Sejumlah anak-anak pengungsi korban konflik SARA melakukan kegiatan art konseling dipengungsian Gedung Olah Raga, Sampang, Madura, (8/30). Satuan Tugas Perlindungan Anak Sampang membuka kelompok konseling Psikoanalis Anak untuk mengurangi beban trauma anak-anak. TEMPO/Fully Syafi
TEMPO.CO, Sampang- Ketua Majelis Ulama Indonesia Kabupaten Sampang, KH Buchori Maksum, menegaskan fatwa MUI Madura yang menyatakan ajaran yang disebarkan Ustad Tajul Muluk di Dusun Nangkernang sesat bukan untuk memprovokasi warga Sunni untuk bertindak anarkis.
"Tugas ulama untuk meluruskan yang bengkok, berbeda dengan provokasi," kata KH Buchori Maksum, Jumat, 31 Agustus 2012.
Menurut dia, apa yang dilakukan MUI dan Pemerintah Kabupaten Sampang terhadap Tajul Muluk dan pengikutnya adalah demi menjaga keutuhan tatanan yang sudah ada di Sampang, yaitu 99 warga Sampang adalah penganut ajaran ahlus sunnah. "Tajul itu ibarat kangker di tangan. Jadi supaya tidak menyebar ke bagian tubuh lain, tangan harus dipotong," katanya mengumpamakan.
KH Buchori menyatakan Sampang tertutup bagi aliran Islam atau keyakinan lain yang dapat merusak tatanan masyarakat di Sampang, terutama jika ajaran itu sengaja disebarkan. "Silakan ada ajaran Syiah, asal dipakai sendiri. Tapi jika ada tetangganya ikut, walau kehendak sendiri, itu namanya penyebaran. Kami menolak itu," katanya.
KH Buchori menambahkan Sampang bukan daerah eksklusif bagi ajaran selain ahlus sunnah. Aliran lain boleh masuk asal sesuai dengan Al-Quran dan Al-Hadis. "Yang menyalahi Al-Quran dan Al-Hadis tidak boleh masuk Sampang," ujarnya.