Pimpinan KPK Dilumpuhkan: Skor SBY: 3, Jokowi: 1

Reporter

Senin, 9 Februari 2015 05:08 WIB

Presiden Jokowi (tengah kiri) dan Ibu Negara Iriana (kiri) didampingi mantan Presiden SBY (kanan) melambaikan tangan kepada parade militer di Istana Negara, Jakarta, 20 Oktober 2014. AP/Mast Irham

TEMPO.CO, Jakarta -Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Bambang Widjojanto mengatakan upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan lembaganya belakangan tidak maksimal. Hal itu karena fokus KPK terpecah akibat adanya konflik dengan kepolisian.


"Ada program-program yang melemah karena resource KPK digunakan untuk menghadapi situasi ini," ujar Bambang pada acara peluncuran Madrasah Antikorupsi di Pusat Dakwah Muhammadiyah, Minggu, 8 Februari 2015.


Selain terpecahnya fokus, penyelidikan KPK juga terhambat fakto eksternal. Sebelumnya, KPK memanggil sejumlah saksi dari kepolisian terkait kasus transaksi mencurigakan yang dilakukan Komisaris Jenderal Budi Gunawan. KPK juga memanggil langsung Budi untuk diperiksa. Tapi mereka memilih mangkir.


Proses pelemahan KPK ini akan semakin parah bila Ketua KPK Abrahaman Samad yang telah dilaporkan dalam kasus pemalsuan dokumen juga akan dijadi tersangka. Tapi sebelum hal itu terjadi, setidaknya di era Presiden Jokowi telah satu anggota pimpinan KPK yang jadi tersangka, yakni Bambang Widjojanto. Ia dijerat dengan tuduhan menyuruh saksi memberikan kesaksian palsu dalam sidang pilkada di Mahkamah Konstitusi.


Sejarah KPK seolah berulang. Di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ada 3 anggota pimpinan KPK juga menjadi tersangka. Pada 2009, Ketua KPK Antasari Azhar ditetapan sebagai tersangka kasus pembunuhan bos PT Putra Rajawali Banjaran Nasruddin Zulkarnain.


Advertising
Advertising

Status Antasari pertama kali justru diketahui dari kejaksaan setelah mendapat surat berkode rahasia dari kepolisian. Di situ tertulis bahwa Ketua KPK Antasari Azhar telah ditetapkan sebagai tersangka. “Tersangka saja. Bukan saksi,” kata Jasman Pandjaitan, juru bicara Kejaksaan Agung, saat dihubungi Tempo, Sabtu, 2 Mei 2009.


Hanya berselang empat bulan kemudian, Mabes Polri juga menetapkan pimpinan KPK yang lain, Chandra M. Hamzah dan Bibit Samad Riyanto, jadi tersangka, tapi dalam kasus berbeda. Menurut Wakil Kepala Badan Reserse Kriminal Brigadir Jenderal Dikdik Mulyana Arif Mansyur, saat itu keduanya melanggar prosedur penerbitan dan pencabutan cegah-tangkal seseorang bepergian ke luar negeri.


Chandra, kata Dikdik, jadi tersangka karena menerbitkan surat permohonan cekal tertanggal 22 Agustus 2008 untuk bos PT Masaro Anggoro Widjojo. “Padahal Anggoro bukan merupakan subjek hukum yang tengah disidik oleh KPK. Status Anggoro tidak jelas,” kata Dikdik, dalam jumpa pers di Mabes Polri, Rabu 16 September 2009.


MOYANG KASIH DEWIMERDEKA | TIM TEMPO

Berita terkait

BPJS Kesehatan Menjadi KRIS, Bagaimana Ketentuan Bisa Naik Kelas Rawat Inap?

41 menit lalu

BPJS Kesehatan Menjadi KRIS, Bagaimana Ketentuan Bisa Naik Kelas Rawat Inap?

BPJS Kesehatan akan memberlakukan kelas tunggal dan sistem baru dalam bentuk KRIS, bagaimana sistem dan ketentuan naik kelas rawat inap?

Baca Selengkapnya

Terpopuler: Ledakan Smelter PT KFI Ancam Keselamatan Warga, Pemerintah Klaim Pembebasan Lahan IKN Tidak Melanggar HAM

4 jam lalu

Terpopuler: Ledakan Smelter PT KFI Ancam Keselamatan Warga, Pemerintah Klaim Pembebasan Lahan IKN Tidak Melanggar HAM

Terpopuler bisnis: Keselamatan warga sekitar terancam karena smelter PT KFI kerap meledak. Pemerintah klaim pembebasan lahan IKN tidak melanggar HAM.

Baca Selengkapnya

Luhut: World Water Forum Bali Akan Hasilkan 120 Proyek Senilai Rp 150 Triliun

13 jam lalu

Luhut: World Water Forum Bali Akan Hasilkan 120 Proyek Senilai Rp 150 Triliun

Luhut mengungkap itu lewat pernyataannya bahwa World Water Forum di Bali harus menghasilkan, apa yang disebutnya, concrete deliverables.

Baca Selengkapnya

Khawatir Ada Titipan, Novel Baswedan Harap Unsur Masyarakat dalam Pansel KPK Diperbanyak

14 jam lalu

Khawatir Ada Titipan, Novel Baswedan Harap Unsur Masyarakat dalam Pansel KPK Diperbanyak

Novel Baswedan, mengomentari proses pemilihan panitia seleksi atau Pansel KPK.

Baca Selengkapnya

Dapat Penugasan dari Golkar, Musa Rajekshah Ambil Formulir Pendaftaran di PDIP untuk Pilgub Sumut

14 jam lalu

Dapat Penugasan dari Golkar, Musa Rajekshah Ambil Formulir Pendaftaran di PDIP untuk Pilgub Sumut

Partai Golkar Sumut optimistis PDIP akan mengusung Musa Rajekshah dalam Pilgub Sumut 2024.

Baca Selengkapnya

Respons KSP Ihwal Jokowi Tunjuk Grace Natalie dan Juri Ardiantoro sebagai Staf Khusus Presiden

15 jam lalu

Respons KSP Ihwal Jokowi Tunjuk Grace Natalie dan Juri Ardiantoro sebagai Staf Khusus Presiden

Tenaga Ahli Utama KSP Ali Mochtar Ngabalin belum mengetahui di bidang apa Grace Natalie dan Juri Ardiantoro akan ditugaskan.

Baca Selengkapnya

Rumah Dinas Menteri di IKN Bisa Ditambah Jika Prabowo Bentuk Kementerian Baru, Pengamat: Pemborosan Anggaran

16 jam lalu

Rumah Dinas Menteri di IKN Bisa Ditambah Jika Prabowo Bentuk Kementerian Baru, Pengamat: Pemborosan Anggaran

Satgas Pelaksana Pembangunan Infrastruktur IKN menyebut rumah dinas menteri di IKN bisa ditambah jika presiden terpilih Prabowo Subianto membentuk kementerian baru. Pengamat menilai hal ini sebagai bentuk pemborosan anggaran.

Baca Selengkapnya

Pengacara Jelaskan Kondisi Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta Usai Dilaporkan ke KPK

17 jam lalu

Pengacara Jelaskan Kondisi Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta Usai Dilaporkan ke KPK

Bekas Kepala Bea Cukai Purwakarta Rahmady Effendy Hutahaean disebut butuh waktu untuk beristirahat usai dilaporkan ke KPK

Baca Selengkapnya

Kritik PDIP Tak Undang Jokowi ke Rakernas, Noel Kutip Puisi Soekarno

17 jam lalu

Kritik PDIP Tak Undang Jokowi ke Rakernas, Noel Kutip Puisi Soekarno

Noel mengutip puisi karya Presiden Pertama RI Soekarno, untuk mengkritik PDIP yang tidak mengundang Jokowi di Rakernas

Baca Selengkapnya

Istri akan Dampingi Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta Klarifikasi LHKPN di KPK

19 jam lalu

Istri akan Dampingi Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta Klarifikasi LHKPN di KPK

KPK menjadwalkan pemanggilan Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta, Rahmady Effendy Hutahaean, untuk memberikan klarifikasi soal kejanggalan LHKPN

Baca Selengkapnya