Sejumlah pelajar mengamati replika kondisi bumi akibat pemanasan global dalam Green Festival di Jakarta, (5/12). Kampanye lingkungan hidup ini akan berlangsung hingga hari Minggu besok. ANTARA/Puspa Perwitasari
<!--more--> Perubahan iklim, kata dia, sulit dikendalikan dan memerlukan biaya investasi untuk adaptasi yang sangat mahal. Semua negara perlu terus membangun dengan pola yang rendah emisi. (Baca: Jurnalis AJI Bakal Liput Konferensi Iklim di Peru)
Menurut dia, Indonesia terus berkomitmen mengurangi emisi karbon. Dengan dukungan kalangan internasional, target penurunan emisi karbon sebesar 41 persen. Indonesia tahun 2000 emisi karbonya per kapita lebih dari lima ton.
Kalau pemerintah tidak serius dan tidak punya strategi bagus untuk mengatasinya, maka pada 2020 emisi karbon bisa mencapai 11 ton. Sedangkan, target global emisi karbon per kapita mencapai 1,72 ton pada 2050. "Perlu upaya serius lewat kebijakan yang didukung sains yang kuat," kata peneliti Institut Pertanian Bogor ini.
Dia mengatakan untuk mengatasi perubahan iklim lewat teknologi baru membutuhkan waktu yang lama. Hal yang lebih penting adalah merubah perilaku masyarakat untuk melakukan upaya mitigasi yang sifatnya tidak ada penyesalan ketika melakukannya. Misalnya penghematan energi, pengolaan sumber daya lahan, dan pengelolaan hutan. "Sebanyak 60 persen emisi karbon disumbang dari penggunaan hutan. Mitigasi dan adaptasi sama pentingnya," kata dia.