TEMPO Interaktif, Jakarta: Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) mempertanyakan kepada Komisi Pemilihan Umum tentang ketidakjelasan akreditasi lembaga mereka untuk memantau pemilu presiden 5 Juli mendatang. "Hingga saat ini, tidak ada pernyataan tertulis atau lisan mengenai akreditasi kami," ujar Direktur Eksekutif KIPP Ray Rangkuti kepada wartawan di sela-sela unjuk rasa di halaman dalam gedung KPU, Senin (21/6). Demonstrasi ini diikuti sekitar 30 orang dari perwakilan KIPP di 31 provinsi di Indonesia.KIPP sendiri pada pemilu legislatif telah mendapat akreditasi memantau berdasar SK KPU nomor 104 tahun 2003 mengenai Pemantau Pemilu dan Tata Cara Pemantauan Pemilu. Apabila KIPP tidak diberi akreditasi, Ray meminta dasar penolakan KPU. Namun bila KIPP memperoleh akreditasi, mengapa hingga jauh melampaui batas tenggat tanggal 15 Juni, akreditasi tersebut tidak diberikan. KIPP menduga belum diberikannya akreditasi karena KPU masih menunggu permintaan maaf KIPP. Hal ini terkait dengan selisih paham yang terjadi saat KIPP melaporkan hasil temuan mereka kepada publik sebelum dilaporkan ke KPU pada pemilu legislatif lalu. "Apabila itu penyebabnya dan merasa tersinggung, silakan tempuh jalur hukum. Tapi jangan dijadikan alasan untuk tidak memberikan akreditasi," tandas Ray. Sebanyak 29 lembaga mendapat akreditasid KPU untuk memantau pemilu presiden mendatang. Lembaga-lembaga tersebut antara lain The Habibie Center, Transperancy International Indonesia, Indonesian Corruption Watch, Forum Rektor Indonesia serta Jaringan Pendidikan Pemilih Untuk Indonesia. Pihak KIPP harus kecewa karena tidak ada dari pihak KPU yang menemui mereka. Akhirnya para anggota KIPP menuju panwaslu untuk melaporkan masalah akreditasi ini. Sita Planasari A - Tempo News Room