UU Air Dibatalkan, Bagaimana Nasib Kontrak Privatisasi Air?  

Reporter

Selasa, 24 Februari 2015 14:26 WIB

Aksi teatrikal dari Koalisi rakyat untuk hak atas air (KRuHA Indonesia) saat melakukan aksi damai dalam memperingati hari air sedunia di bundaran hotel Indonesia, Thamrin, Jakarta (22/3). Dalam aksi damai tersebut mereka menolak komersialisasi dan privitalisasi air. Mereka memprotes atas privatisasi sejumlah perusahaan air minum serta investasi asing atas perusahaan pengelola air minum. Tempo/Aditia Noviansyah

TEMPO.CO, Jakarta - Setelah Mahkamah Konstitusi membatalkan semua pasal Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (SDA), Muhammadiyah mendesak Dewan Perwakilan Rakyat segera membahas undang-undang baru sebagai penggantinya. Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Din Syamsuddin berharap UU baru ini nantinya bebas dari multitafsir.

"Jangan sampai UU baru ini memberi kode kepada swasta bahwa mengelola air sama dengan menguasai sumber air," kata Din di kantornya, Senin, 23 Februari 2015.

Muhammadiyah merupakan salah satu pemohon dalam judicial review UU Sumber Daya Air. Setelah sidang dan pembahasan selama setahun, MK mengabulkan permohonan itu pekan lalu. Selain membatalkan UU SDA, MK juga memberlakukan kembali UU Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan hingga ada UU baru.

UU 7 Tahun 2004 menjadi rujukan privatisasi dan komersialisasi air. Pemohon, kata Din, berhasil membuktikan kerugian konstitusional akibat hal tersebut. "Terutama bagi petani di sekitar industri besar air mineral kemasan. Irigasi mereka kering," kata Din. "Ironisnya, air mineral kemasan yang diambil dari belakang rumah mereka dijual mahal di depan mata mereka sendiri."

Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies Marwan Batubara mengatakan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional harusnya mulai mengerjakan purwarupa pengelolaan air dalam negeri. "Baik membentuk dengan badan usaha milik negara, daerah, atau koperasi," ujarnya.

Marwan—yang juga pemohon dalam judicial review itu—berharap pengelolaan air diurus secara profesional layaknya mengelola minyak bumi dan gas. "Pemerintah bisa membentuk badan pengawas hilir dan hulu," katanya. "Mengurus air, kan, tidak perlu teknologi tinggi. Masak, itu saja harus bermitra dengan perusahaan asing."

Ia mendesak pemerintah segera membatalkan kerja sama dengan perusahaan asing dalam pengelolaan air. "Bisa secara perlahan transfer saham ke pemerintah pusat atau daerah dengan harga wajar secara bertahap," ucapnya. "Yang jelas, semua yang punya wewenang harus bergerak cepat menaati putusan MK."

Poin penting dari putusan MK adalah hak penguasaan air dimiliki negara. Hak penguasaan negara atas air diwujudkan dengan membuat kebijakan, mengendalikan, mengatur, mengelola, dan mengawasi. "UU baru harus mencakup semua aspek ini," kata Marwan.

Sejak diberlakukan sepuluh tahun lalu, Undang-Undang 7 Tahun 2004 dinilai sebagai payung hukum yang melegalkan keterlibatan perusahaan swasta dan asing dalam menyediakan air bersih bagi warga Indonesia. Status air sejak itu dianggap sebagai barang ekonomi yang untuk mendapatkannya mengikuti hukum ekonomi.

Salah satu contoh privatisasi air adalah pengelolaan air bersih oleh perusahaan PT Palyja yang sebagian sahamnya dimiliki perusahaan Prancis, dan PT Aetra yang sebagian sahamnya dimiliki perusahaan Inggris. Kedua perusahaan swasta itu bekerja sama dengan PAM Jaya selama 25 tahun sejak 1998.

Wakil Ketua Komisi Pertanian Dewan Perwakilan Rakyat Viva Yoga Mauladi mengatakan pembahasan UU Sumber Daya Air baru bisa masuk dalam revisi Prolegnas 2015. "Melihat kebutuhannya, kami bisa mengajukan revisi ke Badan Legislasi," katanya.

Komisi Pertanian, kata Viva, bakal segera merancang cetak biru pengelolaan air dengan pemerintah. "Memang harus ada badan usaha milik negara atau pemerintah yang khusus menangani air," ujarnya. "Selama ini memang sudah ada, seperti PDAM di daerah-daerah, tapi tidak maksimal menjalankan lima fungsi yang disebutkan dalam putusan MK itu."

Politikus Partai Amanat Nasional itu mengatakan pengelolaan air memang harus diserahkan sepenuhnya kepada negara. "Kami menerima masukan segala pihak untuk pembahasan UU SDA yang baru," kata Viva.

INDRI MAULIDAR

Berita terkait

Bahlil Beri Sinyal Ormas Bisa Kelola Izin Tambang, Aspebindo: Modal untuk Mandiri

3 jam lalu

Bahlil Beri Sinyal Ormas Bisa Kelola Izin Tambang, Aspebindo: Modal untuk Mandiri

Aspebindo mendukung rencana pemerintah membagikan izin usaha pertambangan (IUP) kepada ormas keagamaan. Apa alasannya?

Baca Selengkapnya

Baznas - Muhammadiyah Gulirkan Program Pengembangan SDM Unggul

1 hari lalu

Baznas - Muhammadiyah Gulirkan Program Pengembangan SDM Unggul

Kolaborasi antara Baznas dengan Muhammadiyah dalam pemanfaatan dana zakat, bisa memberikan manfaat yang besar bagi kepentingan umat

Baca Selengkapnya

Jika Prabowo Tunjuk Mendikbud dari Muhammadiyah, Darmaningtyas: Tak Masalah, Asal...

2 hari lalu

Jika Prabowo Tunjuk Mendikbud dari Muhammadiyah, Darmaningtyas: Tak Masalah, Asal...

Darmaningtyas mengatakan tak masalah jika Mendikbud era Prabowo dari Muhammadiyah, asal tokoh tersebut berlatar belakang dunia pendidikan.

Baca Selengkapnya

Kata Ketum Muhammadiyah Soal Gugatan PDIP di PTUN

3 hari lalu

Kata Ketum Muhammadiyah Soal Gugatan PDIP di PTUN

Apa kata Ketum Muhammadiyah soal gugatan PDIP di PTUN?

Baca Selengkapnya

KPU Tetapkan Prabowo-Gibran Pemenang Pilpres 2024, Ini Tanggapan PBNU, PP Muhammadiyah hingga Kadin

6 hari lalu

KPU Tetapkan Prabowo-Gibran Pemenang Pilpres 2024, Ini Tanggapan PBNU, PP Muhammadiyah hingga Kadin

Reaksi PBNU, PP MUhammadiyah, Kadin Terhadap Penetapan Prabowo - Gibran Pemenang Pilpres 2024 oleh KPU

Baca Selengkapnya

Tanggapan Demokrat dan Muhammadiyah Soal Kabinet Prabowo-Gibran

7 hari lalu

Tanggapan Demokrat dan Muhammadiyah Soal Kabinet Prabowo-Gibran

Muhammadiyah menyatakan belum ada pembahasan soal formasi kabinet pemerintahan Prabowo-Gibran.

Baca Selengkapnya

Respons PBNU dan Muhammadiyah terhadap Putusan MK

8 hari lalu

Respons PBNU dan Muhammadiyah terhadap Putusan MK

Haedar Nashir puji Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud yang menerima hasil putusan MK.

Baca Selengkapnya

Kata Ketum PP Muhammadiyah Soal Sikap Ganjar dan Anies Terkait Putusan MK

8 hari lalu

Kata Ketum PP Muhammadiyah Soal Sikap Ganjar dan Anies Terkait Putusan MK

Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Haedar Nashir angkat bicara ihwal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal sengketa hasil Pemilu 2024.

Baca Selengkapnya

Putusan Sengketa Pilpres 2024, Din Syamsuddin: Apapun Keputusannya Bukan Kiamat

9 hari lalu

Putusan Sengketa Pilpres 2024, Din Syamsuddin: Apapun Keputusannya Bukan Kiamat

Din Syamsuddin meminta agar masyarakat menahan diri atas apapun keputusan Mahkamah Konstitusi dalam sengketa Pilpres 2024.

Baca Selengkapnya

H-3 Putusan Sengketa Pilpres: Demo AMIN hingga Karangan Bunga Pendukung Prabowo-Gibran

12 hari lalu

H-3 Putusan Sengketa Pilpres: Demo AMIN hingga Karangan Bunga Pendukung Prabowo-Gibran

H-3 putusan sengketa Pilpres 2024 di MK terjadi demo, pengiriman karangan bunga hingga keamanan diperketat.

Baca Selengkapnya