Pondok pesantren ini sempat dikaitkan dengan terorisme karena dua orang alumninya, Saefudin Zuhri dan Ahmad Yani, disebut-sebut merupakan kaki tangan teroris Noor Din M. Top, yang kini jadi buron nomor wahid. Zuhri telah tertangkap, sedangkan Yani masih diburu polisi.
"Memang benar mereka pernah sekolah di sini, tapi mereka sudah lama ndak ke sini," kata Ketua Yayasan Wathoniyah Islamiyah, Fa'ta Mumin, kemarin.
Fa'ta mengatakan, Saefudin Zuhri adalah lulusan pondok tahun 1990. Sedangkan Ahmad Yani alumnus tahun 1985. Saat ini pondok tersebut punya 1.300 santri.
Ia menambahkan, pernah memecat empat ustad yang dinilai keras dalam memberikan materi pelajaran agama. Selain itu, beberapa santri pernah dikeluarkan dari pondok karena diketahui mempelajari Islam garis keras. "Mereka mempelajari Islam yang tidak sesuai dengan visi dan misi pondok," ujarnya.
H. Muchrojin, 69 tahun, tokoh Desa Kebarongan yang juga mantan guru sejarah di Pondok Pesantren Wathoniyah, mengatakan pondok tersebut telah berdiri sejak 1878. "Kurikulum pendidikannya sudah ikut pemerintah sejak 1970-an," katanya.
Terkait dengan kuatnya jaringan teroris di Jawa Tengah Selatan, Muchrojin mengatakan dulunya daerah tersebut merupakan basis Angkatan Oemat Islam (AOI), salah satu jaringan Darul Islam yang dianggap sebagai pemberontak oleh pemerintah.
Ia menyebutkan, Cilacap Selatan dan Barat merupakan bekas basis AOI. "Banyak anggota AOI dari Kebumen yang terdesak oleh TNI dan mereka lari ke sini," katanya.
Secara geografis, peta basis AOI lama dengan pergerakan teroris di Cilacap dan Banyumas memang mirip. Dimulai dari Kemranjen, rumah Abu Dujana. Kemudian berjalan menuju selatan ke arah rumah Saefudin Zuhri, dan selanjutnya rumah Bahrudin Latif. Sedangkan di Cilacap Barat ada kediaman Misno, pelaku bom bunuh diri kasus Bom Bali II.
ARIS ANDRIANTO