuhan terjadi, hanya aparat Brimob dan TNI yang saat itu bersenjata api. Hal tersebut, menurutnya, sudah sesuai standar operasional prosedur kedua instansi keamanan tersebut.
Ketua Tim Penyelidikan Peristiwa Tolikara Komnas HAM Maneger Nasution menambahkan, berdasarkan hasil penyelidikan di lapangan, pihak Kepolisian Resor Tolikara menurunkan personel tanpa dilengkapi senjata api. "Kapolres memerintahkan tidak boleh bawa senjata karena pengamanan ibadah," ujarnya. “Sementara titik pengamanan lainnya dijaga oleh TNI dan Brimob.”
Senada dengan Nur Kholis, menurut Meneger, hanya TNI dan Brimob yang diperbolehkan memegang senjata saat kerusuhan terjadi. "Di titik kedua ada Brimob dan TNI yang tentu SOP pemakaian senjatanya melekat," kata Maneger.
Maneger mengatakan, Komnas HAM tidak berwenang untuk mengungkap siapa pelaku penembakan sejumlah warga pada peristiwa Tolikara. Oleh karena itu, Komnas HAM mendesak Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan untuk memerintahkan pimpinan kepolisian dan TNI menelusuri dan memproses para pelaku yang diduga terlibat. "Kami mendesak Menkopolhukam untuk memerintahkan Kapolri dan Panglima TNI untuk mengusut pelaku penembakan supaya diproses," ujar Maneger.