KPK Masih Cari Alat Bukti Kasus Century

Reporter

Editor

Rabu, 6 Juli 2011 20:06 WIB

Mahasiswa Universitas Indonesia berunjukrasa di Kantor KPK, Jakarta, Kamis (22/4) Mereka menuntut KPK segera menutaskan kasus skandal aliran dana ke Bank Century sebesar 6,7 triliun. TEMPO/Dwi Narwoko

TEMPO Interaktif, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi mengaku belum menemukan cukup alat bukti yang menunjukkan ada indikasi korupsi dalam kasus Bank Century. Penyelidikan kasus itu, kata Juru Bicara KPK, Johan Budi SP, masih berjalan di KPK.

"Sampai hari ini proses penyelidikan belum dihentikan, Pak Busyro Muqoddas, (Ketua KPK) bilang belum ada alat bukti yang cukup akan tindak pidana korupsi yang bisa digunakan KPK untuk penyidikan," kata Johan di kantornya, Rabu, 6 Juli 2011.

Hari ini, Tim Pengawas kasus Bank Century bentukan DPR mengadakan pertemuan tertutup dengan Ketua KPK Busyro Muqoddas, Jaksa Agung Basrief Arief, dan Kepala Polri Jenderal Timur Pradopo di Gedung KPK. Mereka membicarakan Bank Century yang menurut Timwas terindikasi korupsi.

Johan menyebut, dalam pertemuan itu belum ada kesepakatan apapun yang diambil. Belum selesai pembahasan, dan baru sedikit materi yang dibicarakan., “Menurut Pak Busyro akan ada pertemuan lagi Rabu pekan depan," kata Johan.


Anggota Dewan yang tergabung dalam Timwas Century, Priyo Budi Santoso mengatakan, pihaknya belum bisa membocorkan apapun terkait pertemuan hari ini. Ia juga tak mau mengungkapkan data-data apa saja yang diserahkan Timwas pada KPK. Ia beralasan, masih banyak hal yang perlu diklarifikasi dan dicocokkan antara Timwas dengan tiga aparat penegak hukum.

Kasus Bank Centruy berawal pada 2003. Saat itu, Bank CIC, cikal bakal Bank Century, diindikasikan didera masalah dengan surat berharga senilai Rp 2 triliun. Perkembangan berikutnya, Bank CIC bersama Bank Danpac dan Bank Pikko berganti nama menjadi Bank Century. Rupanya masalah tetap tak tuntas. Pada 2008, Bank Century dinyatakan gagal kliring karena gagal menyediakan dana.

Bank Indonesia yang melakukan pengawasan kemudian menyampaikan kepada Menteri Keuangan bahwa Bank Century sebagai bank gagal bisa berdampak sistemik. Bank Indonesia mengusulkan langkah penyelamatan melalui Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). LPS yang mengambil-alih Bank Century lalu memberikan dana talangan berkali-kali hingga mencapai sekitar Rp 6,7 triliun.

Di saat yang sama, bank ini mendapat tuntutan ribuan investor Antaboga atas penggelapan dana investasi senilai Rp 1,38 triliun yang mengalir ke Robert Tantular, pemegang saham Bank Century. Robert telah divonis bersalah oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan hukuman empat tahun penjara dan denda Rp 50 miliar.

DPR turun tangan hingga kemudian digelar Hak Angket, memutuskan Bank Century bermasalah. Ada dua nama di antaranya yang disebut bertanggung-jawab, yaitu Wakil Presiden Boediono dan mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani.

ISMA SAVITRI

Berita terkait

Surati Jokowi Soal Pansel KPK, Muhammadiyah Sebut Istana Belum Respons

23 menit lalu

Surati Jokowi Soal Pansel KPK, Muhammadiyah Sebut Istana Belum Respons

PP Muhammadiyah belum mendapatkan balasan surat dari Jomowi soal usulan mereka mengenai pembentukan Panitia Seleksi Calon Pimpinan KPK.

Baca Selengkapnya

LHKPN Janggal Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta, KPK: Harta Rp 6 Miliar Tapi Bisa Beri Pinjaman Rp 7 Miliar?

4 jam lalu

LHKPN Janggal Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta, KPK: Harta Rp 6 Miliar Tapi Bisa Beri Pinjaman Rp 7 Miliar?

KPK telah menjadwalkan pemanggilan eks Kepala Bea Cukai Purwakarta pekan depan untuk mengklarifikasi kejanggalan LHKPN.

Baca Selengkapnya

KPK Geledah Rumah Adik Syahrul Yasin Limpo di Makassar, Setelah Sita 1 Rumah SYL

6 jam lalu

KPK Geledah Rumah Adik Syahrul Yasin Limpo di Makassar, Setelah Sita 1 Rumah SYL

Nilai rumah mewah Syahrul Yasin Limpo yang disita KPK di Makassar tersebut diperkirakan sekitar Rp4,5 miliar.

Baca Selengkapnya

Saksi Sebut Syahrul Yasin Limpo Minta Ditjen Tanaman Pangan Kementan Bayar Lukisan Rp 100 Juta

7 jam lalu

Saksi Sebut Syahrul Yasin Limpo Minta Ditjen Tanaman Pangan Kementan Bayar Lukisan Rp 100 Juta

Permintaan untuk membayar lukisan itu disampaikan oleh eks Staf Khusus (Stafsus) Syahrul Yasin Limpo yaitu Joice Triatman.

Baca Selengkapnya

Nurul Ghufron Kembali Jalani Sidang Etik, Ini Penjelasannya

12 jam lalu

Nurul Ghufron Kembali Jalani Sidang Etik, Ini Penjelasannya

Nurul Ghufron mengatakan besok dia akan kembali menjalani sidang etik dengan agenda pembelaan.

Baca Selengkapnya

KPK Panggil Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta Rahmady Effendy Pekan Depan

13 jam lalu

KPK Panggil Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta Rahmady Effendy Pekan Depan

Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta, Rahmady Effendy, akan menjalani klarifikasi soal LHKPN-nya di KPK pekan depan.

Baca Selengkapnya

Korupsi Rumah Dinas DPR, KPK: Vendor Dapat Keuntungan Secara Melawan Hukum

14 jam lalu

Korupsi Rumah Dinas DPR, KPK: Vendor Dapat Keuntungan Secara Melawan Hukum

KPK memeriksa Indra Iskandar, Sekjen DPR RI, dalam kasus korupsi rumah dinas DPR.

Baca Selengkapnya

Jaksa KPK Lacak Sumber Pembelian Mercedes Benz Sprinter 315 CD Milik Syahrul Yasin Limpo

17 jam lalu

Jaksa KPK Lacak Sumber Pembelian Mercedes Benz Sprinter 315 CD Milik Syahrul Yasin Limpo

Jaksa KPKsedang melacak sumber pembelian mobil Mercedes Benz Sprinter 315 CD hitam milik Syahrul Yasin Limpo (SYL) yang disita oleh penyidik.

Baca Selengkapnya

Setelah Sita Satu Rumah di Jaksel, KPK Kembali Sita Rumah SYL di Makassar Senilai Rp 4,5 Miliar

19 jam lalu

Setelah Sita Satu Rumah di Jaksel, KPK Kembali Sita Rumah SYL di Makassar Senilai Rp 4,5 Miliar

KPK kembali menyita sejumlah aset milik eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo atau SYL, kali ini sebuah rumah di Makassar senilai Rp 4,5 miliar.

Baca Selengkapnya

Kemenkeu Berhentikan Kepala Bea Cukai Purwakarta, Berikut Profil Rahmady Effendy dan Kasusnya Soal LHKPN

21 jam lalu

Kemenkeu Berhentikan Kepala Bea Cukai Purwakarta, Berikut Profil Rahmady Effendy dan Kasusnya Soal LHKPN

Kepala Bea Cukai Purwakarta Effendy Rahmady dituduh melaporkan hartanya dengan tidak benar dalam LHKPN. Apa yang membuatnya diberhentikan Kemenkeu?

Baca Selengkapnya