Profil I Nyoman Nuarta, Arsitek Istana Garuda IKN yang Desainnya Disebut Mirip Kelelawar
Reporter
Andika Dwi
Editor
Devy Ernis
Rabu, 7 Agustus 2024 15:46 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Istana Garuda Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara ramai dikritik netizen. Pasalnya, model arsitektur istana itu disebut menyerupai kelelawar karena berwarna coklat gelap yang cenderung menimbulkan kesan suram.
Salah satu unggahan akun @resistorac di X, menyebut bentuk Istana Garuda mirip kelelawar. "Spt Istana Garuda IKN ya, jdi sjatinya yg dibangun itu Istana Garuda apa Istana Kelelawar ya ?"
·
"Ada benarnya mirip kelelawar, tidak kelihatan ada kepala garudanya.... @jokowi" tulis akun @jari_droid.
Di sisi lain, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono memastikan desain Istana Garuda IKN tidak berubah. Basuki menegaskan rancangan bangunan akan sama seperti desain akhir karya arsitek I Nyoman Nuarta.
"Kalau menurut Pak Nyoman Nuarta itu nanti kalau kena oksidasi itu jadi hijau," kata Basuki di Kantor Kemensetneg Jakarta, Selasa, 6 Agustus 2024.
Nyoman Nuarta sendiri merupakan arsitektur Istana Garuda yang bilah terakhirnya telah selesai dipasang. Lantas, seperti apa profil I Nyoman Nuarta.
Profil I Nyoman Nuarta
I Nyoman Nuarta lahir di Tabanan, Bali pada 14 November 1951. Dia adalah putra keenam dari sembilan bersaudara dari pasangan Wirjamidjana dan Samudra. Jiwa seninya ia peroleh ketika diasuh oleh pamannya yang merupakan guru seni rupa, Ketut Dharma Susila.
Setelah menamatkan sekolah menengah atas, Nyoman melanjutkan pendidikan di Institut Teknologi Bandung (ITB) pada 1972. Pada awalnya, dia menjatuhkan pilihan pada jurusan seni lukis, tetapi setelah menjalani masa perkuliahan selama satu tahun, dia pindah ke jurusan seni patung.
Nyoman merasa seni patung lebih unik karena dapat menghasilkan karya tiga dimensi serta proses pengerjaannya yang lebih dinamis dan menarik. Sejak 1979, dia telah menunjukkan prestasinya setelah memenangkan lomba patung proklamator Republik Indonesia (RI).
Melansir laman resmi ITB, sang maestro patung Indonesia itu telah pernah membuat sejumlah karya monumental yang menjadi ikon negara, salah satunya monumen Jalesveva Jayamahe di Surabaya, Jawa Timur. Dia juga membuat patung Garuda Wisnu Kencana (GWK) yang menjadi salah satu objek wisata populer di Bali.
Kemudian, Nyoman juga kembali dipercaya untuk mendesain Istana Garuda di IKN. Penggunaan simbol burung garuda dinilainya sebagai wujud untuk mengintegrasikan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia ke dalam setiap detail desain burung garuda sebagai lambang negara.
Menurut Nyoman, pemilihan bentuk burung garuda bisa memberikan kesan ikonik dan menarik perhatian wisatawan. Hal itu sekaligus diharapkan dapat mendorong pertumbuhan industri transportasi, biro perjalanan, perhotelan, kios cinderamata, dan usaha kecil lokal.
“Untuk Istana Garuda, saya mengusulkan konsep archsculpt yang mengombinasikan seni patung dengan arsitektur. Seperti yang dilakukan oleh Michelangelo, Leonardo da Vinci, dan I Gusti Nyoman Lempad pada bangunan gereja dan pura,” ucap Nyoman, seperti dikutip dari buku Peringatan 101 Tahun Pendidikan Tinggi Teknik di Indonesia (PTTI).
Dia menjelaskan, perancangan Istana Garuda didasarkan oleh dua fungsi. Pertama, fungsi estetik yang tujuannya untuk menjadi karya seni monumental, seperti GWK. Sejak diperkenalkan oleh Presiden ke-1 RI Sukarno pada 1 Februari 1950, Garuda Pancasila telah menjadi simbol negara yang menyatukan bangsa.
Semboyan “Bhinneka Tunggal Ika” di kaki burung garuda yang memiliki arti berbeda-beda, tetapi tetap satu yang memperkuat makna persatuan. Meski awalnya bernuansa politis, lanjut dia, Garuda Pancasila juga terinspirasi dari kitab Sutasoma oleh Mpu Tantular di era kerajaan Majapahit.
Kedua, fungsi pragmatis di mana Istana Garuda akan menjadi tempat bagi presiden untuk mengelola pemerintahan. “Bangunan ini dirancang dengan konsep green design. Sosok garuda akan dibentuk dari bilah tembaga vertikal yang juga berfungsi sebagai peneduh dari sinar matahari untuk menghindari efek rumah kaca,” ujar Nyoman.
Nyoman memilih bahan utama tembaga karena mempertimbangkan sifatnya yang lentur, tahan karat, dan mudah dibentuk. Selain itu, tembaga tidak mudah ditumbuhi jamur atau lumut, sehingga meminimalkan perawatan yang dapat mengganggu aktivitas kenegaraan.
Dia juga menilai, tembaga dapat berfungsi sebagai konduktor yang baik untuk menangkal listrik dan petir serta mencegah kebakaran akibat listrik statis. Tembaga yang membentuk Sangkar Faraday juga telah diterapkan pada bangunan GWK.
“Kedua fungsi ini, estetis dan pragmatis adalah pencapaian dari konsep archsculpt yang saya usulkan. Saya telah lama bereksperimen menggabungkan fungsi estetika seni dengan pragmatisme bangunan. Istana Garuda tidak hanya berfungsi sebagai bangunan pemerintahan, tetapi juga simbol persatuan dan keindahan yang menyejukkan rakyat,” kata Nyoman.
MELYNDA DWI PUSPITA
Pilihan Editor: Cegah Pilkada Jakarta Lawan Kotak Kosong, PDIP Jalin Komunikasi Intensif dengan PKB