UU Sisdiknas Dinilai Buka Peluang Kesewenangan Penguasa

Reporter

Editor

Selasa, 25 Januari 2011 15:15 WIB

Siswa SD Negeri 10 Serang belajar di teras sekolah, karena kelas mereka rubuh (5/10). Menurut data Diknas setempat, dari 5.586 ruang kelas SD di Kabupaten Serang, 3.071 diantaranya rusak. Foto: ANTARA/Asep Fathulrahman

TEMPO Interaktif, Jakarta - Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) dituding membuka peluang bagi penguasa untuk sewenang-wenang. Sebab, terselip kata 'dapat' dalam pasal 55 ayat (4), yang mengatur pembiayaan pemerintah untuk lembaga pendidikan berbasis masyarakat.

"Kata 'dapat' ini membuka jalan bagi pejabat atau penguasa untuk secara sewenang-wenang memberikan atau tidak memberikan bantuan biaya," ujar pakar hak asasi manusia Abdul Hakim Garuda Nusantara dalam sidang uji materi beleid tersebut di Mahkamah Konstitusi, Selasa 25 Januari 2011.

Abdul hakim, sebagai ahli yang diajukan pemohon, berpendapat kata 'dapat' juga memungkinkan diskriminasi bagi masyarakat, serta menimbulkan ketidaksetaraan bagi warga negara.

Senada dengan Abdul hakim, pakar hukum tata negara Universitas Gadjah Mada, Fajrul Falaakh juga mengatakan bahwa hukum yang berlaku di Indonesia mengatur negara wajib membiayai pendidikan dasar dan menengah. Baik itu yang diselenggarakan oleh lembaga pelat merah ataupun swasta.

"Jadi, tidak ada pilihan kebijakan. Tapi kata 'dapat' itu bermakna jamak, multitafsir, tidak sesuai dengan kewajiban pemerintah, dan bertentangan dengan UUD 1945 pasal 28D ayat 1 yang menjamin perlakuan setara di depan hukum," kata Fajrul, yang juga dihadirkan sebagai ahli dari pihak pemohon.


Pendapat kedua ahli itu dibantah oleh ahli dari pemerintah. Pakar pendidikan Suyanto menilai justru kalau kata 'dapat' itu dihapus, lembaga pendidikan akan kehilangan otonominya. "Ketika semua dibantu pemerintah, pemerintah akan mengatur sekolah-sekolah itu lebih jauh," ucapnya.

Terlebih, penghapusan kata 'dapat' akan menyebabkan pemerintah harus mengongkosi semua lembaga pendidikan, dari level pendidikan prasekolah hingga pendidikan tinggi. Padahal berdasar undang-undang, pemerintah cuma wajib membiayai pendidikan dasar dan menengah. Guru Besar Ilmu Pendidikan Universitas Terbuka Udin S Winataputra mengiyakan perkataan Suyanto tersebut.

Uji materi ini diajukan oleh Yayasan Salafiyah Pekalongan dan Yayasan Santa Maria Pekalongan. Mereka menggugat pasal 55 ayat (4) dalam beleid Sistem Pendidikan, yang menyebutkan lembaga pendidikan berbasis masyarakat dapat memeroleh bantuan teknis, subsidi dana dan sumber daya lain secara adil dan merata dari pemerintah dan/atau pemerintah daerah.

Pemohon berdalil kata 'dapat' tersebut telah menghilangkan atau setidaknya berpotensi menghilangkan kewajiban pemerintah membiayai penyelenggaraan pendidikan dasar. Frase itu juga dituding melenyapkan atau setidaknya berpotensi melenyapkan hak konstitusional untuk mendapatkan perlakuan yang sama dihadapan hukum, jaminan untuk mendapatkan kepastian hukum dan hak untuk mendapatkan perlakuan yang tidak diskriminatif.

BUNGA MANGGIASIH

Advertising
Advertising

Berita terkait

Saat Hakim MK Pertanyakan Caleg PKB yang Cabut Gugatan ke PDIP

1 jam lalu

Saat Hakim MK Pertanyakan Caleg PKB yang Cabut Gugatan ke PDIP

Kuasa hukum mengaku mendapat informasi pencabutan itu dari kliennya saat sidang MK tengah berlangsung.

Baca Selengkapnya

PKB Ajukan Gugatan Sengketa Pileg karena Kehilangan Satu Suara di Halmahera Utara, Ini Alasannya

12 jam lalu

PKB Ajukan Gugatan Sengketa Pileg karena Kehilangan Satu Suara di Halmahera Utara, Ini Alasannya

Dalam sidang sengketa Pileg, PKB meminta KPU mengembalikan suara partainya yang telah dihilangkan.

Baca Selengkapnya

PPP Minta Dukungan PKB di Sidang Sengketa Pileg, Muhaimin Siapkan Ini

22 jam lalu

PPP Minta Dukungan PKB di Sidang Sengketa Pileg, Muhaimin Siapkan Ini

PPP menyatakan gugatan sengketa Pileg 2024 dilayangkan karena menilai ada kesalahan pencatatan suara di KPU.

Baca Selengkapnya

PPP Akui Rencana Pertemuan dengan Prabowo dalam Waktu Dekat

22 jam lalu

PPP Akui Rencana Pertemuan dengan Prabowo dalam Waktu Dekat

PPP mengkonfirmasi pihaknya akan menemui Prabowo Subianto usai pilpres 2024 selesai. Namun PPP menegaskan arah politiknya akan dibahas dalam Rapimnas.

Baca Selengkapnya

PPP Akan Bahas Arah Politik Pasca Pilpres 2024 dalam Rapimnas

1 hari lalu

PPP Akan Bahas Arah Politik Pasca Pilpres 2024 dalam Rapimnas

Pilpres 2024 baru saja selesai, PPP belum menentukan arah politiknya karena masih fokus untuk sengketa pileg di MK.

Baca Selengkapnya

Bagaimana Peluang PPP Lolos ke Senayan Berbekal Gugatan ke MK?

1 hari lalu

Bagaimana Peluang PPP Lolos ke Senayan Berbekal Gugatan ke MK?

Pengamat politik menanggapi mengenai peluang PPP mendapatkan kursi DPR RI lewat permohonan sengketa pemilu ke MK.

Baca Selengkapnya

Ketua MK Pertanyakan Perbedaan Tanda Tangan di Dokumen Pemohon Sengketa Pemilu

1 hari lalu

Ketua MK Pertanyakan Perbedaan Tanda Tangan di Dokumen Pemohon Sengketa Pemilu

Ketua MK Suhartoyo mengungkapkan ada tanda tangan berbeda dalam dokumen permohonan caln anggota DPD Riau.

Baca Selengkapnya

Gugat Hasil Pemilu ke MK, Caleg PAN Soroti Oligarki Partainya

1 hari lalu

Gugat Hasil Pemilu ke MK, Caleg PAN Soroti Oligarki Partainya

Caleg petahana DPR RI dari PAN, Sungkono, menyoroti oligarki dalam tubuh partainya lewat permohonan sengketa pileg.

Baca Selengkapnya

Sederet Fakta Sidang Perdana Sengketa Pileg di MK, Beda Posisi Anwar Usman dan Arsul Sani

1 hari lalu

Sederet Fakta Sidang Perdana Sengketa Pileg di MK, Beda Posisi Anwar Usman dan Arsul Sani

MK menggelar sidang perdana sengketa pileg DPR RI, DPRD provinsi, DPRD kabupaten atau kota, dan DPD RI hari ini. Berikut sederet faktanya.

Baca Selengkapnya

Ada Pemohon Sengketa Pileg Tak Hadir di MK, Saldi Isra: Berarti Tidak Serius

1 hari lalu

Ada Pemohon Sengketa Pileg Tak Hadir di MK, Saldi Isra: Berarti Tidak Serius

Hakim MK Saldi Isra menegur sejumlah pemohon sengketa pileg yang tidak hadir dalam sidang pada hari ini.

Baca Selengkapnya