Mahkamah Konstitusi Langgengkan Politik Dinasti di Daerah  

Reporter

Rabu, 8 Juli 2015 12:57 WIB

Putri kedua Atut Chosiyah, Andiara Aprilia Hikmat mengikuti gladi bersih pelantikan anggota DPR di Gedung DPR, Selasa, 30 September 2014. Andiara terpilih sebagai anggota Dewan Perwakilan Daerah. TEMPO/Dhemas Reviyanto

TEMPO.CO, Jakarta - Mahkamah Konstitusi melegalkan syarat pencalonan kepala daerah yang tertuang dalam Pasal 7 huruf r Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah. Mahkamah mengabulkan ketentuan bahwa calon kepala daerah yang berasal dari keluarga inkumben dibolehkan untuk maju sebagai kepala daerah.

"Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian, menyatakan bahwa Pasal 7 huruf r tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat," kata ketua majelis konstitusi Arief Hidayat, dalam membacakan putusan di gedung sidang Mahkamah Konstitusi, Rabu, 8 Juli 2015.

Dalam pertimbangan hukumnya, hakim konstitusi Anwar Usman menyatakan ketentuan yang tertuang dalam Pasal 7 huruf r Undang-Undang tentang Pilkada itu bersifat diskriminatif. Musababnya, ketentuan pencalonan dalam pasal itu mengebiri hak warga negara yang ingin berpolitik lantaran keluarganya merupakan inkumben.

"Menurut Mahkamah, Pasal tersebut melanggar hak konstitusi warga negara untuk memperoleh hak yang sama dalam pemerintahan," kata Anwar dalam persidangan. "Menurut Mahkamah, pasal tersebut akan sulit dilaksanakan oleh penyelenggara karena pemaknaan petahana diserahkan pada masing-masing penafsiran. Tidak ada kepastian hukum. Padahal itu menjadi penentu hak seseorang untuk menjadi kepala daerah."

Anwar mengatakan Mahkamah menilai konflik kepentingan dalam pemilihan kepala daerah itu hanya bisa dilakukan apabila inkumben yang melakukan politisasi terhadap semuanya. Artinya, bukan berarti adanya famili yang ingin mencalonkan diri dalam pemilihan kepala daerah dianggap sebagai munculnya konflik kepentingan.

"Keluarga hanya diuntungkan apabila ada keterlibatan kepala daerah langsung atau terselubung. Maka pembahasan petahana harus diatur dalam norma undang-undang," ujarnya.

Hakim konstitusi, Patrialis Akbar, menyatakan ketentuan dalam Pasal 7 huruf r yang melarang keluarga inkumben mencalonkan diri sebagai kepala daerah melanggar Pasal 28 J ayat 2 UUD 45.

"Pasal 7 huruf r mengandung muatan diskriminasi, diakui pembentuk undang-undang dalam memuat perbedaan perlakuan yang semata-mata atas status kelahiran dan kekerabatan," kata Patrialis. "Dengan demikian, Pasal 7 huruf r bertentangan dengan Pasal 28 huruf J UUD 45."

Mahkamah, kata Patrialis, menilai seharusnya aturan konflik kepentingan harus diatur secara spesifik untuk inkumben. Bukan mengatur untuk keluarga inkumben yang ingin mencalonkan sebagai kepala daerah.

Pengajuan permohonan uji materi ini diinisiatori oleh Adnan Purichta Ichsan, anggota DPRD Sulawesi Selatan yang juga putra Bupati Gowa Ichsan Yasin Limpodan Aji Sumarno, menantu Bupati Selayar Syahrir Wahab. Adnan menganggap ketentuan dalam Pasal 7 huruf r itu diskriminatif.

Seusai persidangan, kuasa hukum Adnan, Heru Widodo, mengatakan putusan Mahkamah yang mengabulkan sebagian gugatannya sudah tepat. Heru menilai Mahkamah sudah melihat berbagai pertimbangan hukum pencalonan kepala daerah.

"Ini bukan melegalkan politik dinasti, tapi justru memberikan kesempatan yang luas bagi siapa pun yang ingin berpolitik," ujarnya. "Sehingga tidak ada diskriminasi."

REZA ADITYA

Berita terkait

6 Tuntutan Aksi Mahasiswa Mei 1998, Reformasi Sudah Selesai?

12 Mei 2023

6 Tuntutan Aksi Mahasiswa Mei 1998, Reformasi Sudah Selesai?

Para mahasiswa pada aksi unjuk rasa Mei 1998 menyuarakan 6 tuntutan dalam reformasi. Apakah hari ini sudah selesai?

Baca Selengkapnya

Kesepakatan dengan IMF Alot, Presiden Kais Saied Sebut Tunisia Bukan untuk Dijual

8 April 2023

Kesepakatan dengan IMF Alot, Presiden Kais Saied Sebut Tunisia Bukan untuk Dijual

Presiden Saied menolak pemaksaan lebih jauh dari IMF karena bisa mengarah pada kemiskinan yang lebih lanjut di Tunisia.

Baca Selengkapnya

Peru Terperosok ke Krisis Politik, Unjuk Rasa Berubah Jadi Kerusuhan

14 Desember 2022

Peru Terperosok ke Krisis Politik, Unjuk Rasa Berubah Jadi Kerusuhan

Setidaknya tujuh orang tewas dalam unjuk rasa di Peru akhir pekan lalu saat aksi protes berubah menjadi kerusuhan.

Baca Selengkapnya

Krisis Politik di Myanmar Jadi Sorotan di Pertemuan AMM

5 Agustus 2021

Krisis Politik di Myanmar Jadi Sorotan di Pertemuan AMM

Menteri Luar Negeri RI secara terbuka menyebut isu Myanmar menjadi masalah yang paling banyak di bahas di pertemuan AMM

Baca Selengkapnya

Netanyahu Perkenalkan Kabinet Baru ke Parlemen Israel

18 Mei 2020

Netanyahu Perkenalkan Kabinet Baru ke Parlemen Israel

PM Netanyahu dan rival politik Benny Gantz membentuk koalisi pemerintahan baru bersatu untuk mengakhiri konflik politik berkepanjangan.

Baca Selengkapnya

Krisis Turki, Bagaimana Dampaknya Terhadap Pasar Modal Indonesia?

13 Agustus 2018

Krisis Turki, Bagaimana Dampaknya Terhadap Pasar Modal Indonesia?

Risiko sistemik dikhawatirkan akan mengakibatkan krisis Turki mempengaruhi IHSG.

Baca Selengkapnya

Perludem Sebut Anak Muda Masih Jadi Penonton Politik

25 Maret 2018

Perludem Sebut Anak Muda Masih Jadi Penonton Politik

Perludem pun menilai sistem politik yang ada di Indonesia tak ramah bagi anak muda sehingga mereka sulit terjun di dunia politik.

Baca Selengkapnya

Jokowi: 6 Bulan Terakhir Kita Buang-buang Energi Tidak Berguna

23 Mei 2017

Jokowi: 6 Bulan Terakhir Kita Buang-buang Energi Tidak Berguna

Presiden Jokowi mengatakan, 6-8 bulan ini, energi dihabiskan untuk banyak hal tidak berguna, saling hujat, berdebat, dan membuat suhu politik memanas.

Baca Selengkapnya

SBY: Jika Hanya Pentingkan Stabilitas Politik, Hati-hati  

8 Februari 2017

SBY: Jika Hanya Pentingkan Stabilitas Politik, Hati-hati  

SBY mengatakan pemerintah harus berhati-hati jika negara hanya menekankan aspek stabilitas politik.

Baca Selengkapnya

Analis Politik: Situasi Memanas, Jokowi Harus Lakukan Ini  

2 Februari 2017

Analis Politik: Situasi Memanas, Jokowi Harus Lakukan Ini  

Pertarungan Joko Widodo adalah kepada siapa saja yang berdiri di seberang kepentingan negara dan bangsa.

Baca Selengkapnya