TEMPO Interaktif,
Nganjuk: Pengusutan kasus dugaan korupsi Rp 5,2 miliar yang melibatkan anggota DPRD Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur mulai digelar. Tim penyidik dari Polres Nganjuk memanggil dan memeriksa sejumlah anggota DPRD Nganjuk secara bergilir. Hingga Selasa (10/8), dua orang yang telah menjalani pemeriksaan. Pekan ini, penyidik menargetkan lima orang yang diperiksa."Kami mohon publik bersabar dan bisa memahami kinerjapenyidik yang memerlukan pemeriksaan intensif dankajian yang matang dalam menangani pengungkapan dugaankasus korupsi di DPRD Nganjuk," kata Wakil KepalaKepolisian Resort Nganjuk, Komisaris Polisi HeriMaryadi kepada
Tempo News Room, Selasa (10/8).Menurut Heri Maryadi, setelah mendapat izin dariGubernur Jatim, Imam Utomo untuk melakukan pemeriksaanterhadap anggota DPRD Nganjuk, sejak Senin (9/8) timpenyidik Polres Nganjuk langsung menjalankan tugas itu. Hari pertama penyidik memeriksa Ketua Komisi A, Adi Wibowo selama sekitar 8 jam. Selasa (10/8), polisi memeriksa Kentong Sukarnoputro, anggota Komisi D dari Fraksi PDIP. Kentongdiperiksa selama 3 jam dan ditanyai 80 butirpertanyaan. Sayangnya pihak polisi tidak bersediamerinci pertanyaan tersebut."Yang jelas, kedua anggota dewan yang telah kamiperiksa sangat proaktif. Bahkan mereka jugamenyerahkan setumpuk berkas dan tanda bukti," kata Heri Maryadi.Menurut jadual penyidikan di Polres Nganjuk, pada Rabu(11/10), Kamis (12/10) dan Jumat (13/10), secaraberturut, polisi akan memeriksa Suparman (WakilKetua DPRD dari Fraksi Partai Golkar), Cholis AliFahmi (Wakil Ketua DPRD dari Fraksi PKB) dan Herijanto(Wakil Ketua DPRD dari Fraksi TNI/Polri).Baik Adi Wibowo maupun Kentong Sukarnoputro yang sudahdiperiksa, enggan menjawab pertanyaan wartawan. Mereka hanya menyatakan akan membantu semaksimal mungkin prosespenyidikan dan tidak akan berbelit-belit memberikanketerangan. "Pokoknya kami siap dipanggil kapan pun juga. Tidak ada niat sedikitpun lari dari persoalan ini," kata Kentong. Begitu juga, Suparman, Cholis Ali Fahmi dan Herijanto menyatakan siap memenuhi panggilan penyidik.Sementara itu, Kejaksaan Negeri Nganjuk menyatakan siapmendukung dan membantu penyelidikan Polres Nganjuk terhadap para wakil rakyat. Komitmen itu telahdicanangkan sejak turunnya SPDP (Surat PemberitahuanDimulainya Penyidikan) No B/34/VII/2004 yangmenetapkan Marmun, Ketua DPRD Kabupaten Nganjuk, JawaTimur sebagai tersangka tindak pidana korupsi ARTD (Anggaran Rumah Tangga Dewan) Rp 5,2 miliar. Kepala Kejaksaan Negeri Nganjuk, Wenny Gustiati telah membentuk tim jaksa pemantau kasus dugaankorupsi tersebut yang terdiri dari para jaksa senior.Jaksa yang masuk dalam tim tersebut adalah 5 KepalaSeksi, yaitu Witono (Kepala Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara), Sugianto (Kepala Seksi Pidana Umum), Wahyudi (Kepala Seksi Pidana Khusus), Bambang Gunawan (Kepala Seksi Intel) dan Ranu Subroto (Kepala Subag Pembinaan). Mereka bertugas memantau dan berkoordinasi denganpenyidik dari Polres Nganjuk selama proses penyidikanhingga ke tingkat persidangan."Pada prinsipnya tim jaksa pemantau bertugas memback-up penuh langkah kepolisian. Untuk itu tugas yang paling berat nantinya adalah melakukan penelitian berkas secara cermat," kata Witono, Ketua Tim Jaksa Pemantau kepada
Tempo News Room.Menurut Witono, pihak kejaksaan akan cenderung secara proaktif memberikan konsultasi dan pertimbangan atas jalannya penyidikan yang dilakukan pihak kepolisian. Namun begitu, Witono menegaskan, keberadaan tim pemantau jaksa sangat independen dan tidak akan melakukan intervensi atas penyidikan yang dilakukan kepolisian."Tugas ini merupakan amanat yang cukup berat. Untukitu kami akan
all out terjun di dalamnya. Kami siap 24 jam untuk memberikan konsultasi kepada teman-teman dari Polri jika mengalami hambatan dalam penyidikan," kata Witono.Kasus dugaan korupsi yang melibatkan para anggota DPRDNganjuk ini diangkat ke ranah hukum atas desakanterus-menerus sejumlah elemen masyarakat yangtergabung dalam Forkab (Forum Kabupaten), yangmerupakan gabungan sejumlah LSM di Nganjuk. SebelumPolres melakukan pemerikaaan Komisi PemberantasanKorupsi (KPK) Republik Indonesia di Jakarta mengundangForum Kabupaten (Forkab). Surat undangan yangdilayangkan KPK dengan No: R.361/KPK/VII/2004tertanggal 20 Juli 2004 itu ditandatangani WakilKetua KPK Erry Riyana Hardjapamekas. Menurut Djoko Sabdono, aktivis Forkab, dugaan korupsi diDPRD Nganjuk, dimulai pada tahun anggaran 2001 dan2002, yang meliputi pos anggaran tunjangan jabatan anggota dewan untuk tahun anggaran 2001 hingga 2002 yangdiperkirakan mencapai sekitar Rp 2 miliar. Pelanggaran terjadi pada pembuatan anggaran tunjangan jabatan dengan tidak memperhatikan Peraturan Pemerintah (PP) No 110 tahun 2000 tentang anggaran keuangan DPRD tingkat II. Keputusan dana tunjangan jabatan Dewan untuk tahun2001 yang seharusnya, untuk Ketua DPRD sebesar Rp 630.000 per bulan, tapi kenyataanya Dewan memutuskan sendiri untuk mendapatkan dana tunjangan jabatan Rp1.800.000 per bulan. Untuk Wakil Ketua Dewanseharusnya hanya dapat dana tunjangan jabatan Rp534.000 per bulan, ternyata mendapat Rp 1.620.000 per bulanya. Yang lebih aneh, dalam PP untuk anggota DPRD tidak mendapat jatah dana tunjangan jabatan, ternyata justru per orang mendapat sekitar Rp 1.440.000 perbulan.Menurut Djoko Sabdono, dengan adanya pelanggarantersebut, jika dihitung selama kurun waktu tahunanggaran 2001 dan 2002, anggota DPRD Nganjuk menikmatisecara tidak benar dana APBD yang bersumber dari uangrakyat untuk tunjangan jabatan sekitar Rp 2 miliar.Aktivis Forkab yang lain, Totok Budi Hartonomenjelaskan, penyimpangan dana yang dikategorikan korupsi juga terjadi di pos anggaran kesejahteraan dewan, pos anggaran penjaringan aspirasi masyarakat, pos anggaran kunjungtur luar dan dalam daerah. Penyimpangan tersebut terjadi pada tahun anggaran 2003, yang besarnya mencapai sekitar Rp 3,2 miliar. "Penyimpanganya terjadi pada pos-pos anggaran insidental tapi praktiknya berbeda. Dalam pos itu dana langsung dibagi habis kepada segenap anggota dewan, tanpa ada kegiatan apapun, anggota dewan mendapatkan dana sama rata dari pos tersebut," kata Totok Budi Hartono.
Dwidjo U. Maksum - Tempo News Room