Kisah di Balik Penjarahan Hutan Larangan Mesuji  

Reporter

Editor

Senin, 19 Desember 2011 10:15 WIB

Seorang warga melintas di atas sungai Mesuji yang merupakan perbatasan Lampung dengan Sumatera Selatan di Desa Sri Tanjung, Kec. Tanjung Raya, Kab. Mesuji, Lampung (16/12). Kawasan ini menjadi sorotan setelah DPR RI memutar video kekerasan di sana. TEMPO/ Amston Probel

TEMPO.CO, - Hutan bagi warga Mesuji adalah sakral. Turun-temurun mereka begitu menghormati hutan Mesuji yang sekarang lebih dikenal dengan kawasan Register 45. Sejak zaman dulu, warga yang mendiami sekitar kawasan itu tak ada yang berani menebang pohon yang berada di hutan itu. “Menebang berarti ada denda. Jika tidak, bisa kualat keturunan kita. Itu hutan larangan,” kata Khustam, warga Tanjungraya, Mesuji, 18 Desember 2011.

Warga di tiga desa, seperti Sritanjung, Nipah Kuning, dan Kagungan Dalam, lebih memilih mendirikan perkampungan di luar kawasan itu yang berjarak sekitar 30 kilometer. Sejak dulu, mereka tidak berani masuk ke hutan yang dikenal angker dengan pohon-pohon tinggi menjulang. Pohon mentru, trembesu, dan berbagai berbagai jenis pohon terjaga bersama kearifan mereka yang menjaga kawasan itu.

Menurut catatan yang ada, kawasan Register 45 pada tahun 1930 hanya seluas 33 hektare. Kawasan itu membentang dari perbatasan Sumatera Selatan dan Lampung yang dibelah Sungai Mesuji. Hanya sejumlah keluarga di Talang Gunung yang berani mendiami kawasan itu sejak tahun 1940-an

Cerita hutan larangan itu berakhir ketika pemerintah, pada tahun 1986, memberikan hak pengelolaan hutan itu kepada PT Silva Budi. Mereka diberi hak mengelola “hutan larangan” itu seluas 10 ribu hektare. "Syaratnya, hanya boleh menanam tanaman industri seperti akasia dan sengon. Sawit, karet, dan tanaman pertanian lain tidak boleh ditanam di kawasan itu," kata Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan.

Perusahaan itu kemudian membabat kawasan itu untuk ditanam akasia. Hutan “larangan” yang disakralkan itu tidak lagi hening. Suara gergaji menderu-deru setiap hari menebangi pohon yang sejak dulu haram untuk ditebang. “Hutan menjadi gundul dan kami hanya jadi penonton. Tak ada lagi kehormatan dan mitos,” ujar Khustam.

PT Silva Budi kemudian berganti nama menjadi PT Silva Inhutani karena bekerja sama dengan PT Inhutani V. Perusahaan perkebunan itu makin ekspansif. Areal penguasaan mereka bertambah menjadi 25 ribu hektare hingga tahun 1997. Saat ini mereka menguasai sekitar 43 ribu hektare.

“Penjarahan” hutan yang dilegalkan pemerintah itu diperparah dengan kehadiran ribuan orang mengkaveling-kaveling kawasan itu. Mereka datang dari Jawa Barat, Bali, Palembang, dan sebagian daerah di Lampung. “Tidak ada warga Mesuji yang menjarah hutan Register 45. Kami tetap menghormati kawasan itu sebagai hutan larangan,” kata Winarti, penduduk asli Mesuji yang saat ini menjadi Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Mesuji.

Orang dari berbagai penjuru membabat hutan, menanaminya dengan singkong, karet, dan sawit. Mereka juga mendirikan rumah dan sekolah seperti di Moro-moro yang saat ini berpenduduk lebih dari 6 ribu jiwa. Tanah itu dikaveling-kaveling dan dijual dengan harga Rp 3 juta hingga Rp 5 juta per hektare. Makelar tanah bergentayangan dan aktif mendatangkan warga dari berbagai daerah.

LSM Pekat, yang melaporkan insiden ke Komisi III DPR pada Rabu, 14 Desember 2011 lalu, adalah yang paling gencar menjarah dan menjual kawasan itu. Mereka kemudian mendirikan perkampungan yang mereka beri nama Pelita Jaya dan Pekat Raya. “Lahan di Register 45 memang sangat strategis karena berada di tepi Jalan Lintas Timur Sumatera dari Simpang Pematang hingga Pematang Sawa di perbatasan,” katanya.

Kelompok yang mengkaveling lahan itu ada juga yang menamakan Mayarakat Penyelamat Hutan Indonesia. Tidak seperti namanya, kelompok ini dituding polisi juga turut menjarah hutan. “Mereka ikut memperjualbelikan hutan,” kata Kepala Polres Tulangbawang, Ajun Komisaris Besar Shobarmen, saat memaparkan kronologi kasus Mesuji di hadapan anggota Komisi III DPR RI di Aula Markas Polda Lampung, Sabtu, 17 Desember 2011 malam.

Wayan Sukadana, yang aktif bertutur soal cerita pembantaian Mesuji, juga pernah menjadi terpidana kasus penjarahan dan pengkavelingan lahan Register 45. Dia memiliki jejak rekam kerap menduduki lahan-lahan kosong dengan modus mendatangkan massa dari luar daerah. “Kami menemukan dia bermain di sejumlah kawasan. Kelompok Wayan menjual ribuan hektar lahan. Mereka yang mendiami di kawasan Register 45 itu sebagian korban Wayan Sukadana,” katanya.

Kini, “Hutan Larangan” itu tinggal mitos. Sepanjang mata memandang tampak gundul dan sebagian ditanami sinkong, karet, dan sawit. Permukiman penduduk berdiri. “Sekali lagi warga Mesuji hanya menonton,” kata Pejabat Bupati Mesuji Albar Hasan Tanjung.

NUROCHMAN ARRAZIE

Berita terkait

Polri Gunakan Pendekatan Lunak Tangani Bentrok Berdarah di Mesuji

24 Juli 2019

Polri Gunakan Pendekatan Lunak Tangani Bentrok Berdarah di Mesuji

Pendekatan lunak dipilih Polri karena konflik di Mesuji memiliki catatan sejarah konflik yang berbeda.

Baca Selengkapnya

Personel Polisi dan TNI Masih Berjaga di Register 45 Mesuji

23 Juli 2019

Personel Polisi dan TNI Masih Berjaga di Register 45 Mesuji

Personel gabungan dari polisi dan TNI masih berjaga di Register 45 Mesuji.

Baca Selengkapnya

Polisi Pastikan Penyelidikan Kasus Mesuji Terus Berlangsung

22 Juli 2019

Polisi Pastikan Penyelidikan Kasus Mesuji Terus Berlangsung

Polda Lampung dan Sumatera Selatan memastikan penyelidikan kasus bentrok antarwarga di register 45 Mesuji sampai saat ini masih terus berlangsung.

Baca Selengkapnya

Bantahan Eks Anggota DPR Soal Bentrok Mesuji  

2 Juli 2012

Bantahan Eks Anggota DPR Soal Bentrok Mesuji  

"Berjam jam kami di lokasi dan Pak SK (Saurip Kadi) pidato tanpa ada gangguan," ujar bekas anggota DPR M. Hatta Taliwang.

Baca Selengkapnya

Pembakar Kantor Bupati Mesuji Diminta Menyerah  

5 Mei 2012

Pembakar Kantor Bupati Mesuji Diminta Menyerah  

"Ada unsur Polri, Brimob, Satpol PP, dan TNI."

Baca Selengkapnya

Kerugian Amuk Mesuji Ditaksir Rp 2 Miliar

4 Mei 2012

Kerugian Amuk Mesuji Ditaksir Rp 2 Miliar

Ada indikasi mobilisasi massa yang mendompleng isu politik lokal dalam insiden Mesuji.

Baca Selengkapnya

Kantor Mesuji Lampung Dibakar, Bupati Sah Dipecat

4 Mei 2012

Kantor Mesuji Lampung Dibakar, Bupati Sah Dipecat

Masalah pemilihan kepala daerah tak bisa menjadi alasan tindak kekerasan dan perusakan kantor Bupati Mesuji, Lampung.

Baca Selengkapnya

Menteri Kecam Pembakaran Kantor Mesuji, Lampung

4 Mei 2012

Menteri Kecam Pembakaran Kantor Mesuji, Lampung

Menteri Djoko Suyanto mengatakan gedung bupati Mesuji Lampung itu kan dari uang rakyat juga.

Baca Selengkapnya

Pemicu Massa Bakar Kantor Bupati Mesuji Lampung

4 Mei 2012

Pemicu Massa Bakar Kantor Bupati Mesuji Lampung

Akar masalah pembakaran kantor Bupati Mesuji Lampung ternyata sudah berlangsung lama.

Baca Selengkapnya

Bupati Ajukan Penangguhan Penahanan Wan Mauli  

14 Maret 2012

Bupati Ajukan Penangguhan Penahanan Wan Mauli  

Bupati Tulang Bawang Abdurrahman Sarbini mengajukan surat permohonan penangguhan penahanan terhadap Ketua Lembaga Adat Megou Pak Tulang Bawang.

Baca Selengkapnya