Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah saat hadir dalam Deklarasi Anti Korupsi di Gedung KPK, pada 9 Desember 2008. ICW dan Alipp, pada 28 September 2011 pernah melaporkan Ratu Atut Chosiyah ke KPK karena diduga korupsi dana hibah bantuan sosial Rp 340 miliar, sehingga negara dirugikan Rp 34,9 miliar. TEMPO/Adri Irianto
TEMPO.CO, Jakarta -Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi mengungkapkan ada dua opsi untuk menonaktifkan Ratu Atut Chosiyah sebagai Gubernur Banten. Opsi pertama, menurut Gamawan, bisa melalui pelimpahan jabatan kepada wakil gubernur.
Opsi kedua, menunggu status Atut sebagai terdakwa. “Atut itu kan menunggu,katanya kan ada rencana pengajuan dari daerah untuk membuat surat pelimpahan wewenang kepada wakilnya. Itu tidak masalah,” kata Gamawan di Jakarta, Rabu 15 Januari 2014.
Menurut Gamawan, apabila status penonaktifan tersebut ingin lebih permanen harus menunggu status Atut menjadi terdakwa yang saat ini masih tersangka.
"Kan nanti ada nomor registrasinya, nomor registrasi itu sesuai undang-undang dan digunakan untuk konsideran dari penonaktifan yang nanti digunakan untuk melimpahkan wewenang ke Rano," katanya.
Namun, menurutnya, terkait pelimpahan wewenang juga sedang dipelajari Biro Hukum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan masih dalam proses."Dua-duanya dimungkinkan, mudah-mudahan nanti ada solusinya," katanya.
Sebelumnya, DPRD Banten juga meminta Ratu Atut untuk mundur dari jabatannya agar fokus dalam proses hukum yang dijalaninya dan tidak mengganggu pemerintahan Provinsi Banten.