Presiden Joko Widodo bersama Wakil Presiden Jusuf Kalla memimpin rapat terbatas Pelaksanaan Pilkada Serentak di Kantor Presiden Komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, 23 Juli 2015. Presiden menyatakan pelaksanaan Pilkada Serentak pada 9 Desember 2015 harus berjalan lancar dan aman. TEMPO/Subekti.
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan bahwa penghina Presiden harus tetap mendapatkan hukuman. Di negara mana pun, kepala negara harus dihormati.
"Jadi kalau memaki atau menghina Presiden dan pemerintahan tentu kena hukuman," kata Kalla, di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Senin 3 Agustus 2015. Dia menilai wajar jika akhirnya Presiden Joko Widodo meminta agar pasal itu dihidupkan kembali.
Presiden Jokowi menyodorkan 786 pasal RUU KUHP ke DPR untuk dimasukkan ke KUHP. Salah satu pasal adalah tentang penghinaan presiden. Pasal itu sebelumnya telah diajukan peninjauan kembali oleh pengacara Eggy Sudjana pada 2006. Mahkamah Konstitusi mengabulkan dan mencabut pasal itu karena dianggap tidak memiliki batasan yang jelas.
Usulan Presiden juga telah ditentang oleh Ketua Komisi III DPR, Aziz Syamsuddin. Dia mengatakan bahwa pasal-pasal yang sudah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi tak bisa dihidupkan kembali. Namun menurut Kalla, Presiden pasti punya alasan yang tertentu sampai menginginkan pasal tersebut masuk dalam KUHP. "Tentu Presiden punya alasan kuat, kita lihat nantilah." Pasal 263 ayat 1 RUU KUHP berbunyi, "Setiap orang yang di muka umum menghina Presiden atau Wakil Presiden, dipidana dengan penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak kategori IV."
Adapun pada pasal 264 disebutkan tentang ruang lingkup penghinaan Presiden. Bunyi pasal itu adalah "Setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum atau memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, yang berisi penghinaan terhadap Presiden atau Wakil Presiden dengan maksud agar isi penghinaan diketahui umum, akan dipidana paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV."