TEMPO.CO, Surabaya-Gubernur Jawa Timur Soekarwo mengatakan secara prinsip dirinya menolak pengajuan izin PT Tirta Wahana Bali Internasional buat menambang pasir laut di Banyuwangi. Pasir itu dikeruk untuk mereklamasi Teluk Benoa, Bali. "Saya memang sudah dapat pesan singkat. Prinsip dasar, saya tidak sependapat," kata Soekarwo, Rabu, 8 April 2015.
Menurut Soekarwo, bila diberi izin penambangan pasir laut itu berpotensi merusak lingkungan di tiga kecamatan, yakni Rogojampi, Kabat dan Muncar. "Kalau permasalahan lingkungan harus dibicarakan dengan Kementerian Lingkungan Hidup. Tapi prinsip dasar saya tidak setuju," ujarnya.
Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Timur Dewi J. Putriatni menuturkan, jika izin menambang pasir laut itu ternyata masuk ke wilayah konservasi, maka Pemerintah Provinsi Jawa Timur menolak.
"Jika, misalnya, secara ekstrimnya Pemerintah Kabupaten Banyuwangi nanti tetap mengeluarkan izin analisis dampak lingkungannya (amdal) meskipun masuk wilayah konservasi, Pemerintah Jawa Timur tetap menolak. Itu sudah pasti," kata Dewi.
Namun berbeda masalahnya bila pengajuan izin menambang tersebut dilakukan di wilayah yang dalam rencana tata ruangnya masuk wilayah penambangan. Apalagi dokumen amdalnya telah dikeluarkan oleh Pemerintah Banyuwangi serta telah diajukan kepada Kementerian Lingkungan Hidup, otomatis Pemerintah Jawa Timur setuju. "Prosesnya masih panjang. Sampai sekarang kami belum menerima pengajuan izin penambangan dari perusahaan itu," ujar dia.
Sebelumnya Kepala Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten Banyuwangi Abdul Kadir mengatakan PT Tirta Wahana menemui Pemerintah Kabupaten Banyuwangi untuk menambang pasir laut di kabupaten itu. Pasir laut itu akan digunakan untuk mereklamasi Teluk Benoa, Bali.
Abdul Kadir mengatakan perwakilan PT Tirta Wahana bertemu dengan pemerintah Banyuwangi pekan lalu. Perusahaan itu telah mensurvei pantai di tiga kecamatan yang dianggap berpotensi, yakni Kabat, Rogojampi, dan Srono. "Masih penjajakan," kata Kadir.
Tirta Wahana sendiri akan mereklamasi 700 hektare kawasan Teluk Benoa. Semula perusahaan itu berencana menggunakan pasir Bali dan perairan Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat. Tapi Gubernur Nusa Tenggara Barat M. Zainul Majdi menolak rencana pengerukan pasir di wilayahnya karena akan merusak ekosistem lingkungan. Adapun proyek reklamasi Benoa ditolak masyarakat Bali.