Salah satu stand dalam Festival Jenang Solo menyuguhkan menu jenang ala keraton. Makanan serupa bubur itu disajikan cukup lengkap dengan tambahan sambal goreng dan perkedel. Kegiatan itu digelar dalam rangka hari jadi Kota Surakarta. TEMPO/Ahmad Rafiq
TEMPO.CO, Surakarta-Pemerintah Kota Surakarta berencana menata kawasan Monumen Banjarsari menjadi laboratorium lingkungan hidup. Mereka akan menerapkan konsep energi hijau mandiri untuk pemenuhan kebutuhan energi di kawasan tersebut. Perencanaan penataan dibuat melalui sayembara yang diikuti oleh sejumlah komunitas arsitek.
"Kami mendesain Taman Banjarsari sebagai kawasan energi mandiri," kata Dian Arifianto dari komunitas Sandal Kulit, pemenang sayembara, Senin 9 Desember 2013. Mereka menawarkan instalasi pengolah sampah, pengolah energi hingga sitem drainase penyimpan air dalam rancangan itu.
Beberapa tahun lalu, kawasan Taman Banjarsari merupakan area publik yang dipenuhi dengan ratusan pedagang kaki lima. Pemerintah akhirnya merelokasi para pedagang tersebut ke pusat perdagangan Pasa Notoharjo. Saat ini kawasan tersebut telah berfungsi sebagai taman kota.
Menurut Dian, konsep tata ruang yang ditawarkan merupakan kelanjutan dari penataan kawasan Taman Banjarsari yang telah dilakukan oleh pemerintah. "Kami mencoba mengintegrasikan dengan kawasan yang ada di sekitarnya," katanya. Salah satunya, mereka akan memanfaatkan keberadaan Pasar Legi yang ada di sekitar kawasan itu.
Selama ini Pasar Legi dikenal sebagai salah satu penyumbang sampah terbesar di kota itu. "Kebanyakan sampah yang dihasilkan merupakan sampah organik," katanya. Sampah yang dihasilkan sangat potensial untuk diproses menjadi pupuk yang bisa semakin menyuburkan kawasan tersebut.
Selain itu, mereka juga membuat konsep pembuatan saluran limbah rumah tangga komunal di lingkungan itu. Limbah yang dihasilkan bisa diproses menjadi biogas yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi di Taman Banjarsari. Energi yang dihasilkan bisa digunakan untuk kebutuhan lampu taman hingga pompa air.
Mereka juga menyiapkan konsep drainase yang mampu menyimpan cadangan air hujan melalui tangki yang tertanam di bawah taman. "Taman ini sudah tidak memerlukan sumur ataupun saluran dari PDAM untuk menyiram taman," katanya. Pompa air yang digunakan bisa menggunakan listrik yang dihasilkan dari pembuatan biogas.
Menurut Dian, anggaran yang dibutuhkan untuk merealisasikan konsep tersebut memang cukup besar. "Kami hitung keseluruhan bakal menghabiskan anggaran hingga Rp 12 miliar," katanya. Hanya saja, dia menganggap anggaran itu cukup murah lantaran sudah mencakup semua sarana seperti instalasi pengolah limbah serta sistem drainase.
Kepala Badan Lingkungan Hidup Surakarta, Agus Sutrisno mengatakan bahwa syembara itu digelar untuk mendapat desain terbaik. "Kami mencoba melibatkan kelompok arsitek melalui sayembara ini," katanya. Pemenang sayembara mendapat hadiah hingga Rp 25 juta.
Menurutnya, hasil sayembara ini akan ditindaklanjuti dengan pembuatan perencanaan desain secara mendetail pada tahun depan. "Akan disesuaikan dengan tingkat kebutuhan serta ketersediaan anggaran," katanya. Rencananya, pembuatan laboratorium lingkungan hidup itu baru akan dianggarkan pada 2015 mendatang.