TEMPO.CO, Slawi - Pembalakan liar marak terjadi di hutan milik Perum Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan Pemalang wilayah Kabupaten Tegal. Tahun ini, Polisi Tegal menangani empat kasus.
Tiga kasus di antaranya, pembalakan kayu jati. Ketiganya sudah dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Tegal. Ada pun kasus terakhir, terjadi 18 Februari lalu. Sebuah truk bermuatan 139 kayu jenis sengon, ditangkap di jalan Dukuh Banjarwaru, Desa Karangjati, Kecamatan Tarub, Tegal.
“Sopir dan penadahnya langsung kami tahan, karena tidak memiliki dokumen resmi kayu-kayu gelondongan itu,” kata Kepala Satuan Reserse dan Kriminal Kepolisian Tegal, Inspektur Satu Yusi Andi Sukmana, dalam gelar perkara di kantornya, Kamis (6/3) siang.
Sopir truk, Trimono, 32 tahun. Sedangkan penadahnya Tabah Maulana, 29 tahun. Keduanya warga Desa Siwarak, Kecamatan Karangrejo, Purbalingga. Mereka akan dijerat pasal 56 ayat 3 huruf H, junto pasal 78 ayat 7 Undang-Undang Nomor 41, Tahun 1999 tentang kehutanan. ”Ancaman pidananya maksimal 10 tahun atau denda Rp 10 miliar,” kata Yusi.
Data dari Perhutani KPH Pemalang, kata dia, pohon sengon yang dicuri, yang ditanam pada 2007. Karena pencurian 139 kayu gelondongan berumur tujuh tahun itu, Perum Perhutani rugi Rp 10 juta.
Menurut Yusi, 139 kayu sengon itu dibeli Tabah seharga Rp 5 juta dari warga di sekitar hutan petak 12 B wilayah Desa Karangmalang, Kecamatan Kedungbanteng, Tegal. Hingga kini polisi masih melakukan penyelidikan, untuk menangkap warga penebang pohon tersebut.
Rencananya kayu sengon itu akan dijual lagi ke salah satu pabrik furniture di Purbalingga. “Tabah mengaku baru sekali membeli kayu dari warga di sekitar hutan KPH Pemalang,” kata Yusi.
Kepada Tempo, Tabah mengatakan, kayu sengon itu akan dijual seharga Rp 5,5 juta.
”Ini baru setengahnya, tidak sampai lima kubik. Kalau kayunya penuh sampai melebihi tinggi bak, harganya mencapai Rp 10 juta,” ujar Tabah. Sebelum menjual ke pabrik, Tabah biasa menimbun kayu di rumahnya, di Desa Siwarak.
Anggota Polisi Kehuanan Resort Pemangkuan Hutan Dukuhrandu, Pemalang, Jamsari, mengatakan pembalakan liar biasanya dilakukan secara terpencar. "Di satu petak hutan, paling hanya satu pohon yang ditebang. Jadi kerusakan hutannya tidak terlihat dari luar," kata dia. DINDA LEO LISTY