Presiden Jokowi bersama Wapres Jusuf Kalla saat memimpin Sidang Kabinet Kerja di Kantor Presiden, Komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, 27 Oktober 2014. Sidang ini merupakan sidang perdana Kabinet Kerja pemerintahan Jokowi-JK. TEMPO/Subekti.
TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto mengatakan pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla tak mengenal sistem seratus hari. Menurut dia, program seratus hari merupakan persepsi publik yang lebih berorientasi pada sistem di Amerika Serikat.
"Pemerintah tidak kenal 100 hari, tapi quick win. Masing-masing lembaga ada quick win yang beda-beda," ujar Andi di kantornya, Selasa, 27 Januari 2015. (Baca: Alumni HMI Serukan Jokowi Hanya Tunduk pada Rakyat)
Menurut Andi, masing-masing kementerian diberi target berbeda. Misalnya, kata Andi, ihwal penataan izin, kementerian diberi waktu enam bulan. Ihwal pengadaan pupuk dan benih malah sudah selesai pada awal Desember 2014. "Pemerintahan Jokowi-JK tak pakai seratus hari sebagai indikator soal evaluasi kerja," katanya. (Baca: Dua Kekurangan Jokowi di Mata Oce Madril)
Sebelumnya, juru bicara Koalisi Merah Putih, Nurul Arifin, menyatakan, dalam seratus hari pertama, Presiden Joko Widodo belum berhasil mewujudkan pemerintahan yang kuat. (Baca: Saldi Isra: 100 Hari Kerja, Jokowi dalam Turbulensi)
Menurut Nurul, tantangan terbesar yang menghambat kerja Jokowi sejak dilantik pada 20 Oktober 2014 justru berasal dari partai-partai pendukung mantan Gubernur DKI Jakarta itu pada pemilihan presiden lalu. (Baca: Kisruh KPK Vs Polri, SBY Berkicau di Twitter)
Intervensi terhadap pemerintahan Jokowi, menurut Nurul, tak hanya berasal dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, tapi juga partai pendukung Jokowi lain, yakni NasDem, Partai Kebangkitan Bangsa, Hati Nurani Rakyat, serta Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia. (Baca juga: 100 Hari Jokowi, ICW: Nilainya Lima)