Jusuf Syakir: MA Rachman Harus Diberhentikan

Reporter

Editor

Senin, 25 Agustus 2003 11:50 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta:Kasus yang menimpa Jaksa Agung MA Rachman terus berlanjut. Permintaan Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara agar MA Rachman diberhentikan sementara hingga saat ini tak mendapat jawaban dari Presiden. Hingga kini belum ada berita, ujar Jusuy Syakir kepada Tempo News Room. Untunglah, Mabes POLRI memberikan respon positif. Polisi sudah tiga kali memerika Tim Pemeriksa Sub Komisi Yudikatif KPKPN. Untuk mengetahui perkembangan kasus tersebut, Berikut wawancara Sri Wahyuni dari TEMPO News Room dengan Jusuf di ruang kerjanya, Kamis (2/1) siang. Bagaimana perkembangan kasus MA Rachman? Dalam undang-undang dinyatakan, kalau KPKPN menemukan indikasi KKN, atau indikasi perbuatan tindak pidana lainnya, maka hasil temuan itu harus dilaporkan ke instansi yang berwenang, yakni Kepolisian. Anda tahu, KPKPN dan kepolisian sudah pernah mengadakan MoU. Dalam MoU itu ada kesepakatan KPKPN melaporkan temuannya kepada Kepolisian, dan Kepolisian menindaklanjuti dan meminta keterangan kepada KPKPN. Dalam rangka itulah polisi minta penjelasan kami. Ada tambahan data dari KPKPN? Kalau soal isinya saya tidak bisa bicara, karena sudah kita serahkan kepada kepolisian. Kita tidak boleh melakukan intervensi sedikitpun. Tapi hari ini teman-teman sudah mendapat surat kuasa untuk memberikan keterangan yang diperlukan. Kasus ini bisa dibilang sebagai penyalahgunaan kekuasaan? Saya tidak ingin dan tidak akan menyatakan itu. Itu sudah urusan polisi. Menurut Anda, MA Rachman patut mendapatkan hukuman pidana ... Saya tidak akan membicarakan nama orang. Temuan yang kami diberikan kepada kepolisian, sepenuhnya sudah jadi wewenang polisi. Kalau mereka tidak menindaklanjuti, kita akan pertanyakan. Kita punya hak untuk itu. Jangankan KPKPN, warga negara biasa juga punya hak untuk mempertanyakan itu, apalagi KPKPN. Tapi kita tahu kepolisian aktif menangani hal ini. Bukankah ada Ada klausul bahwa penyelenggara negara yang tidak memberikan data yang benar dalam laporan kekayaannya harus turun dari jabatannya. Bagaimana? Jadi dalam peraturan dan undang-undang, diatur bahwa KPKPN dalam pemeriksaan harus punya standar terlebih dahulu. Dalam standar pemeriksaan itu kami nyatakan bahwa kalau KPKPN menyerahkan temuan indikasi KKN, maka KPKPN akan minta kepada atasan pejabat negara itu untuk memberhentikan sementara. Itu yang kita laksanakan. Jadi, seharusnya MA Rachman segera turun? KPKPN meminta kepada atasannya untuk memberhentikannya sementara. Apakah atasannya mau memberhentikan atau tidak, itu sudah bukan wewenang KPKPN. Yang penting, pengajuan itu sudah dilakukan. Apa tanggapan Presiden Megawati? Sampai sekarang belum ada keterangan dari Ibu Megawati. Pernahkan Megawati menanyakan hal ini pada KPKPN? Tidak pernah Rupanya Megawati melindungi MA Rachman? Saya tidak pernah menyatakan begitu. Yang pasti, Kita sudah mengajukan permohonan agar MA Rachman diberhentikan. Tapi sampai sekarang tidak ada berita. Benarkah saat pemeriksaan MA Rachman sempat sesumbar Ya sudah, ini nanti diurus oleh Taufik Kiemas? Saya Tak mau mengomentarinya. Benarkah Taufik Kiemas jadi penghalang KPKPN dalam kasus MA Rachman? Kami berjalan sesuai dengan aturan main. Kami tidak akan terpengaruh dengan pendapat orang. Begitu pula dengan perkataan orang yang diperiksa tentang kita, kita tidak terpengaruh. . Jadi, KPKPN sudah benar-benar independen? KPKPN hanya akan melaksanakan tugas sesuai dengan undang-undang. Apapun kata orang, kita akan tutup mata. Itu saja yang kita lakukan. Ke soal pembubaran KPKPN. Kabarnya Anda mengadu ke Ketua MPR Amien Rais/ Latar belakangnya begini. Ini ada RUU Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Anda tahu pemeriksaan kekayaan penyelenggara negara jadi perintah dari TAP MPR 11 Tahun 1998. Namun, dalam RUU itu tidak jelas siapa yang akan melakukan pemeriksaan itu setelah KPKPN dibubarkan. Selama ini tugas itu diserahkan kepada KPKPN melalui undang-undang Nomor 28/1999. Dari pasal 10 sampai 19. Termasuk di sana tugas dan wewenang, tata cara bagaimana memeriksanya. Kini undang-undang itu dicabut. Itu berarti tugas dan wewenang KPKPN tidak ada yang menggarap karena undang-undangnya tidak berlaku lagi. Sementara dalam RUU sekarang yang sudah diteken itu hanya ada satu pasal, yaitu pasal 13A yang menyatakan bahwa Komisi Anti Korupsi mempunya tugas antara lain melakukan pendaftaran dan pemeriksaan terhadap kekayaan penyelenggara negara. Itu saja. Bagaimana mendaftarnya dan memeriksanaya serta siapa yang melakukan terhadap 50 ribu orang penyelenggara negara itu siapa, di situ tidak di atur. Apakah 5 orang pemimpinnya itu yang memeriksa 50 ribu orang penyelenggara negara?. Secara teknis tak masuk akal? Tidak logis. Padahal, untuk tugas lain seperti penyelidikan, penyidikan dan penuntutan ada satuan tugasnya. Yang melakukan penyelidikan ada satgas penyelidik yang jumlahnya minimal 20. Penyidikan dilakukan oleh penyidik yang jumlahnya menurut perkiraan saya lebih dari 20 orang. Untuk penuntutan, ada jaksa penuntut umum. Tapi untuk pemeriksa ini tidak ada satgas sama sekali. Di situ kelemahannya. Sehingga kesimpulan saya, sesudah KPKPN bubar, pemeriksaan kekayaan negara itu tidak ada yang garap. Padahal pemeriksaan ini adalah perintah Tap MPR nomor 11. Bagaimana tanggapan Amien Rais? Saya tidak tahu itu, karena waktu bertemu kemarin saya tidak ikut. Setelah KPKPN mempelajari maka KPKPN mempunya program aksi dua hal. Pertama ingin mengusulkan perubahan atau amandemen terhadap undang-undang. Kedua ingin mengajukan permohonan kepada Mahkamah Agung agar MA menguji materil undang-undang itu terhadap undang-undang dasar. Dalam rangka itulah kita melakukan lobi kepada beberapa pihak. Termasuk kepada Akbar Tandjung. Kalau tanggapan MPR? Saya belum mendengar ada tanggapan apa-apa. Bisakah pembubaran KPKPN dicegah? Bukan mencegah pumbabaran KPKPN. Kami hanya menginginkan agar ada instansi yang menangani pemeriksaan kekayaan penyelenggaraan negara. Apa namanya KPKPN, atau Komisi Anti Korupsi, tidak masalah. Tapi ada pemeriksanya. Itu yang penting. Komisi Anti Korupsi tak cukup? Dalam hal itu sangat lemah dan tidak punya kewenangan seperti KPKPN. Maksudnya tidak punya gigi? Hanya dalam hal itu. Kalau soal menangkap koruptor itu akan luar biasa kuatnya, karena punya penyelidik, bisa menyidik, dan bisa menuntut ke pengadilan. Bahkan bisa menyadap telepon orang. Tapi untuk memeriksa kekayaan pejabat negara yang bukan penjahat dan tidak ada tuduhan korupsi akan sama sekali lemah. Kalau untuk memeriksa secara represif kepada yang sudah dicurigai, itu luar biasa kuatnya. Rencana pembubaran ini adalah tanda-tanda pemerintah tidak suka kepada KPKPN? Itulah , memang sejak awal sesungguhnya sudah ada semacam perlawanan diam-diam dari para penyelenggara negara terhadap komisi pemeriksa ini. Artinya terhadap TAP MPR Nomor 11. Buktinya, sampai dua tahun KPKPN berdiri, 31 Desember tadi, yang melaporkan kekayaan itu baru 43 persen. Rendah sekali. Bahkan pernah anggota DPR menganggap dirinya tidak wajib melaporkan karena menganggap dirinya bukan pejabat negara. Terakhir, perlawanan diam-diam itu dalam bentuk RUU itu. Sri Wahyuni --- Tempo News Room

Berita terkait

JPPI: Pernyataan Kemendikbud Pendidikan Tinggi 'Tertiary Education' Menciutkan Mimpi Anak Bangsa Untuk Kuliah

49 detik lalu

JPPI: Pernyataan Kemendikbud Pendidikan Tinggi 'Tertiary Education' Menciutkan Mimpi Anak Bangsa Untuk Kuliah

Kata JPP soal pernyataan Kemendikbud yang sebut pendidikan tinggi sifatnya pilihan.

Baca Selengkapnya

Pencabutan Izin Usaha Paytren Dinilai Menyelamatkan Lebih Banyak Calon Investor

6 menit lalu

Pencabutan Izin Usaha Paytren Dinilai Menyelamatkan Lebih Banyak Calon Investor

Ekonom Nailul Huda menilai langkah OJK mencabut izin PT Paytren Manajemen Investasi sudah tepat.

Baca Selengkapnya

7 Pemain Langganan Timnas Indonesia yang Tak Dipanggil Shin Tae-yong untuk Kualifikasi Piala Dunia 2026

8 menit lalu

7 Pemain Langganan Timnas Indonesia yang Tak Dipanggil Shin Tae-yong untuk Kualifikasi Piala Dunia 2026

Shin Tae-yong merombak komposisi skuad Timnas Indonesia menjelang dua laga terakhir putaran kedua kualifikasi Piala Dunia 2026 zona Asia.

Baca Selengkapnya

Pasien Hidup Penerima Donor Ginjal Babi Meninggal, Ini Komentar Profesor Genetika IPB

18 menit lalu

Pasien Hidup Penerima Donor Ginjal Babi Meninggal, Ini Komentar Profesor Genetika IPB

Richard 'Rick' Slayman dinyatakan meninggal pada Sabtu lalu, dua bulan setelah menjalani xenotransplantasi ginjal babi.

Baca Selengkapnya

Dua Hari, Pemprov DKI Amankan 127 Tukang Parkir Liar di Minimarket di Jakarta

18 menit lalu

Dua Hari, Pemprov DKI Amankan 127 Tukang Parkir Liar di Minimarket di Jakarta

Pemprov DKI menggelar operasi menindak para tukang parkir liar di berbagai minimarket di Jakarta.

Baca Selengkapnya

Kemenkes: Tarif Iuran Sistem Kelas BPJS Kesehatan Tetap Sama Sampai Juli 2025

20 menit lalu

Kemenkes: Tarif Iuran Sistem Kelas BPJS Kesehatan Tetap Sama Sampai Juli 2025

Sistem kelas 1-3 BPJS Kesehatan diganti jadi Kelas Rawat Inap Standar atau KRIS yang mulai berlaku Juni 2025.

Baca Selengkapnya

Momen Prabowo Kenalkan Gibran ke Presiden UEA dan Direspons He's So Young oleh PM Qatar

20 menit lalu

Momen Prabowo Kenalkan Gibran ke Presiden UEA dan Direspons He's So Young oleh PM Qatar

Prabowo menemui PM Qatar dan Presiden UEA, sekaligus memperkenalkan Gibran. Berikut rekaman momen peristiwanya.

Baca Selengkapnya

3 Destinasi Terbaik di Eropa untuk Berburu Aurora Borealis

21 menit lalu

3 Destinasi Terbaik di Eropa untuk Berburu Aurora Borealis

Sepanjang tahun 2024, peluang melihat aurora borealis akan semakin meningkat di beberapa destinasi tertentu

Baca Selengkapnya

Cara Daftar Gratis Ongkir TikTok Shop untuk Penjual

24 menit lalu

Cara Daftar Gratis Ongkir TikTok Shop untuk Penjual

Ketahui cara daftar gratis ongkir TikTok Shop berikut ini. Cara ini cukup menguntungkan untuk menarik pembeli. Berikut ini penjelasannya.

Baca Selengkapnya

Kenaikan UKT Universitas Brawijaya Tuai Protes, Wakil Rektor: Mahasiswa Bisa Ajukan Keringanan

26 menit lalu

Kenaikan UKT Universitas Brawijaya Tuai Protes, Wakil Rektor: Mahasiswa Bisa Ajukan Keringanan

Universitas Brawijaya (UB) menanggapi protes mahasiwa perihal keputusan kenaikan UKT 2024. UB menaikkan kategori hingga 12 golongan.

Baca Selengkapnya