Respons PDIP soal Peluang Megawati Jadi Anggota DPA
Reporter
Savero Aristia Wienanto
Editor
Ninis Chairunnisa
Kamis, 11 Juli 2024 17:11 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan atau DPP PDIP Puan Maharani enggan berkomentar soal peluang Ketua Umum PDIP sekaligus mantan Presiden Megawati Soekarnoputri menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA).
"Karena belum ada isinya--belum ada komentarnya," kata Puan saat menggelar konferensi pers dii Gedung Nusantara, Kamis, 11 Juli 2024.
DPR akan merevisi Undang-undang Nomor 19 Tahun 2006 tentang Dewan Pertimbangan Presiden atau Wantimpres. Wantimpres nantinya akan berubah nomenklatur menjadi DPA.
Adapun Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR Luluk Nur Hamidah mengatakan keanggotaan DPA nantinya bisa diisi oleh para mantan presiden. Menurut dia, para mantan presiden, seperti Megawati Soekarnoputri hingga Susilo Bambang Yudhoyono yang merupakan sosok negarawan yang bisa saja tergabung dalam lembaga itu.
"Jadi, ada Pak SBY, Ibu Megawati, atau Pak Jokowi misalnya. Mungkin juga ada perwakilan dari keluarga Gus Dur," kata Luluk saat ditemui wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Rabu, 10 Juli 2024.
Mengenai revisi UU itu, Puan memastikan revisi UU Wantimpres tidak akan melanggar konstitusi. Dia juga berharap perubahan Wantimpres menjadi DPA itu akan menguatkan dewan pertimbangan yang membantu presiden itu.
"Seperti apa namanya--(termasuk) bentuk dari lembaga tersebut--kita lihat nanti pembahasannya," kata Puan.
Terpisah, Ketua DPP PDIP Djarot Saiful Hidayat irit berkomentar saat ditanya soal peluang Megawati menjabat sebagai anggota DPA. Dia menyebut partainya belum mengetahui secara pasti soal rencana itu.
"Kami belum paham juga," ujar Djarot saat ditemui Tempo di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis siang.
Djarot mengatakan penentuan soal siapa yang duduk di DPA merupakan keputusan presiden terpilih 2024-2029 Prabowo Subianto. Menurut dia, harus ada penentuan syarat dan jumlah keanggotaan DPA secara jelas. "Tanyakan kepada pemerintahan berikutnya," ucapnya.
Lebih lanjut, Djarot menekankan agar penentuan anggota DPA nanti dapat didasarkan pada meritokrasi. Selain itu, dia mendorong agar kursi DPA diisi oleh orang-orang yang berkompeten. "Harus diuji kenegarawanannya. Harus betul-betul mendahulukan kepentingan bangsa dan negara," kata Djarot.
DPR resmi menyetujui revisi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2006 tentang Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) menjadi rancangan undang-undang usul inisiatif DPR. Adapun revisi aturan itu akan mengubah UU Wantimpres menjadi Dewan Pertimbangan Agung (DPA).
Kesepakatan itu diperoleh saat DPR menggelar rapat paripurna yang dipimpin oleh Wakil Ketua DPR Lodewijk Freidrich Paulus di Senayan hari ini, Kamis, 11 Juli 2024."Apakah RUU usul inisiatif Baleg DPR RI tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2006 tentang Dewan Pertimbangan Presiden dapat disetujui menjadi Rancangan Undang-undang usul DPR RI?" kata Lodewijk.
Merespons pertanyaan itu, para peserta sidang menyatakan persetujuan. "Setuju," kata mereka. Lodewijk pun mengetok palu sebagai tanda persetujuan.
Sebelum keputusan dijatuhkan, Lodewijk meminta para perwakilan fraksi masing-masing partai untuk menyampaikan pendapat kepada para pimpinan DPR. Setelah revisi UU Wantimpres disepakati, Ketua DPD Puan Maharani memberikan pidato penutupan.
Keputusan itu sebelumnya disepakati sembilan fraksi DPR dalam rapat pleno atau pengambilan keputusan yang digelar Badan Legislatif DPR pada Selasa, 9 Juli 2024. Adapun penyusunan revisi UU Wantimpres ini dikebut lantaran hanya membutuhkan waktu satu hari di Baleg untuk akhirnya bersepakat membawanya ke rapat paripurna.
Dalam draf revisi Undang-undang Wantimpres akan memperbolehkan anggota partai politik untuk menjadi anggota DPA. DPA akan menjadi lembaga yang menggantikan Wantimpres.
Ketua Badan Legislasi DPR RI, Supratman Andi Agtas, membenarkan pasal yang melarang pimpinan partai politik dihilangkan sesuai kesepakatan rapat Baleg pada Selasa, 9 Juli 2024. “Itu disepakati kemarin untuk tidak ada lagi larangan. Jadi bukan hanya untuk anggota partai politik, tetapi juga semua yang duduk sebagai pimpinan ormas juga boleh (menjadi anggota),” kata Supratman saat dikonfirmasi Tempo, Rabu, 10 Juli 2024.
Dalam Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2006, anggota Dewan Pertimbangan Presiden tidak boleh merangkap sebagai pejabat negara, pejabat struktural, dan pimpinan partai politik maupun organisasi masyarakat, yayasan, perusahaan swasta dan negeri, serta pejabat perguruan tinggi negeri maupun swasta. Di Pasal 12 ayat (2) menyebutkan pejabat negara, ormas, atau anggota partai politik dan lainnya seperti disebutkan pada ayat (1) wajib mundur 3 bulan sebelum tanggal pengangkatan Dewan Pertimbangan Presiden.
EKA YUDHA
Pilihan Editor: Puan Maharani Targetkan Revisi UU Wantimpres Selesai Sebulan