Sejumlah keluarga Syiah keluar dari tempat pengungsian untuk di pindahkan dari GOR Bulutangkis, Sampang, Madura, (20/6). 162 warga Syiah di pindahkan dari tempat pengungsiang usai ribuan warga dan ulama menuntut mereka keluar dari Madura. TEMPO/Fully Syafi
TEMPO.CO, Surabaya - Menteri Perumahan Rakyat Djan Faridz mengakui Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terpojok dalam konflik yang terjadi di Sampang. Konflik yang disuarakan sebagai konflik Sunni-Syiah itu membuat dunia internasional menyoroti Indonesia.
"Presiden dapat sorotan dunia karena dinilai tidak bisa melindungi kaum minoritas," kata Djan Faridz dalam pertemuan rekonsiliasi antara ulama-ulama Madura dan pengikut Tajul Muluk di gedung Rektorat IAIN Sunan Ampel Surabaya, Selasa malam, 23 Juli 2013. Sorotan tersebut lantaran belum adanya penjelasan yang sebenar-benarnya ihwal konflik yang berlarut-larut tersebut. "Padahal itu bukan konflik Sunni-Syiah."
Karena itu, Presiden dalam pertemuan kabinet di Jakarta baru-baru ini meminta kepada menteri untuk turun langsung ke daerah. "Jangan hanya datang terus pulang, datang terus pulang," kata Djan menirukan pesan Presiden SBY. Karena itulah, Djan membawa satu tim untuk tinggal selama beberapa hari dan memantau langsung situasi di lapangan. Djan menyatakan bahwa pertemuan rekonsiliasi ini arahnya sudah bagus.
"Pesan-pesannya bagus, arah rekonsiliasinya juga bagus. Ulama tetap menginginkan ada rekonsiliasi, sehingga kami harapkan permasalahan ini cepat selesai dalam waktu sesingkat-singkatnya," kata Djan Faridz.
Rabu, 24 Juli 2013, menurut rencana, Menteri Agama Suryadarma Ali, Menteri Pendidikan Muhammad Nuh, Gubernur Jawa Timur, serta dirinya akan berkunjung ke Sampang. "Ketemu sekali lagi di Sampang dengan para ulama," kata Djan. Pertemuan tersebut diharapkan mendorong kemajuan rekonsiliasi. Djan khawatir, jika konflik ini berlarut-larut, rencana pembangunan infrastruktur besar-besaran di Madura bisa batal.