Mbah Ginem, salah satu anggota keluarga miskin yang terpaksa makan bangkai binatang di Nganjuk, Jawa Timur. TEMPO/ Hari Tri Warsono
Di tengah situasi ini, Suparman berusaha membantu kakaknya mencari makan. Namun kondisi keterbelakangan mental membuatnya tak cukup mampu bekerja selain mengais makanan dari sungai. Salah satunya adalah bangkai binatang yang kerap mengapung di sungai bersama kotoran. Di atas tungku kayu yang terbuat dari tanah liat, Sadinah memasak bangkai binatang itu menjadi lauk bagi sekeluarga. Ginem yang masih memiliki akal waras pun tak mampu berbuat apa-apa.
Kondisi mereka sedikit berubah ketika banyak warga menyumbangkan kebutuhan pokok ke rumah Sadinah. Bahkan Kapolres Nganjuk Ajun Komisaris Besar Anggoro Sukartono tergerak membawa Sadinah, Suparman, dan Suparti ke Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya. Setelah menjalani pengobatan beberapa saat, Sadinah diperbolehkan pulang terlebih dulu.
Perempuan ini dinyatakan sembuh dan telah menjejakkan kaki di rumahnya kemarin, Selasa 15 Juli 2014. Bangunan rumahnya juga sudah diperbaiki oleh anggota Polres Nganjuk agar layak huni. "Kami serahkan pengurusan mereka kepada pemerintah," kata Anggoro saat menerima kepulangan Sadinah di Nganjuk.
Disinggung tentang lambannya respons pemerintah Nganjuk dalam mengatasi persoalan ini, Gozali berdalih pemerintah tak mau melanggar hak asasi manusia. Menurut dia, pada awalnya keluarga itu menolak tawaran pemerintah untuk berobat. Sebab, kondisi kejiwaan mereka terganggu dan mereka tak bisa berpikir sehat. "Jika pemerintah memaksa mengobati, akan melanggar HAM," katanya. HARI TRI WASONO