KontraS Desak DPR Segera Sahkan RUU Anti Penghilangan Paksa

Sabtu, 31 Agustus 2024 08:20 WIB

ilustrasi Gedung DPR/Tempo/Rahma Dwi Safitri

TEMPO.CO, Jakarta - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan atau KontraS mendesak DPR RI agar segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang Ratifikasi Konvensi Anti Penghilangan Paksa.

Kepala Divisi Pemantauan Impunitas KontraS, Jane Rosalina, mengatakan sampai saat ini DPR RI belum juga mengesahkannya meski Indonesia sudah menandatangani Konvensi Perlindungan Semua Orang dari Penghilangan Orang secara Paksa (International Convention for the Protection of All Persons from Enforced Disappearances atau ICPPED) pada 27 September 2010.

Padahal, Presiden Joko Widodo sudah mengirimkan surat bernomor R21/pres/04/2022 kepada DPR RI pada April 2022 perihal ratifikasi tersebut. Jane menuturkan, surat yang dikirim juga menyertakan tanda tangan dari empat kementerian terkait, yakni Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan; Kementerian Hukum dan HAM; Kementerian Luar Negeri; dan Kementerian Pertahanan.

“Kini prosesnya mangkrak di DPR RI lantaran tak kunjung disahkan sebagai Undang-Undang nasional dan ICPPED pada akhirnya menjadi satu-satunya konvensi HAM Internasional yang belum diratifikasi oleh Indonesia,” kata Jane lewat keterangan tertulis yang diterima Tempo, Jumat, 30 Agustus 2024.

KontraS, yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Anti Penghilangan Paksa, mengatakan desakan ini bertepatan dengan Hari Anti Penghilangan Paksa Internasional yang jatuh setiap 30 Agustus. Sejak 2011, 30 Agustus ditetapkan sebagai Hari Korban Penghilangan Orang secara Paksa Internasional oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Peringatan ini diciptakan sebagai pengingat masyarakat dunia untuk memerangi kejahatan penghilangan orang secara paksa di berbagai negara.

Advertising
Advertising

Jane menuturkan, di Indonesia praktik penghilangan orang secara paksa terjadi di beberapa daerah selama kurun waktu pemerintahan militeristik Orde Baru dan bahkan terjadi ketika masa reformasi. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia mencatat bahwa penghilangan paksa sudah terjadi setidaknya dalam Peristiwa 1965-1966. Koalisi Indonesia Anti Penghilangan Paksa menyayangkan Indonesia masih belum memiliki peraturan hukum yang secara spesifik mencegah dan melindungi semua orang dari penghilangan paksa.

Merujuk pada sejumlah penyelidikan pro-justicia yang sudah dilakukan oleh Komnas HAM, penghilangan paksa terjadi pada 9 kasus pelanggaran berat HAM, antara lain peristiwa 1965-1966, peristiwa Penembakan Misterius 1982-1985, peristiwa Tanjung Priok 1984, peristiwa Talangsari 1989, peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis 1989-1998, peristiwa Penghilangan Orang secara Paksa 1997-1998, peristiwa Timor Timur 1999, peristiwa Wasior 2001-2002, dan peristiwa Timang Gajah 2001.

Tak hanya itu, penghilangan paksa juga terjadi di luar peristiwa pelanggaran berat HAM, di antaranya peristiwa Sentani 1970, peristiwa 27 Juli 1996, tragedi Biak Berdarah 1998, penghilangan paksa pasca periode DOM Aceh, pemindahan anak Timor Timur (stolen children), penghilangan paksa terhadap Theys H. Eluay dan Aristoteles Masoka, militerisasi di Papua.

“Setelah memasuki masa reformasi, risiko terjadinya penghilangan paksa menyasar pada warga negara yang sedang menjalankan hak-hak kebebasan sipil seperti hak berkumpul, berserikat, berekspresi dan mengemukakan pendapat di muka umum,” tutur Jane.

Jane mengatakan tidak kunjung disahkannya RUU Ratifikasi ICPPED menunjukkan ketidakseriusan DPR dalam mengutamakan kepentingan rakyat. Sebab, pembahasan RUU ratifikasi perjanjian internasional secara otomatis masuk dalam RUU Kumulatif Terbuka sehingga bisa dibahas kapan saja. Selama ini, ucap Jane, DPR justru mengejar pengesahan dan pembahasan legislasi yang sebenarnya malah menyengsarakan rakyat dan berpihak pada oligarki, seperti UU Cipta Kerja dan revisi UU KPK.

“Yang baru saja terjadi, DPR pun membahas revisi UU Pilkada hanya dalam waktu dua hari namun memilih untuk mengabaikan pembahasan dan pengesahan RUU Ratifikasi ICPPED,” kata Jane.

Oleh karena itu, bertepatan dengan Peringatan Hari Korban Penghilangan Orang secara Paksa Internasional, Koalisi Indonesia Anti Penghilangan Paksa mendesak Presiden dan DPR untuk segera meratifikasi Konvensi Perlindungan Semua Orang dari Penghilangan Paksa. Di samping itu, Presiden harus membentuk Komisi Orang Hilang dan melakukan pencarian terhadap keberadaan orang hilang.

“Koalisi juga menuntut Kejaksaan Agung untuk melakukan penyidikan terhadap kasus-kasus pelanggaran berat HAM terutama yang terjadi penghilangan paksa di dalamnya,” tutur Jane.

Pilihan Editor: BEM KM UGM Siap Lanjutkan Aksi Mahasiswa: Amarah karena Praktik Bernegara yang Kotor

Berita terkait

Ma'ruf Amin Sampaikan Pamit: Tinggal Menghitung Hari, Maaf atas Kekurangan Selama Menjabat

10 jam lalu

Ma'ruf Amin Sampaikan Pamit: Tinggal Menghitung Hari, Maaf atas Kekurangan Selama Menjabat

Menjelang berakhirnya masa jabatan, Wapres Ma'ruf Amin menyampaikan salam perpisahan dan memohon maaf atas segala kekurangannya selama menjabat.

Baca Selengkapnya

Sejumlah Menteri Jokowi Pamit di Akhir Masa Jabatan, Sri Mulyani Menangis, Retno Marsudi: I Love All

10 jam lalu

Sejumlah Menteri Jokowi Pamit di Akhir Masa Jabatan, Sri Mulyani Menangis, Retno Marsudi: I Love All

Para menteri Jokowi pamit di berbagai kesempatan antara lain Sri Mulyani, Retno Marsudi, Erick Thohir, dan Basuki Hadimuljono.

Baca Selengkapnya

Baleg Sepakati Semua Anggota DPR, Tenaga Ahli dan ASN Dapat Tanda Jasa Kehormatan

11 jam lalu

Baleg Sepakati Semua Anggota DPR, Tenaga Ahli dan ASN Dapat Tanda Jasa Kehormatan

Semua anggota DPR periode 2019-2024 akan mendapatkan tanda jasa kehormatan.

Baca Selengkapnya

Pansel Akui Kesulitan Pilih 10 Nama Capim KPK, Ada Peluang Penentuan Lewat Voting

11 jam lalu

Pansel Akui Kesulitan Pilih 10 Nama Capim KPK, Ada Peluang Penentuan Lewat Voting

Pansel akan memilih 10 nama capim KPK dan bakal melaporkan nama-nama tersebut ke Presiden Joko Widodo pada pekan pertama Oktober 2024

Baca Selengkapnya

Saat Kaesang Anak Bungsu Jokowi Nebeng Naik Jet Pribadi ke AS Karena Searah

17 jam lalu

Saat Kaesang Anak Bungsu Jokowi Nebeng Naik Jet Pribadi ke AS Karena Searah

Kaesang mengaku ke KPK naik jet pribadi ke AS karena nenbeng sama teman yang juga akan pergi ke Amerika Serikat.

Baca Selengkapnya

Analisis KPK Soal Status Jet Pribadi Kaesang Akan Selesai 3-4 Hari

18 jam lalu

Analisis KPK Soal Status Jet Pribadi Kaesang Akan Selesai 3-4 Hari

Anak bungsu Presiden Joko Widodo, Kaesang Pangarep mendatangi KPK untuk memberikan klarifikasi soal penggunaan jet pribadi.

Baca Selengkapnya

KPK Punya Waktu 30 Hari untuk Menentukan Penggunaan Jet Pribadi Kaesang Gratifikasi atau Bukan

20 jam lalu

KPK Punya Waktu 30 Hari untuk Menentukan Penggunaan Jet Pribadi Kaesang Gratifikasi atau Bukan

KPK akan memproses data dan keterangan Kaesang Pangarep soal jet pribadi yang ia gunakan terbang ke Amerika bersama istrinya.

Baca Selengkapnya

Kuasa Hukum Korban Perundungan Binus School Simprug Keberatan Kasus Ini Disebut Perkelahian

20 jam lalu

Kuasa Hukum Korban Perundungan Binus School Simprug Keberatan Kasus Ini Disebut Perkelahian

Sunan Kalijaga, sangat menyayangkan bahwa dari pihak Binus School Simprug maupun pengacara terduga pelaku yang menyebut sebagai perkelahian.

Baca Selengkapnya

DPR Sepakati Revisi UU MK Diwariskan ke Periode Berikutnya

22 jam lalu

DPR Sepakati Revisi UU MK Diwariskan ke Periode Berikutnya

Komisi III DPR sepakat untuk mengesahkan revisi UU MK Nomor 24 Tahun 2003 di periode berikutnya, karena keterbatasan waktu.

Baca Selengkapnya

DPR Setujui Naturalisasi Eliano Rejinders dan Mees Higres, Menkumham Pastikan Sesuai Aturan

1 hari lalu

DPR Setujui Naturalisasi Eliano Rejinders dan Mees Higres, Menkumham Pastikan Sesuai Aturan

Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia menyutujui permohonan pertimbangan pemberian kewarganeraan Indonesia, bagi dua atlet sepak bola, Eliano Johannes Rejinders dan Mees Victor Joseph Hilgres.

Baca Selengkapnya