Polda Jatim "Santai" Hadapi Unjuk Rasa Anti Korupsi
Reporter
Editor
Senin, 7 Desember 2009 19:40 WIB
TEMPO Interaktif, Surabaya - Kepolisian Daerah Jawa Timur "santai" menghadapi unjuk rasa pada hari anti korupsi 9 Desember mendatang. Tidak ada persiapan khusus bahkan berapa massa yang akan dikerahkan untuk pengamanan unjuk rasa mendatang.
"Hingga saat ini bahkan kami belum mendapat pemberitahuan siapa yang akan berunjuk rasa pada 9 Desember mendatang," kata Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Jatim, Komisaris Besar Pudji Astutik, Senin (7/11).
Rabu, 9 Desember mendatang bertepatan dengan hari anti korupsi sedunia, sejumlah aktivis di pelbagai pelosok berencana bakal menggelar aksi.
Menurut dia, berdasarkan informasi inteligen unjuk rasa mendatang tidak bertujuan secara politik menggulingkan kekuasaan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Pudji optimis unjuk rasa yang dilakukan adalah unjuk rasa damai sehingga tidak membutuhkan pengamanan khusus dari Polda Jatim. "Yang mengamankan kepolisian sektor masing-masing," ujarnya.
Lebih lanjut Pudji meminta agar para peserta unjuk rasa mendatang tidak melakukan kegiatan anarkhis. "Unjuk rasa untuk menyampaikan aspirasi boleh-boleh saja," katanya.
Rasanya tidak ada partai politik di Indonesia yang secara resmi memerintahkan kadernya untuk melakukan tindak pidana korupsi yang kemudian harus disetor ke partainya. Yang ada, partai tutup mata atas sumbangan kadernya, seberapa pun besarnya. Partai pada umumnya juga tidak pernah mempertanyakan asal-usul kontribusi dari kadernya. Konon, partai tidak boleh berburuk sangka terhadap kadernya sendiri, kendati jumlah dana yang disetor tidak masuk akal. Biasanya, kader yang banyak memberi dana untuk partai akan mendapat "reward", misalnya akan mendapat prioritas kalau ada lowongan jabatan di kelengkapan DPR, masuk panitia khusus yang menarik, jabatan di internal partai, atau nomor bagus calon anggota legislatif dalam pemilihan umum.
Lagi, Kementerian Dalam Negeri melempar wacana kenaikan bantuan keuangan untuk partai politik. Akankah gagasan ini menjadi langkah yang tepat untuk pembenahan partai?
Setahun lalu, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo pernah mengusulkan hal yang sama, yakni menaikkan bantuan keuangan partai sebesar Rp 1 triliun untuk semua partai yang memiliki kursi di DPR. Belum sempat direalisasi, usul tersebut kandas akibat penolakan masyarakat.