Koalisi Masyarakat Sipil Tolak Pengesahan RUU Intelijen  

Reporter

Editor

Minggu, 10 Juli 2011 16:10 WIB

TEMPO/Mazmur A.Sembiring

TEMPO Interaktif, Jakarta - Lebih dari 70 tokoh masyarakat yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil membentuk komunike bersama untuk menyatakan penolakan pengesahan Rancangan Undang-Undang Intelijen Negara. Tokoh hukum, Adnan Buyung Nasution, mengatakan pemerintah dan DPR harus menunda pengesahan dan melakukan revisi terhadap rancangan itu dengan lebih banyak melibatkan partisipasi rakyat. "Saya harap pemerintah dan DPR sadar bahayanya," kata Buyung di Jakarta, Ahad, 10 Juli 2011.

Selain menunda pengesahan RUU Intelijen, pemerintah dan DPR juga diminta merombak total RUU Keamanan Nasional. Alasannya, masih banyak terdapat permasalahan substansial yang dapat mengancam kebebasan sipil, hak asasi manusia, dan demokrasi.

Adnan menjelaskan undang-undang ini akan mengembalikan otoritarianisme dan tindakan represif pemerintah. Ia juga curiga rancangan ini disusun oleh mereka yang masih dibelenggu pola pikir zaman orde baru. Salah satu yang ia takutkan adalah terjadinya kembali kasus-kasus penculikan oleh TNI karena ketidakpercayaan pada kemampuan polisi dalam mengatasi gangguan keamanan.

Namun, tindakan penangkapan oleh TNI itu tidak disertai dengan mekanisme pertanggungjawaban atau check and balances. Akibatnya, banyak orang ditangkap lalu dihilangkan, bahkan sampai sekarang tidak pernah kembali atau diketahui nasibnya.

RUU Intelijen, menurut Adnan, sebenarnya sudah pernah diajukan pada 2002 di masa pemerintahan Presiden Megawati Sukarnoputri. Tetapi, gugur karena ada penolakan yang kuat dari masyarakat sipil. Diajukannya kembali rancangan ini, menurutnya, menunjukkan sikap paranoid terhadap keberhasilan menegakkan demokrasi, hukum, dan hak asasi manusia yang dicapai selama reformasi.

Penyusunan RUU Intelijen, dikatakan Adnan harus diletakkan dalam kerangka RUU Keamanan Nasional yang saat ini sedang memasuki tahap pembahasan di Komisi I DPR. Koalisi meminta agar pengesahan RUU Intelijen dilakukan setelah RUU Keamanan Nasional. "Meski niatnya baik untuk mengatur intelijen, tetapi tidak bisa berdiri sendiri," kata Buyung.

Sementara itu, Todung Mulya Lubis mengatakan pemerintah dan DPR tak hanya harus menunda, tetapi mencabut RUU Intelijen dan Keamanan Nasional. "Keamanan nasional penting, tapi tidak boleh atas nama keamanan nasional, hukum, hak asasi manusia, dan demokrasi diinjak-injak," kata Todung.

Todung mengatakan pencapaian demokrasi, kebebasan pers, bahkan pemberantasan korupsi bisa terancam karena celah interpretasi yang sangat luas di dalam RUU Intelijen. RUU Intelijen seharusnya dibahas dalam satu paket dengan RUU Keamanan Nasional dan RUU Rahasia Negara. Oleh karena itu, RUU ini harus dibatalkan dan DPR harus menyusun rancangan baru yang lebih komprehensif dan melibatkan publik.

KARTIKA CANDRA

Berita terkait

Ketahui 3 Aturan Baru Tentang Kepala Desa Dalam UU Desa

1 hari lalu

Ketahui 3 Aturan Baru Tentang Kepala Desa Dalam UU Desa

Pemerintah akhirnya mengesahkan UU Desa terbaru yang telah diteken Jokowi dan diwacanakan perubahannya sejak Mei 2022. Apa saja aturan barunya?

Baca Selengkapnya

Permintaan Tambah Masa Jabatan Kepala Desa Dikabulkan, Kok Bisa?

1 hari lalu

Permintaan Tambah Masa Jabatan Kepala Desa Dikabulkan, Kok Bisa?

Permintaan para kepala desa agar masa jabatannya ditambah akhirnya dikabulkan pemerintah. Samakah hasilnya dengan UU Desa?

Baca Selengkapnya

DPR Agendakan Rapat Evaluasi Pemilu 2024 dengan KPU pada 15 Mei

1 hari lalu

DPR Agendakan Rapat Evaluasi Pemilu 2024 dengan KPU pada 15 Mei

KPU sebelumnya tidak menghadiri undangan rapat Komisi II DPR karena bertepatan dengan masa agenda sidang sengketa Pilpres 2024.

Baca Selengkapnya

Amnesty Desak DPR dan Pemerintah Buat Aturan Ketat Impor Spyware

2 hari lalu

Amnesty Desak DPR dan Pemerintah Buat Aturan Ketat Impor Spyware

Amnesty mendesak DPR dan pemerintah membuat peraturan ketat terhadap spyware yang sangat invasif dan dipakai untuk melanggar HAM

Baca Selengkapnya

KPK Temukan Dokumen dan Bukti Elektronik soal Proyek Pengadaan Rumah Dinas saat Geledah Kantor Setjen DPR

3 hari lalu

KPK Temukan Dokumen dan Bukti Elektronik soal Proyek Pengadaan Rumah Dinas saat Geledah Kantor Setjen DPR

KPK menemukan beberapa dokumen yang berhubungan dengan proyek dugaan korupsi pengadaan perlengkapan rumah dinas DPR dalam penggeledahan.

Baca Selengkapnya

Said Iqbal Yakin Partai Buruh Masuk Senayan pada Pemilu 2029

4 hari lalu

Said Iqbal Yakin Partai Buruh Masuk Senayan pada Pemilu 2029

Presiden Partai Buruh Said Iqbal menyakini partainya masuk ke Senayan pada pemilu 2029 mendatang.

Baca Selengkapnya

KPK Geledah Gedung Setjen DPR, Simak 5 Poin tentang Kasus Ini

4 hari lalu

KPK Geledah Gedung Setjen DPR, Simak 5 Poin tentang Kasus Ini

KPK melanjutkan penyelidikan kasus dugaan korupsi pengadaan sarana kelengkapan rumah jabatan anggota DPR RI tahun anggaran 2020

Baca Selengkapnya

Reaksi DPR Soal Arab Saudi Izinkan Pemegang Semua Jenis Visa Lakukan Umrah

4 hari lalu

Reaksi DPR Soal Arab Saudi Izinkan Pemegang Semua Jenis Visa Lakukan Umrah

DPR menyatakan kebijakan Arab Saudi bertolak belakang dengan Undang-Undang tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.

Baca Selengkapnya

Ditolak Partai Gelora untuk Gabung Kubu Prabowo, PKS Tak Masalah Jadi Koalisi atau Oposisi

5 hari lalu

Ditolak Partai Gelora untuk Gabung Kubu Prabowo, PKS Tak Masalah Jadi Koalisi atau Oposisi

Partai Gelora menyebut PKS selalu menyerang Prabowo-Gibran selama kampanye Pilpres 2024.

Baca Selengkapnya

Gerindra Klaim Suaranya di Papua Tengah Dirampok

6 hari lalu

Gerindra Klaim Suaranya di Papua Tengah Dirampok

Gerindra menggugat di MK, karena perolehan suaranya di DPR RI dapil Papua Tengah menghilang.

Baca Selengkapnya