TEMPO.CO, Yogyakarta - Kasus pungutan liar untuk pengurusan program layanan rakyat untuk sertifikasi tanah (larasita) terjadi di Desa Trimulyo, Jetis, Bantul, Yogyakarta. Modusnya dengan menggunakan peraturan desa yang ditandatangani oleh kepala desa. Padahal layanan yang digulirkan oleh pemerintah itu gratis, tetapi dalam peraturan desa warga dipungut Rp 300 ribu-350 ribu.
Mantan Kepala Bagian Pemerintahan Desa Sekretariat Daerah (Setda) Bantul, Sigit Widodo, mengatakan kebijakan itu menyalahi aturan dan juga menyalahi mekanismenya.
"Seharusnya rancangan perdes dikonsultasikan dulu, tetapi yang diberikan ke kami sudah ditandatangani," kata Sigit saat menjadi saksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Senin, 30 Juni 2014. (Baca: Pungli KTP Elektronik, Pejabat Didenda Rp 75 Juta)
Sidang yang dipimpin oleh ketua majelis hakim Arini ini merupakan sidang dengan terdakwa Kepala Desa Trimulyo Mujono. Menurut Sigit, jika ada mekanisme konsultasi, maka pemerintah kabupaten bisa mengevaluasi rancangan itu. Memang, peraturan desa itu ranah kepala desa. Tetapi mekanismenya harus benar.
Peraturan desa yang menyertakan pungutan untuk pengurusan sertifikat tanah itu tidak ada dalam peraturan bupati (perbup) atau peraturan daerah. Sayangnya, tidak ada sanksi dalam penyusunan peraturan desa itu.
Penasihat hukum terdakwa, Angga Wijaya, peraturan desa adalah wewenang kepala desa. Itu sesuai dengan aturan bupati Nomor 03/2009 Pasal 22, peraturan desa hanya ditandatangani oleh kepala desa atau lurah. Ia menganggap kewalahan kliennya hanyalah masalah administrasi saja. "Ini ranah tata usaha negara bukan tindak pidana korupsi," kata dia.
Sidang ini juga mendatangkan saksi sebanyak 16 orang. Ruang sidang penuh dengan saksi dan pengunjung. Para saksi tidak secara pasti tahu soal peraturan desa yang diterbitkan dalam pungutan uang pengurusan sertifikat. Mereka sebagian dari perangkat desa dan sebagian banyak warga setempat.
Mereka hanya menerima salinan surat keputusan dan lampiran biaya pungutan untuk pembuatan sertifikat tanah warisan sebesar Rp 350.000 dan sertifikat konversi dari letter c sebesar Rp 300.000. Duit yang dikeruk dari warga dalam kasus ini mencapai Rp 100 juta. Kepala desa itu kini ditahan di Rumah Tahanan Wirogunan, Yogyakarta.