Pemerintah Belum Serius Tangani Konflik Dayak-Madura
Selasa, 2 Desember 2003 09:01 WIB
Teras diminta komentarnya sehubungan pertikaian antar-etnis yang mengakibatkan hancurnya puluhan gubuk di kamp pengungsian warga Madura di kawasan GOR Pontianak, Jalan Ahmad Yani Pontianak, Minggu pagi (24/6). Peristiwa itu bermula dari perampasan sepeda motor Busrah (orang Melayu) di depan GOR itu oleh empat pemuda yang diduga sebagai warga penampungan. Pemuda itu melempar Busrah yang melintas bersama isterinya, Hadijah, dan kedua anaknya, Ferry (7 tahun) dan Yanto. Lemparan itu mengena bagian kiri kepala Ferry. Akibatnya, Ferry kemudian meninggal.
Menurut Teras, pemerintah tidak mengunakan metode preventif dengan memberdayakan adat istiadat warga setempat. ”Pemberdayaan ulu bakas atau persekutuan adat merupakan garda masa depan rekonsiliasi warga Kalimantan,” kata anggota PDI Perjuangan ini. Ia prihatin atas insiden tersebut. Apalagi, itu terjadi beberapa pekan setelah warga Kalimantan menggelar Kongres Rakyat Dayak di Palangkaraya.
Pemberdayaan ”ulu bakas” atau persekutuan adat memegang peran penting dalam rekonsiliasi warga Kalimantan. Karena tidak ada artinya kalau selama acara adat ulu bakas hanya dipergunakan sebagai hiburan tontonan pariwisata. Selama ini, pemerintah kurang memperhatikan makna upacara adat. ”Kini saatnya memberdayakan adat istiadat pada setiap program pembangunan di Kalimantan. Setiap damang (ketua adat) harus diberi kesempatan untuk mengkoordinasikan warganya,” dia menjelaskan.
Menyinggung keterikatan warga Dayak terhadap hasil Kongres Rakyat Kalimantan Tengah, dia menyatakan hasil kongres itu tak terikat pada warga Dayak di Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Barat. Namun demikian, dia mengharapkan semangat dari hasil kongres dapat disemangati oleh warga Dayak yang tidak berada di Kalteng. ”Seharusnya hasil kongres disemangati oleh warga Dayak di Kalbar, Kaltim dan Kalsel,” ujar Teras. (Jhonny Sitorus)