Presiden Joko Widodo Kartu Indonesia Sehat, Kartu Indonesia Pintar, dan Kartu Keluarga Sejahtera kepada warga di Jatinegara, Jakarta Timur, 13 Mei 2015. Jokowi membagikan 181 Kartu Keluarga Sejahtera, 258 Kartu Indonesia Pintar, 627 Kartu Indonesia Sehat, dan 260 Kartu Asistensi bagi Orang dengan Kecacatan Berat. Tempo/Dian Triyuli Handoko
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo tak akan mengubah status hukum terpidana mati kasus narkoba. Arahan yang pernah Jokowi sampaikan kepada Jaksa Agung tak akan ia ubah.
"Kepada Jaksa Agung saya cuma katakan sekali, lakukan!" ujar Jokowi saat berbicara dalam acara Jambore Nasional Relawan Jokowi, Minggu, 16 Mei 2015.
Jokowi mengatakan keputusannya tersebut bakal menuai sorotan dunia internasional seperti yang terjadi saat mengeksekusi sejumlah terpidana mati kasus narkoba beberapa waktu lalu. Namun Jokowi berharap para kepala negara dan sejumlah lembaga internasional bisa menghargai keputusan itu lantaran hukum di Indonesia masih mengenal hukuman mati. "Itu adalah kedaulatan hukum positif kita. Hukum itu ada," kata Jokowi.
Menurut Jokowi, ancaman hukuman mati bagia para pengedar narkoba merupakan hal yang wajar jika mengingat dampak yang mereka lakukan terhadap warga Indonesia. "Di Indonesia setiap hari ada 50 orang yang mati karena narkoba. Kok yang diurus hanya satu-dua orang," ujar Jokowi.
Pada 29 April lalu, delapan terpidana mati dieksekusi di Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah. Mereka tersangkut kasus narkoba dengan vonis hukuman mati. Dua di antaranya warga Australia Myuran Sukumaran dan Andrew Chan.
Eksekusi mati tersebut menuai kecaman dari dunia internasional. Aksi memboikot wisata ke Bali oleh warga Australia sempat muncul. Ribuan pelancong Australia menyatakan boikot ke Bali lewat media sosial dengan tagar #BoycottIndonesia dan #BoycottBali.
Setelah eksekusi mati terpidana kasus narkoba gelombang kedua, eksekusi mati gelombang ketiga dipersiapkan untuk terpidana kasus nonnarkotik. Hal ini mengingat ada beberapa nama terpidana pembunuhan yang permohonan grasinya telah ditolak Presiden Joko Widodo.