Liput Pernikahan, Wartawan Pakai Baju Peranakan
Editor
LN Idayanie Yogya
Senin, 21 Oktober 2013 16:09 WIB
Baju peranakan ini biasa dikombinasikan dengan kain batik sebagai penutup tubuh bagian bawah. Namun jangan keliru, motifnya wajib disesuaikan dengan gaya batik Yogya. “Bukan batik Solo,” kata Kusnotrio Pertomohadi, pengelola tempat persewaan baju tradisional Jawa di bilangan Jalan Panembahan Mangkurat Yogyakarta.
Pemakai busana ini wajib mematuhi sejumlah aturan tentang berpakaian dalam keraton. Bahkan meski batik yang dikenakan telah sesuai dengan gaya Yogya, motifnya pun tak bisa sembarangan.
Biasanya, sambung dia, motif yang harus dihindari bagi masyarakat kebanyakan saat menghadiri acara keraton adalah Parang Rusak dan Gurda (gambar burung Garuda) dalam ukuran besar. “Bisa dibilang nyaingi Sultan,” kata dia.
Tak hanya berlaku untuk kain batik, lanjut dia, model blangkon pun harus bergaya Yogya, memiliki mondolan di bagian belakang. Bedanya dengan Solo, bentuknya pipih, model Yogya lebih besar dan bulat. Blangkon model Yogya, umumnya masih terbagi menjadi dua. Satu dengan ujung kain yang menempel di bodi blangkon dan model yang lain dibiarkan terurai dan menjuntai. Untuk acara-acara keraton, model yang pertama yang biasa dipakai, karena dinilai lebih sopan bentuknya. “Kalau yang model ada kainnya menjuntai kesannya berani, kayak mau perang saja,” kata dia.
Menjelang pernikahan putri keraton seperti saat ini, tempat usaha persewaannya pun laris didatangi penyewa. Selain itu, penyewa juga datang saat akan mengunjungi tempat dan acara keraton yang lain. Misalnya, untuk ziarah ke makam Imogiri.
ANANG ZAKARIA
Berita Terpopuler
Ical Anggap Dinasti Atut Baik dan Untungkan Partai
Banyak Kebakaran, Jokowi: Memang yang Bakar Saya?
Kamar Digeledah, Gayus: Bongkar Saja Pak!
Airin Menyewa Hotel Selama di Harvard
Ani Yudhoyono Abadikan Momen Pesta Azima Rajasa