Jumlah sekolah penerima dan BOS di Garut mencapai 1.700 unit. “Kondisi sekolah sudah mulai tidak kondusif akibat keterlambatan ini,” ujar Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia Kabupaten Garut, Alit Burhanudin, kepada Tempo, Rabu, 25 Mei 2011.
Menurut dia, kebanyakan sekolah saat ini tidak memiliki dana operasional, terutama untuk memenuhi kebutuhan alat tulis kantor dan biaya penunjang kegiatan pembelajaran, seperti upah guru honorer. Soalnya, pihak sekolah hanya menggantungkan biaya operasionalnya pada dana BOS.
Akibat kondisi ini, lanjut Alit, hampir seluruh kepala sekolah mengalami beban psikologis. Soalnya mereka harus berusaha untuk menutupi segala kebutuhannya dengan cara meminjam ke pihak ketiga. “Kondisi ini menimbulkan masalah baru di sekolah karena dengan meminjam itu ada risiko jasa yang harus dibayar,” ujarnya.
Kepala Sekolah Dasar Negeri 2 Tegalgede, Kecamatan Pakenjeng, Ade Manadin, mengaku proses belajar mengajar di sekolahnya terganggu karena lambatnya pencairan dana BOS ini. Sejumlah kegiatan terpaksa dihentikan karena tidak ada biaya. “Sampai hari ini saya sudah memiliki hutang Rp 15 juta ke pihak ke tiga,” keluhnya.
Ade mengaku keterlambatan pencairan dana BOS baru terjadi pada tahun ini. Hal itu dikarenakan adanya kebijakan proses pencairan yang tadinya langsung dari pemerintah pusat, sekarang dialihkan ke pemerintah daerah. “Pemerintah selalu menekan sekolah harus meningkatkan mutu, tapi penunjang sekolah (BOS) tidak diindahkan,” ujar Ade.
Sampai berita ini diturunkan, belum ada keterangan resmi dari Dinas Pendidikan Kabupaten Garut. Pelaksana tugas Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Garut, Mahmud, sedang tidak ada di kantor. Telepon selulernya pun dalam keadaan tidak aktif.
Sebelumnya, keterlambatan pencairan dana BOS juga terjadi pada triwulan pertama. Pihak sekolah baru menerima dana BOS pada akhir bulan Maret. Keterlambatan itu diakibatkan molornya pengesahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Garut tahun 2011.
SIGIT ZULMUNIR