Politikus Senayan Mulai 'Serang' KPK  

Reporter

Selasa, 20 Januari 2015 18:14 WIB

Ketua KPK Abraham Samad (kanan) bersama Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto, beri keterangan kepada wartawan terkait penetapan tersangka kepada Komjen Pol Budi Gunawan, di Gedung KPK, Jakarta, 13 Januari 2015. Tempo/Dian Triyuli Handoko

TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat mulai “menyerang” Komisi Pemberantasan Korupsi pasca-penetapan Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai tersangka.


Budi ditetapkan sebagai tersangka kasus suap pada 13 Januari lalu. Sehari kemudian, Komisi Hukum DPR tetap melakukan uji kelayakan terhadap Budi sebagai calon Kapolri dan akhirnya meluluskannya.

Presiden Jokowi telah menunda pengangkatan Budi sebagai Kapolri dan menunjuk Wakil Kapolri Komisaris Jenderal Badrodin Haiti sebagai Pelaksana Tugas Kapolri pada 16 Januari 2015. Adapun Kapolri Jenderal Sutaraman diberhentikan.


Hanya, kecaman politikus Senayan terhadap KPK belum berhenti. Wakil Ketua DPR Fadli Zon menuduh KPK menggunakan abuse of power atas penetapan Budi Gunawan sebagai tersangka. "Ini kasus lama, 2006, mengapa baru sekarang. Sudah sembilan tahun berjalan, kenapa baru sekarang?" ujar Fadli, 19 Januari 2015.

Menurut dia, KPK menerapkan standar ganda dalam penetapan Budi Gunawan sebagai tersangka. Fadli mencontohkan, ada tersangka yang telah ditetapkan lebih dari setahun tapi penyidikannya menggantung.

Politikus Partai Gerindra itu mempertanyakan kelanjutan kasus yang menjerat Jero Wacik, Sutan Bhatoegana, dan Suryadharma Ali, "Bisa jadi, (KPK) jadi alat permainan politik," katanya. (Baca: Hanya Tuhan yang Mengevaluasi KPK.)

Fadli memastikan DPR akan mengevaluasi kinerja KPK. Sebab, ia menilai, selama ini, KPK tak terkontrol. "Bagaimana prosedur ditetapkan tersangka, bagaimana orang bisa disadap? Masak, selama ini yang bisa evaluasi hanya Tuhan," ujarnya.

Politikus Partai Keadilan Sejahtera, Nasir Djamil, juga berpendapat senada. Ia menganggap KPK lebih banyak ditunggangi kepentingan politik karena sering dimintai pendapat saat presiden atau pejabat publik lain butuh nama pejabat bersih.

"Kalau sudah begini, mari kita revisi Undang-Undang KPK menjadi lembaga screening pejabat," katanya saat diskusi dengan wartawan, Ahad, 18 Januari 2015.

Padahal, menurut Nasir, KPK bekerja sebagai lembaga penegakan hukum dan pencegahan korupsi berdasarkan lima asas, yaitu kepastian hukum, akuntabilitas, keterbukaan, kepentingan umum, dan proporsionalitas.

"Namun kenyataannya, dalam kasus Budi Gunawan, tak satu pun asas itu digunakan. Tidak ada kepastian hukum dan keterbukaan," ujar Nasir. (Baca: Andai Budi Gunawan Ketua KPK Jadi Tersangka.)

Ia juga menyayangkan sikap masyarakat yang sudah terlalu mendewakan lembaga pimpinan Abraham Samad itu. "Coba dibalik, seandainya Budi Gunawan adalah pimpinan KPK dan dia dijadikan tersangka oleh kejaksaan atau kepolisian," tutur Nasir.

“Semua orang pasti akan berteriak kalau ini adalah kriminalisasi dan meminta presiden membentuk tim independen," kata anggota Komisi Hukum DPR itu.

INDRI MAULIDAR | TIKA PRIMANDARI


Berita Terpopuler
Tolak Tawaran Jokowi, Sutarman Pilih Bertani
Menteri Tedjo Anti-Difoto Saat Melihat Jam Tangan
Suhardi Alius Serahkan Jabatan Diam-diam, Ada Apa?
Gubernur Cornelis Gusar, Ancam Usir Pendemo Jokowi
Ridwan Kamil Luncurkan Layanan Publik Canggih BCC

Berita terkait

KPK Tengah Telusuri Aliran Uang dalam Kasus Dugaan Proyek Fiktif di Telkomsigma

37 menit lalu

KPK Tengah Telusuri Aliran Uang dalam Kasus Dugaan Proyek Fiktif di Telkomsigma

KPK tengah menelusuri aliran uang dalam kasus dugaan korupsi di anak usaha PT Telkom, Telkomsigma.

Baca Selengkapnya

Surati Jokowi Soal Pansel KPK, Muhammadiyah Sebut Istana Belum Respons

1 jam lalu

Surati Jokowi Soal Pansel KPK, Muhammadiyah Sebut Istana Belum Respons

PP Muhammadiyah belum mendapatkan balasan surat dari Jomowi soal usulan mereka mengenai pembentukan Panitia Seleksi Calon Pimpinan KPK.

Baca Selengkapnya

LHKPN Janggal Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta, KPK: Harta Rp 6 Miliar Tapi Bisa Beri Pinjaman Rp 7 Miliar?

5 jam lalu

LHKPN Janggal Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta, KPK: Harta Rp 6 Miliar Tapi Bisa Beri Pinjaman Rp 7 Miliar?

KPK telah menjadwalkan pemanggilan eks Kepala Bea Cukai Purwakarta pekan depan untuk mengklarifikasi kejanggalan LHKPN.

Baca Selengkapnya

KPK Geledah Rumah Adik Syahrul Yasin Limpo di Makassar, Setelah Sita 1 Rumah SYL

7 jam lalu

KPK Geledah Rumah Adik Syahrul Yasin Limpo di Makassar, Setelah Sita 1 Rumah SYL

Nilai rumah mewah Syahrul Yasin Limpo yang disita KPK di Makassar tersebut diperkirakan sekitar Rp4,5 miliar.

Baca Selengkapnya

Saksi Sebut Syahrul Yasin Limpo Minta Ditjen Tanaman Pangan Kementan Bayar Lukisan Rp 100 Juta

8 jam lalu

Saksi Sebut Syahrul Yasin Limpo Minta Ditjen Tanaman Pangan Kementan Bayar Lukisan Rp 100 Juta

Permintaan untuk membayar lukisan itu disampaikan oleh eks Staf Khusus (Stafsus) Syahrul Yasin Limpo yaitu Joice Triatman.

Baca Selengkapnya

Nurul Ghufron Kembali Jalani Sidang Etik, Ini Penjelasannya

13 jam lalu

Nurul Ghufron Kembali Jalani Sidang Etik, Ini Penjelasannya

Nurul Ghufron mengatakan besok dia akan kembali menjalani sidang etik dengan agenda pembelaan.

Baca Selengkapnya

KPK Panggil Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta Rahmady Effendy Pekan Depan

14 jam lalu

KPK Panggil Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta Rahmady Effendy Pekan Depan

Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta, Rahmady Effendy, akan menjalani klarifikasi soal LHKPN-nya di KPK pekan depan.

Baca Selengkapnya

Korupsi Rumah Dinas DPR, KPK: Vendor Dapat Keuntungan Secara Melawan Hukum

15 jam lalu

Korupsi Rumah Dinas DPR, KPK: Vendor Dapat Keuntungan Secara Melawan Hukum

KPK memeriksa Indra Iskandar, Sekjen DPR RI, dalam kasus korupsi rumah dinas DPR.

Baca Selengkapnya

Jaksa KPK Lacak Sumber Pembelian Mercedes Benz Sprinter 315 CD Milik Syahrul Yasin Limpo

18 jam lalu

Jaksa KPK Lacak Sumber Pembelian Mercedes Benz Sprinter 315 CD Milik Syahrul Yasin Limpo

Jaksa KPKsedang melacak sumber pembelian mobil Mercedes Benz Sprinter 315 CD hitam milik Syahrul Yasin Limpo (SYL) yang disita oleh penyidik.

Baca Selengkapnya

Setelah Sita Satu Rumah di Jaksel, KPK Kembali Sita Rumah SYL di Makassar Senilai Rp 4,5 Miliar

20 jam lalu

Setelah Sita Satu Rumah di Jaksel, KPK Kembali Sita Rumah SYL di Makassar Senilai Rp 4,5 Miliar

KPK kembali menyita sejumlah aset milik eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo atau SYL, kali ini sebuah rumah di Makassar senilai Rp 4,5 miliar.

Baca Selengkapnya