Metode Kanguru dan Upaya Menekan Kematian Bayi  

Reporter

Minggu, 3 Mei 2015 15:23 WIB

Ilustrasi bayi. dailyalternative.co.uk

TEMPO.CO, Jakarta - Pelatihan bagi ibu-ibu hamil sangat diperlukan agar bayinya lahir dengan sehat dan tidak prematur. "Bagaimana mereka menjaga kebersihan, kesehatan, asupan makanan, mengetahui gerak bayi di dalam kandungan dan informasi penting lainnya," kata Dr. dr Agus Supriyadi, Sp.OG, dokter kebidanan dan kandungan di Rumah Sakit Harapan Kita, Jakarta.

Menurut Agus, ibu hamil harus menjaga kesehatan agar tubuhnya tidak terinfeksi. Mulai dari kesehatan gigi, keputihan, saluran kemih dan lainnya. Karena, katanya kepada Tempo, 28 April 2015, infeksi menjadi salah satu faktor penyebab kelahiran prematur. Kelahiran ini didefinisikan sebagai kelahiran hidup bayi kurang dari usia kehamilan 37 minggu.

Menurut data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), 44 persen kematian bayi di dunia pada 2012 terjadi pada 28 hari pertama kehidupan (masa neonatal). Penyebab terbesar (37 persen) ialah kelahiran prematur. Kelahiran prematur ini menjadi penyebab kematian kedua tersering pada balita setelah pneumonia.

Ternyata Indonesia menempati peringkat kelima sebagai negara dengan jumlah bayi prematur terbanyak di dunia. Hal itu merujuk pada laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang berjudul Born Too Soon, The Global Action Report on Preterm Birth 2012. Jika tak ditangani dengan benar, proses tumbuh kembang bayi prematur akan terganggu, sehingga kualitas manusia Indonesia di masa depan terancam.

Laporan PBB menyebut 15 juta bayi lahir prematur tiap tahun. Lebih dari satu juta bayi meninggal karena komplikasi akibat lahir prematur. Bayi yang hidup selamat pun banyak yang mengalami gangguan kognitif, penglihatan, dan pendengaran. Dari laporan itu, tahun 2010, Indonesia menempati peringkat kelima negara (675.700 bayi) setelah India (3,5 juta bayi), Tiongkok (1,2 juta bayi), Nigeria (773.600 bayi), dan Pakistan (748.100 bayi).

Selain infeksi, kata Agus, sejumlah faktor menjadi penyebab kehamilan prematur, yakni hamil kembar, darah tinggi, dan keracunan kehamilan yang sering kali dialami ibu yang masih remaja. "Organ-organ reproduksi remaja belum matang atau sempurna," kata Agus yang meraih gelar doktor di Fakultas Kedokteran UI pada Februari 2015.

Elizabeth Jane Soepardi, Direktur Bina Kesehatan Anak, Kementerian Kesehatan, menjelaskan 50 persen bayi prematur lahir dari ibu yang masih remaja. Padahal, di usia remaja, fisik dan otak seseorang masih tumbuh sehingga butuh asupan nutrisi yang baik. Walhasil, remaja tersebut akan berebut nutrisi dengan janin yang dikandungnya.

Menurut Agus Supriyadi, biaya untuk merawat bayi prematur sangat mahal karena harus dimasukkan ke dalam inkubator. Dalam sehari, biayanya mencapai Rp 2-5 juta. Padahal, perawatan intensif ini butuh waktu sepekan hingga satu bulan, tergantung kesehatan bayi. Saat ini Rumah Sakit Harapan Kita Jakarta mampu menangani bayi prematur yang lahir dengan berat badan di atas 1000 gram.

Para bidan di Rumah Sakit Harapan Kita juga menggunakan metode kanguru, yaitu menempelkan atau mendekap bayi ke tubuh ibu dalam keadaan telanjang dan diselimuti. Dengan metode ini, sang bayi merasa berada lingkungan yang nyaman dan paling alamiah serta suhunya terjaga. Metode seperti di inkubator ini diterapkan dengan terlebih dulu melihat kondisi si bayi.

Selain alat yang lengkap, kata Agus, keterampilan petugas kesehatan juga terus ditingkatkan, sehingga mampu menangani kelahiran bayi prematur di Rumah Sakit Harapan Kita. Termasuk menjaga masuknya kuman dari luar pada unit perawatan dan alat kesehatan. Upaya ini relatif murah dan sederhana sehingga dapat menekan kematian bayi yang lahir prematur.

Günther Fink dari Harvard School of Public Health membuat kajian tentang kematian bayi dan upaya menguranginya untuk lembaga Copenhagen Consensus Center. "Perawatan yang tepat memiliki dampak yang sangat besar dan biaya yang dikeluarkan relatif kecil," katanya, seperti tertulis dalam buku The Smartest Targets for The World 2016-2030 terbitan April 2015, karya Direktur Copenhagen Consensus Center, Bjorn Lomborg.

Dari kajian biaya dan manfaat, Fink memperkirakan butuh dana 14 miliar dolar AS untuk mengurangi 70% kematian bayi di dunia. Jumlah ini, katanya, kelihatannya banyak, tetapi manfaatnya jauh lebih besar, yakni lebih dari 120 miliar dolar AS per tahun. Untuk setiap satu dolar yang dihabiskan, katanya, akan membantu anak yang baru lahir ke dunia sekitar 9,2 dolar AS.

Menurut Fink, mengurangi kematian bayi bukan satu-satunya target utama. Salah satu yang mendapat banyak perhatian adalah akses ke kontrasepsi yang memungkinkan perempuan muda memiliki anak ketika waktunya tepat. Selain itu, bagaimana memberi mereka pekerjaan yang lebih baik yang memungkinkan mereka berinvestasi lebih banyak bagi masa depan anak-anaknya. Untuk upaya ini, kata Fink, biaya satu dolar yang dihabiskan dapat membawa manfaat senilai 120 kali lipat.

Memang keluarga berencana adalah program baik yang harus dilakukan. Ada telaah lain soal investasi yang bisa dilakukan di sektor kesehatan kaum perempuan. Kajian ini dibuat Dara Lee Luca dan rekan-rekannya dari Harvard University. Mereka melihat pada data global kanker rahim yang menjadi pembunuh nomor empat kaum wanita. Tiap tahun setengah juta kasus terdiagnosis di mana lebih dari 200.000 kematian. Ternyata, kata Dara Lee Luca seperti termuat dalam buku The Smartest Targets for The World 2016-2030, sebanyak 85% kasus terjadi di negara berkembang.

Kini telah tersedia vaksin untuk mengatasi penyakit tersebut. Memang harganya masih mahal ketimbang obat biasa. Dari kajian Dara Lee Luca, butuh biaya 25 dolar AS untuk setiap perempuan di negara berkembang agar terbebas dari penyakit itu. Vaksinasi 70% anak perempuan akan menelan biaya 400 juta dolar AS. Upaya ini akan menyelamatkan 274 ribu perempuan di negara berkembang dari kematian karena kanker rahim. Jadi, kesimpulan kajian itu, untuk setiap dolar biaya akan membawa manfaat 3 dolar AS.

Pemerintah Indonesia telah membuat target untuk mengurangi angka kematian ibu (AKI), seperti tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015–2019. Tertulis di dokumen itu yakni menurunkan AKI dari 359 per 100 ribu kelahiran hidup menjadi 306 per 100 ribu kelahiran hidup pada 2019.

Sayangnya, untuk mewujudkan target tersebut masih menemui beberapa kendala. "Kurangnya kesadaran dan pengetahuan masyarakat mengenai pentingnya menjaga kehamilan menjadi kendala kami untuk mencapai target tersebut," kata Menteri Kesehatan Prof. Nila F Moeloek. Selain itu, ujarnya, pernikahan dini menjadi salah satu faktor penyebab. Memang, ini jadi tantangan pemerintah dan masyarakat.



UNTUNG WIDYANTO


Berita terkait

Kemenkes: Waspada Email Phishing Mengatasnamakan SATUSEHAT

22 jam lalu

Kemenkes: Waspada Email Phishing Mengatasnamakan SATUSEHAT

Tautan phishing itu berisi permintaan verifikasi data kesehatan pada SATUSEHAT.

Baca Selengkapnya

Netizen Serbu Akun Instagram Bea Cukai: Tukang Palak Berseragam

3 hari lalu

Netizen Serbu Akun Instagram Bea Cukai: Tukang Palak Berseragam

Direktorat Jenderal Bea dan Cuka (Bea Cukai) mendapat kritik dari masyarakat perihal sejumlah kasus viral.

Baca Selengkapnya

Kilas Balik Kasus Korupsi APD Covid-19 Rugikan Negara Rp 625 Miliar

5 hari lalu

Kilas Balik Kasus Korupsi APD Covid-19 Rugikan Negara Rp 625 Miliar

KPK masih terus menyelidiki kasus korupsi pada proyek pengadaan APD saat pandemi Covid-19 lalu yang merugikan negara sampai Rp 625 miliar.

Baca Selengkapnya

Bantu Warga Terdampak Gunung Ruang, Kementerian Kesehatan Salurkan 13 Ribu Masker

9 hari lalu

Bantu Warga Terdampak Gunung Ruang, Kementerian Kesehatan Salurkan 13 Ribu Masker

Kementerian Kesehatan membantu warga terdampak Gunung Ruang di Kabupaten Sitaro, Sulawesi Utara dengan penyediaan masker.

Baca Selengkapnya

Alasan Pusat Krisis Kemenkes Mengirim Tim ke Lokasi Banjir Musi Rawas Utara

9 hari lalu

Alasan Pusat Krisis Kemenkes Mengirim Tim ke Lokasi Banjir Musi Rawas Utara

Pusat Krisis Kesehatan Kemenkes mengirimkan tim khusus ke area banjir Musi Rawas Utara. Salah satu tugasnya untuk antisipasi penyakit pasca banjir.

Baca Selengkapnya

Hipertensi Jadi Penyakit Paling Banyak di Pos Kesehatan Mudik

19 hari lalu

Hipertensi Jadi Penyakit Paling Banyak di Pos Kesehatan Mudik

Kementerian Kesehatan mencatat hipertensi menjadi penyakit yang paling banyak ditemui di Pos Kesehatan Mudik Idulfitri 1445 H/2024 M.

Baca Selengkapnya

3 Kunci Penanganan Penyakit Ginjal Kronis Menurut Wamenkes

36 hari lalu

3 Kunci Penanganan Penyakit Ginjal Kronis Menurut Wamenkes

Wamenkes mengatakan perlunya fokus dalam tiga langkah penanganan penyakit ginjal kronis. Apa saja?

Baca Selengkapnya

Edy Wuryanto Ingatkan Pemerintah Antisipasi Demam Berdarah

37 hari lalu

Edy Wuryanto Ingatkan Pemerintah Antisipasi Demam Berdarah

Banyak rumah sakit penuh sehingga pasien tidak tertampung. Masyarakat miskin kesulitan akses pelayanan kesehatan.

Baca Selengkapnya

Guru Besar FKUI Rekomendasikan Strategi Memberantas Skabies

56 hari lalu

Guru Besar FKUI Rekomendasikan Strategi Memberantas Skabies

Dalam pengukuhan Guru Besar FKUI, Sandra Widaty mendorong strategi memberantas skabies. Penyakit menular yang terabaikan karena dianggap lazim.

Baca Selengkapnya

Peringatan Penyakit Tropis Terabaikan, Mana Saja Yang Masih Menjangkiti Penduduk Indonesia?

31 Januari 2024

Peringatan Penyakit Tropis Terabaikan, Mana Saja Yang Masih Menjangkiti Penduduk Indonesia?

Masih ada sejumlah penyakit tropis terabaikan yang belum hilang dari Indonesia sampai saat ini. Perkembangan medis domestik diragukan.

Baca Selengkapnya