Geger Raja Wanita: Putri Sultan HB X Angkat Bicara

Reporter

Editor

Raihul Fadjri

Kamis, 26 Maret 2015 06:34 WIB

Adik-adik dan kerabat dekat lelaki Sri Sultan Hamengkubuwono X melakukan ritual Ngabekten Ageng atau sungkeman kepada raja Sri Sultan Hamengkubuwono X saat Idul Fitri di bangsal Kencono, Keraton Yogyakarta, Minggu (19/8/2012). TEMPO/Suryo Wibowo

TEMPO.CO, Yogyakarta - Puteri sulung Raja Keraton Yogyakarta Sultan Hamengku Buwono X, Gusti Kanjeng Ratu Pembayun, mengakui ada perbedaan kepentingan di antara kerabat keraton Yogyakakarta. “Kalau beda ibu kan pasti ada (gap),” katanya saat ditemui Tempo di rumahnya, Ndalem Wironegaran, Rabu 25 Maret 2015.

Sebelumnya adik tiri Sultan HB X, GBPH Prabukusumo bereaksi terhadap sabdatama Sultan yang disampaikan pada Jumat 6 Maret 2015. Sultan meminta kerabat keraton tak lagi membicarakan soal tahta Keraton Yogyakarta itu. Dalam sabdatama itu Sultan juga mengatakan penguasa Keraton bisa saja lelaki atau perempuan.

Prabukusumo menilai pernyataan Sultan itu bertentangan dengan paugeran (peraturan) Keraton Yogyakarta menyebutkan raja adalah laki-laki, bukan perempuan. “Kalau disuruh berhenti (bicara), enggak bisa. Harus diingatkan agar sesuai paugeran,” kata Prabukusumo pada 9 Maret 2015.

Sebaliknya, menurut Pembayun, Keraton Yogyakarta bukanlah kerajaan yang anti perubahan. Ia memberi contoh, sebelum masa pemerintahan Hamengku Buwono IX, kaum perempuan tak banyak mendapat ruang di lingkungan keraton. Menari misalnya, adalah perkara tabu bagi puteri keraton. Malahan para pemain bedaya puteri diambil dari penari lelaki yang mengenakan pakaian perempuan. Tradisi itu berubah setelah Sultan Hamengku Buwono IX naik tahta. “(Keraton) sangat mengikuti zaman,” katanya.

Tak sekadar memberi ruang lebih luas bagi perempuan, penerusnya, Sultan Hamengku Buwono X malah meninggalkan kebiasaan poligami yang lazim dilakukan pendahulunya. Dengan poligami, menurut dia, Sultan merasa menanggung banyak masalah yang muncul antar-saudara, baik yang sekandung maupun beda ibu. “Yang sekandung saja ada pro dan kontra, itu tetap ada,” kata Pembayun yang kakeknya, almarhum Sultan HB IX, punya sejumlah istri.

Bagi orang di luar keraton, persoalan akibat poligami mungkin bisa dihindari dengan memisahkan rumah istri-istrinya. Tapi perlakuan itu tak bisa begitu saja diterapkan di lingkungan keraton. Masing-masing istri Sultan tetap tinggal di satu lingkungan, keraton. “Sementara peluang konflik antar mereka tetap tak terhindar, putra-putri keraton harus menerima keadaan dan saling menjaga hubungan antar saudara,” ujar Pembayun.

ANANG ZAKARIA

Berita terkait

Tradisi Grebeg Syawal Keraton Yogyakarta, Tahun Ini Tak Ada Rebutan Gunungan, Abdi Dalem Membagikan

17 hari lalu

Tradisi Grebeg Syawal Keraton Yogyakarta, Tahun Ini Tak Ada Rebutan Gunungan, Abdi Dalem Membagikan

Tahun ini, tradisi Grebeg Syawal tidak lagi diperebutkan tapi dibagikan oleh pihak Keraton Yogyakarta. Bagaimana sejarah Grebeg Syawal?

Baca Selengkapnya

Tradisi Grebeg Syawal Yogya, Ini Alasan Gunungan Tak Lagi Diperebutkan Tapi Dibagikan

19 hari lalu

Tradisi Grebeg Syawal Yogya, Ini Alasan Gunungan Tak Lagi Diperebutkan Tapi Dibagikan

Keraton Yogyakarta kembali menggelar tradisi Grebeg Syawal dalam memperingati Idul Fitri 2024 ini, Kamis 11 April 2024.

Baca Selengkapnya

78 Tahun Sultan Hamengkubuwono X, Salah Seorang Tokoh Deklarasi Ciganjur 1998

28 hari lalu

78 Tahun Sultan Hamengkubuwono X, Salah Seorang Tokoh Deklarasi Ciganjur 1998

Hari ini kelahirannya, Sri Sultan Hamengkubuwono X tidak hanya sebagai figur penting dalam sejarah Yogyakarta, tetapi juga sebagai tokoh nasional yang dihormati.

Baca Selengkapnya

Kisah Pencak Silat Merpati Putih, Bela Diri Keluarga Keraton yang Dibuka ke Masyarakat Umum

29 hari lalu

Kisah Pencak Silat Merpati Putih, Bela Diri Keluarga Keraton yang Dibuka ke Masyarakat Umum

Sejumlah teknik dan jurus pencak silat awalnya eksklusif dan hanya dipelajari keluarga bangsawan. Namun telah berubah dan lebih inklusif.

Baca Selengkapnya

269 Tahun Yogyakarta Hadiningrat, Apa Isi Perjanjian Giyanti?

49 hari lalu

269 Tahun Yogyakarta Hadiningrat, Apa Isi Perjanjian Giyanti?

Perjanjian Giyanti berkaitan dengan hari jadi Yogyakarta pada 13 Maret, tahun ini ke-269.

Baca Selengkapnya

Menengok Sejarah 13 Maret sebagai Hari Jadi DIY dan Asal-usul Nama Yogyakarta

50 hari lalu

Menengok Sejarah 13 Maret sebagai Hari Jadi DIY dan Asal-usul Nama Yogyakarta

Penetapan 13 Maret sebagai hari jadi Yogyakarta tersebut awal mulanya dikaitkan dengan Perjanjian Giyanti pada 13 Februari 1755

Baca Selengkapnya

Keraton Yogyakarta Gelar Pameran Abhimantrana, Ungkap Makna di Balik Upacara Adat

50 hari lalu

Keraton Yogyakarta Gelar Pameran Abhimantrana, Ungkap Makna di Balik Upacara Adat

Keraton Yogyakarta selama ini masih intens menggelar upacara adat untuk mempertahankan tradisi kebudayaan Jawa.

Baca Selengkapnya

Nyepi Di Candi Prambanan, Polisi Berkuda Patroli dan Tiga Akses Masuk Dijaga Bregada

51 hari lalu

Nyepi Di Candi Prambanan, Polisi Berkuda Patroli dan Tiga Akses Masuk Dijaga Bregada

Kawasan Candi Prambanan Yogyakarta tampak ditutup dari kunjungan wisata pada perayaan Hari Raya Nyepi 1946, Senin 11 Maret 2024.

Baca Selengkapnya

Mengenal Tradisi Ngapem Ruwahan di Yogyakarta untuk Sambut Ramadan

27 Februari 2024

Mengenal Tradisi Ngapem Ruwahan di Yogyakarta untuk Sambut Ramadan

Tradisi Ngapem Ruwahan di Yogyakarta mengajak saling memaafkan dan persiapan mental sebelum ibadah puasa Ramadan.

Baca Selengkapnya

Sultan HB X Beri Pesan Untuk Capres Pasca-Coblosan: Semua Perbedaan dan Gesekan Juga Harus Selesai

14 Februari 2024

Sultan HB X Beri Pesan Untuk Capres Pasca-Coblosan: Semua Perbedaan dan Gesekan Juga Harus Selesai

Sultan HB X seusai mencoblos hari ini memberikan pesan agar usai Pemilu, semua permasalahan, perbedaan antarcapres selesai.

Baca Selengkapnya