Kejaksaan Sulit Hadirkan Bukti Dugaan Korupsi PLN
Editor
Akbar Tri Kurniawan
Sabtu, 15 Februari 2014 00:29 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Penyidik Kejaksaan Agung, Digdiyono Basuki Susanto, Arif Budiman, Noer Adi, dan, Ariawan Agustiarti mengklaim pihaknya sudah memenuhi prosedur dalam penahanan Mohammad Bahalwan, tersangka dugaan korupsi Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) Belawan, Sumatera Utara. Dalam sidang gugatan pra-peradilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, para penyidik menghadirkan saksi ahli Indriyanto Seno Aji.
Indriyanto mengatakan penyidik tidak harus membuka proses penyidikan kepada publik. ia merujuk pada istilah hukum yang menyebut penyidikan sebagai pra justicia. "Pra justicia itu dilakukan harus tertutup, tidak boleh terbuka sama sekali," katanya, Jumat, 14 Februari 2014.
Gugatan pra-peradilan diajukan Eri Hertiawan, kuasa hukum PT Mapna Indonesia, setelah Bahalwan dijadikan tersangka pada 27 Januari lalu dan langsung ditahan. (Baca: Eks Petinggi KPK Jadi Pengacara Kasus Korupsi). Di perusahaan asal Iran ini, Bahalwan menjabat sebagai direktur. Eri menilai penahanan Bahalwan tidak memiliki bukti yang cukup. (Baca: Bahalwan Mengaku Diperas Penyidik Kejaksaan)
Perkara ini menyorot dugaan korupsi pada proyek life time extension atau peremajaan total turbin PLTGU Blok 2 Belawan. Mapna Indonesia merupakan pemenang tender proyek ini, mengalahkan PT Siemens. Penyidik menduga ada penyimpangan yaitu: daya listrik pasca peremajaan hanya 123 megawatt dari yang seharusnya 132 megawatt, peremajaan mesin kedua tidak dikerjakan, dan kemahalan harga.
"Kontrak pada addendum menjadi Rp 554 miliar melampaui harga perkiraan sendiri yaitu Rp 527 miliar," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Setia Untung Arimuladi. Kerugian negara untuk sementara diduga sebesar 2 juta Euro atau sekitar Rp 25 miliar. Penyidik juga menemukan dugaan aliran dana mencurigakan dalam rekening pribadi Bahalwan senilai Rp 90 miliar yang berasal dari proyek peremajaan tersebut.
Menurut Untung, banyak pihak yang menuding Kejaksaan Agung mengkriminalisasi proyek PLN ini. Ia menegaskan penghitungan kerugian negara dan output turbin melibatkan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan dan ahli dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi.
Bahalwan membantah tudingan kejaksaan. Ia mengklaim daya listrik setelah peremajaan mencapai 132-142 megawatt. Peremajaan mesin kedua juga diklaim selesai Februari tahun ini. Seorang pejabat PT PLN mengatakan penyidik Kejaksaan Agung tidak profesional sebab melihat pada siang hari saat output mesin pada level rendah.
Untuk membuktikan itu pimpinan melobi pimpinan kejaksaan untuk membentuk tim bersama mengecek ulang outpun turbin. Pimpinan PLN dan Kejaksaan bertemu dua kali selama Desember tahun lalu. Namun belakangan diketahui pimpinan kejaksaan hanya mengobral janji. Tim kejaksaan tak berani mengecek ulang output tersebut.
Direktur Utama PLN, Nur Pamudji, tak membalas pesan pendek yang dikirim Tempo mengenai lobi PLN terhadap pimpinan kejaksaan. Adapun Untung mengaku tak mengetahui pertemuan antar pimpinan itu. "Saya belum cek," katanya kepada Tempo, Senin, 23 Desember 2013.
TIKA PRIMANDARI | AKBAR TRI KURNIAWAN