Ribuan Petani Boyolali Beralih ke Pertanian Organik
Selasa, 19 Oktober 2010 13:50 WIB
TEMPO Interaktif, Boyolali -Sekitar 2.000 petani yang tergabung dalam 78 kelompok tani di Boyolali saat ini mulai mengembangkan pertanian padi organik. Selain menaikkan pendapatan petani, sistem pertanian organik dinilai mampu memberikan perlindungan konsumen.
Pertanian padi organik itu baru dikembangkan di dua kecamatan, yaitu Kecamatan Mojosongo dan Kecamatan Sambi. "Luas lahannya baru 800 hektar," kata Kepala Dinas pertanian Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Boyolali, Juwaris, Selasa (19/10).
Sebenarnya, luas lahan tersebut merupakan sebagian kecil dari keseluruhan luas lahan sawah di daerah penghasil susu tersebut. Saat ini, luas lahan sawah di Boyolali mencapai 42 ribu hektar.
Meski belum begitu luas, penanaman padi organik di dua kecamatan tersebut dinilai cukup berhasil. "Kami baru merintis selama tiga tahun," kata Juwaris. Sebab, perlu penataan kawasan secara komperehensif sebelum menanam tanaman organik. Salah satunya, air irigasi yang digunakan juga harus terbebas dari kontaminasi bahan kimia dan pestisida.
Menurut Juwaris, kondisi geografis Boyolali yang banyak memiliki mata air sangat mendukung penanaman padi organik. Selain itu, banyak peternak sapi perah yang mampu memasok ketersediaan pupuk kandang bagi para petani. "Biaya pertanian organik lebih efisien hingga 40 persen dibanding tanaman konvensional," kata Juwaris. Sebab, petani tidak perlu lagi menggunakan pestisida kimia untuk menyemprot tanaman padi.
Dia berharap, penanaman padi organik tersebut mampu meningkatkan kesejahteraan petani di wilayahnya. Selain biaya produksi lebih murah, harga beras organik justru lebih mahal disbanding padi biasa. "Bisa selisih hingga 20 persen," kata Juwaris. Selain itu, keuntungan bisa menjadi lebih besar jika kelompok tani melakukan diversifikasi usaha dengan beternak sapi perah, sebab ketersediaan pupuk kandang bisa dicukupi secara mandiri.
Dia mengakui, perintisan pengembangan pertanian organik tersebut dibantu oleh beberapa lembaga nonpemerintahan, salah satunya VECO Indonesia yang merupakan lembaga dari Belgia. Selain membantu pengembangan pertanian, lanjut Juwaris, lembaga tersebut juga membantu pemasaran hasil panenan dari para petani.
Penanggung Jawab Program Pertanian Organik Boyolali dari VECO Indonesia, Susmadi menyatakan jika pengembangan pertanian organik tersebut merupakan salah satu upaya dalam memberikan perlindungan kepada konsumen. "Selama ini makanan yang dikonsumsi masyarakat sangat tidak sehat lantaran tercemar pestisida," kata Susmadi. Karena itu, sejak enam tahun lalu pihaknya melakukan pendampingan kepada petani untuk mengembangkan sistem pertanian organik.
Menurutnya, dalam beberapa tahun terakhir ini Boyolali mulai surplus beras hingga 60 ribu ton tiap tahun. "Mereka harus mulai memikirkan cara pemasaran," kata Susmadi. Pertanian organik dinilai menjadi salah satu solusi, sebab permintaan terhadap beras organik terus meningkat.
AHMAD RAFIQ