TEMPO.CO, Jakarta - Terinspirasi oleh semangat Lekra, sejumlah mahasiswa Fakultas Seni Rupa Institut Seni Indonesia mengagas pembentukan kelompok seni Taring Padi pada akhir 1998, setelah pemerintahan Soeharto tumbang. Mereka ingin menyuntikkan kembali nafas "kebudayaan rakyat" yang sempat disumbat sepanjang Orde Baru berkuasa. "Rakyat menginspirasi kami untuk berkarya," kata Muhammad Yusuf, salah seorang pendiri Taring Padi, September lalu.
Nama Taring Padi dicomot dari frase Minang yang berarti 'duri lembut pada ujung bulir gabah.' Meski kecil, jika mengenai tubuh, duri itu bisa menyebabkan gatal-gatal. Padi juga mengilustrasikan petani yang menjadi simbolisasi rakyat. Filosofi mereka jelas: seni bukan barang elite yang hanya bisa dinikmati di ruang-ruang galeri, tapi karya yang membumi dan melibatkan rakyat. Karena itu, seni terutama harus kritis, bukan sekedar keindahan.
Prinsip dan pola gerakan Taring Padi memang mirip Lekra, terutama Bumi Tarung--sanggar seni rupa yang berada di bawah Lekra. Mereka menolak konsep seni untuk seni karena dianggap hanya akan menjauhkan seniman dari rakyat. Konsep seni untuk rakyat ini, misalnya, mereka terapkan saat menggelar Festival Memedi Sawah di Desa Delanggu, Klaten, pada 1999. Mereka mengarak orang-orangan sawah bertuliskan "Emoh Bahan Kimia" serta memasang poster besar bertuliskan "Rebut Kembali Hak Rakyat Atas Pengembangan Kebudayaan Rakyat".
Selanjutnya..
Berita terkait
Sejumlah Larangan Rezim Orde Lama dan Orde Baru untuk Anak Muda: Musik Ngak Ngik Ngok, Celana Ketat, Rambut Gondrong
2 Oktober 2023
Pada era orde lama dan orde baru tetapkan beberapa larangan untuk anak muda seperti musik ngak ngik ngok, rambut gondrong, dan celana ketat.
Baca SelengkapnyaPerjalanan Koes Plus, Saat Bernama Koes Bersaudara Dijebloskan Rezim Orde Lama ke Penjara Glodok
29 September 2023
Sebelum terkenal dengan nama Koes Plus, band legendaris ini bernama Koes Bersaudara. Begini alasan terjadi perubahan nama grup band legendaris ini.
Baca SelengkapnyaKoes Bersaudara Dibebaskan dari Penjara Glodok Sehari Sebelum G30S 1965 Tanpa Alasan
29 September 2023
Satu hari sebelum peristiwa G30S, Koes Bersaudara lalu menjadi Koes Plus dibebaskan dari Penjara Glodok tanpa alasan. Apa sebab mereka dibui?
Baca SelengkapnyaTop 3 Metro Kemarin, Puisi Butet Kartaredjasa Dikaitkan dengan Lekra, Kondisi GBK usai Dipakai PDIP
1 Juli 2023
Puisi seniman Butet Kartaredjasa dan kondisi GBK usai dipakai PDIP masih menjadi topik yang banyak dicari pembaca
Baca SelengkapnyaKenang Pramoedya Ananta Toer dan Karya-karyanya, Tak Cuma Bumi Manusia
6 Februari 2023
Pramoedya Ananta Toer salah seorang sastrawan legendaris Indonesia, ia menghasilkan lebih dari 50 karya dan diterjemahkan dalam 41 bahasa.
Baca SelengkapnyaJokowi Serahkan DIPA dan TKDD 2023 ke 53 Kementerian dan Lembaga
1 Desember 2022
Jokowi telah menyerahkan DIPA dan Daftar Alokasi Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) Tahun 2023 kepada 53 kementerian dan lembaga.
Baca SelengkapnyaMengenal Utuy Tatang Sontani, Generasi Sastrawan yang Tak Bisa Pulang Setelah G30S
17 September 2022
Sastrawan Utuy Tatang Sontani tak bisa pulang setelah G30S. Ia dari Peking kemudian tinggal di Moskow, Rusia hingga wafatnya.
Baca SelengkapnyaHari Ini di Tahun 2000, Pramoedya Ananta Toer Menerima Penghargaan Fukuoka
26 Juni 2022
Pramoedya Ananta Toer menerima penghargaan utama Fukuoka yang diberikan ke tokoh-tokoh Asia yang berkontribusi bidang akademis, seni, dan budaya.
Baca SelengkapnyaSebab Lagu Genjer-Genjer Identik dengan PKI dan Dilarang Orde Baru
29 September 2021
Lagu Genjer-Genjer sudah jarang dinyanyikan karena dianggap memiliki kaitan dengan PKI.
Baca SelengkapnyaOrganisasi-Organisasi yang Dianggap Berafiliasi Dengan PKI
29 September 2021
Setelah peristiwa G30S, anggota organisasi yang dianggap terkait dengan PKI diburu dan ditangkap
Baca Selengkapnya