Berdasarkan data Dinas Penerangan Kalimantan Tengah (Kal-Teng) di Palangkaraya, korban meninggal mencapai lima orang. Kelima korban merupakan anggota satu keluarga etnis Madura di sana.
Kerusakan fisik dilaporkan mencakup 250 rumah dirusak dan 60 lainnya dibakar massa. Rumah-rumah itu adalah rumah warga Madura yang terletak di sela-sela perumahan warga suku Dayak. Selain itu, tercatat 8 mobil, 3 sepeda motor dan 40 becak dibakar dan dirusak massa.
Juga dilaporkan, seluruh warga Madura yang berada di Palangkaraya kini sudah diungsikan ke Banjarmasin melalui jalan darat.
Sementara itu, hari ini Kota Palangkaraya kembali digoncangkan oleh selebaran gelap. Selebaran kali ini berasal dari Laskar Pembela Islam (LPI). Di dalam selebaran itu disebutkan, kerusuhan di Sampit bukan merupakan kerusuhan etnis. Tetapi lebih merupakan kerusuhan agama. Pernyataan dari selebaran yang berjudul “Tragedi Sampit” ini telah menghebohkan warga Kota Palangkaraya.
Selebaran ini juga memicu kemarahan warga Kal-Teng. Bahkan, saat berita ini dilaporkan, warga Kal-teng dari etnis Dayak yang berasal dari kawasan Katingan tengah melakukan pertemuan di Hotel Dandang Tingang. Menurut Ketua Kerukunan Warga Katingang, Elman D. Dangan, ada pihak-pihak tertentu yang menunggangi kerusuhan ini.
Berdasarkan pengamatan TEMPO Interaktif di lapangan, konflik ini murni pertikaian etnis yang sudah berlangsung lama. Sebab, dari total bangunan yang dirusak tidak satupun rumah ibadah yang ikut menjadi korban.
Korban di pihak aparat
Dari sumber Rumah Sakit Murjani Sampit dilaporkan bahwa 4 tentara dan 3 Brimob terluka tembak dan kini dirawat di sana. Mereka adalah korban dari pertikaian antara sesama aparat.
Dari pihak TNI adalah Sersan Syamsul dari Kodim1015 Sampit, Pratu Natsmul, Kopda Kosasih dari 621, dan Kipan A Roni (Pangkat Belum diketahui). Sedangkan dari pihak kepolisian adalah Komisaris Besar Tato Suprapto, Kadid Shabara Polda Kalteng, Mayor Polisi Bobi, Komandan Resimen Brimob Kelapa Dua, serta seorang anggota polisi.
Pada saat kesatuan saling baku tembak, pengungsi yang ada di pelabuhan dan di atas kapal panik. Kepanikan semakin menjadi ketika rentetan tembakan (17 kali) dari sebuah kesatuan mengarah ke KM Binaiah. Akibatnya, 17 lubang terlihat di dinding kapal.
Situasi Sampit yang mulai mereda kini kembali tegang. Toko-toko yang semula mulai beraktivitas, ditutup lebih awal. Jalan-jalan pun terlihat sunyi. Menurut saksi mata, tiga warga pengungsi terkena tembakan. (Edi Petebang/Bambang K. Wijaya)