Kilas Balik Satu Dekade Kekalahan Prabowo-Hatta dari Jokowi-Jusuf Kalla di Pilpres 2014

Kamis, 22 Agustus 2024 11:19 WIB

Ketua Umum Partai Amanat Nasional(PAN) Hatta Rajasa, mengacungkan jempolya saat deklarasi Capres dan Cawapres dengan Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra, Prabowo Subianto di Rapat kerja Nasional PAN 2014 di Jakarta (14/5). Dalam rakernas ini PAN mendeklarasikan akan mendukung calon presiden Prabowo Subianto dan Cawapres Hatta Rajasa. TEMPO/Seto Wardhana.

TEMPO.CO, Jakarta - Salah satu babak penting dalam sejarah politik pada 2014, ketika Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan untuk menolak permohonan perselisihan hasil pemilihan umum presiden dan wakil presiden (PHPU) yang diajukan oleh pasangan Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa.

Permohonan ini diajukan sebagai upaya terakhir oleh Prabowo-Hatta untuk membatalkan kemenangan pasangan Joko Widodo (Jokowi) dan Jusuf Kalla (JK) dalam Pemilu Presiden 2014. Namun, dengan keputusan MK yang menolak seluruh dalil yang diajukan, kemenangan Jokowi-JK pun dikukuhkan, sesuai dengan hasil yang diumumkan sebelumnya oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Sidang pleno MK yang digelar pada 21 Agustus 2014 dipimpin oleh Ketua MK, Hamdan Zoelva. Dalam pembacaan putusan, Hamdan menegaskan bahwa semua dalil yang diajukan oleh tim hukum Prabowo-Hatta, terutama yang menyangkut tuduhan pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif dalam pelaksanaan Pilpres 9 Juli 2014, tidak terbukti secara hukum. MK berpendapat bahwa dalil tersebut tidak beralasan menurut hukum dan tidak didukung oleh bukti yang cukup kuat.

Dilansir dari mkri.id, salah satu isu utama yang dipermasalahkan dalam gugatan ini adalah terkait dengan Daftar Pemilih Khusus Tambahan (DPKTb). Tim Prabowo-Hatta menuding bahwa DPKTb dimanfaatkan oleh KPU untuk memobilisasi massa guna memilih pasangan Jokowi-JK di beberapa provinsi, termasuk DKI Jakarta dan Jawa Timur.

Namun, Hakim Konstitusi Aswanto, yang membacakan pertimbangan hukum, menyatakan bahwa pemohon tidak memiliki bukti kuat bahwa DPKTb digunakan untuk memobilisasi pemilih secara terorganisir demi memenangkan Jokowi-JK. Menurut Aswanto, tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa pemilih dalam daftar tersebut memilih pasangan calon nomor urut 2 secara seragam.

Selain itu, MK juga menolak dalil lain yang diajukan oleh Prabowo-Hatta, yang menyatakan bahwa jumlah pengguna hak pilih tidak sesuai dengan jumlah surat suara yang digunakan, baik yang sah maupun tidak sah. Tim hukum Prabowo-Hatta Rajasa mengklaim bahwa ketidaksesuaian ini merugikan mereka dan dimaksudkan untuk memenangkan Jokowi-JK.

Advertising
Advertising

Tuduhan adanya praktik politik uang di beberapa provinsi, seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, Lampung, dan Sumatra Selatan, juga menjadi salah satu poin yang diajukan oleh Prabowo-Hatta. Mereka mengklaim bahwa ada upaya sistematis untuk membeli suara demi kemenangan Jokowi-JK di provinsi-provinsi tersebut.

Meskipun dalam proses persidangan MK menemukan adanya pelanggaran di Distrik Mapia Tengah dan Mapia Barat di Kabupaten Dogiyai, Papua, Mahkamah memutuskan untuk tidak memerintahkan pemungutan suara ulang. Pelanggaran tersebut terjadi karena logistik pemilu tidak tiba tepat waktu, sehingga rekomendasi untuk pemilu susulan tidak bisa dilaksanakan.

Keputusan MK juga menegaskan keabsahan sistem noken yang digunakan dalam Pilpres 2014 di beberapa daerah di Papua. Sistem noken, atau sistem ikat, adalah cara tradisional dalam pemilihan di mana suara diberikan secara kolektif oleh komunitas, dan MK menghormati keberadaan sistem ini selama diadministrasikan dengan baik. MK menyatakan bahwa sistem noken sah digunakan dalam pemilu, asalkan diadministrasikan dengan baik di setiap tingkat proses pemilihan, mulai dari TPS hingga tingkat yang lebih tinggi, untuk memastikan keabsahan dan transparansi suara.

Putusan MK pada 21 Agustus 2014 mengakhiri seluruh sengketa hasil Pilpres 2014 dan mengukuhkan Joko Widodo dan Jusuf Kalla sebagai presiden dan wakil presiden terpilih Indonesia.

Pilihan Editor: Tiga Kali Rombak Menteri, Ini Daftar Reshuffle Kabinet Jokowi Setelah Prabowo Jadi Presiden Terpilih

Berita terkait

Apakah "Nebeng" Bisa Loloskan Kaesang Dari Dugaan Gratifikasi Penggunaan Private Jet?

6 jam lalu

Apakah "Nebeng" Bisa Loloskan Kaesang Dari Dugaan Gratifikasi Penggunaan Private Jet?

"Jadinya numpang teman, kalau bahasa bekennya nebeng" kata Kaesang pada Media, Senin, 17 September 2024, terkait perjalanannya dengan pesawat jet.

Baca Selengkapnya

Mengintip Dapur Susu Ikan, Ternyata Ini Produsen dan Teknologi yang Dipakai

6 jam lalu

Mengintip Dapur Susu Ikan, Ternyata Ini Produsen dan Teknologi yang Dipakai

Susu ikan merupakan hasil inovasi pangan yang diproduksi oleh PT Berikan Teknologi Indonesia, masuk dalam gerakan Berikan Protein.

Baca Selengkapnya

Pemerintahan Prabowo Bangun Koalisi Besar, Gerindra: Agar Suasana Politik Kondusif

6 jam lalu

Pemerintahan Prabowo Bangun Koalisi Besar, Gerindra: Agar Suasana Politik Kondusif

Muzani mengatakan Gerindra akan berupaya untuk menggaet semua partai agar jalannya pemerintahan Prabowo-Gibran bisa efektif dan tanpa gangguan.

Baca Selengkapnya

Masuk Menu Makan Bergizi Gratis Prabowo-Gibran, Susu Ikan Sudah Diteliti Sejak 2017

7 jam lalu

Masuk Menu Makan Bergizi Gratis Prabowo-Gibran, Susu Ikan Sudah Diteliti Sejak 2017

Susu ikan mendadak populer karena menjadi alternatif susu sapi dalam program makan gratis Prabowo-Gibran.

Baca Selengkapnya

KPK Sebut Kaesang Naik Jet Pribadi Nebeng Y, Siapa Dia?

7 jam lalu

KPK Sebut Kaesang Naik Jet Pribadi Nebeng Y, Siapa Dia?

Kepada KPK, Kaesang mengaku bisa ke Amerika Serikati naik private jet karena nebeng temannya yang ia sebut berinisial Y.

Baca Selengkapnya

Kisruh Kadin: Jokowi Sebut Bola Panas, Pakar Nilai Sarat Kepentingan Politik

8 jam lalu

Kisruh Kadin: Jokowi Sebut Bola Panas, Pakar Nilai Sarat Kepentingan Politik

Presiden Jokowi akhirnya angkat bicara soal kekisruhan di Kadin dan minta bola panas dualisme kepemimpinan tidak disorongkan padanya

Baca Selengkapnya

KPK Sebut Estimasi Biaya Kaesang dan Istri Naik Private Jet Habiskan Rp 90 Juta per Orang

9 jam lalu

KPK Sebut Estimasi Biaya Kaesang dan Istri Naik Private Jet Habiskan Rp 90 Juta per Orang

Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan mengatakan bahwa diperkirakan biaya yang dihabiskan Kaesang bersama sang istri dan 2 orang lainnya masing-masing 90 juta, disesuaikan dengan biaya pesawat business class.

Baca Selengkapnya

Alasan Akademisi Sebut Munaslub Kadin Sarat Kepentingan Politik

9 jam lalu

Alasan Akademisi Sebut Munaslub Kadin Sarat Kepentingan Politik

Asrinaldi mengatakan publik mengetahui Munaslub Kadin ada kaitannya dengan proses politik.

Baca Selengkapnya

Pernyataan Lengkap Kaesang Soal Jet Pribadi yang Ditumpanginya ke AS

9 jam lalu

Pernyataan Lengkap Kaesang Soal Jet Pribadi yang Ditumpanginya ke AS

Mengaku menumpang teman, ini pernyataan lengkap Kaesang soal jet pribadi yang ditumpanginya ke AS.

Baca Selengkapnya

Terkini Bisnis: Kronologi Ekspor Pasir Laut di Era Megawati dan Jokowi, Kadin Minta Menkumham Tolak Sahkan Pengurus Hasil Munaslub

10 jam lalu

Terkini Bisnis: Kronologi Ekspor Pasir Laut di Era Megawati dan Jokowi, Kadin Minta Menkumham Tolak Sahkan Pengurus Hasil Munaslub

Kronologi penjualan pasir laut ke luar negeri yang dihentikan Presiden Megawati Soekarnoputri pada 2003 yang kini dibuka kembali oleh Presiden Jokowi.

Baca Selengkapnya