25 Penerima KJP Bingung Gagal Seleksi PPDB, Lalu Bagaimana Syarat Jalur Afirmasi?
Reporter
Aisyah Amira Wakang
Editor
Imam Hamdi
Jumat, 5 Juli 2024 07:23 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) menerima pengaduan dari masyarakat yang tidak diterima dalam penerimaan peserta didik baru atau PPDB 2024 di akhir proses seleksi. Dari pengaduan tersebut, ada 25 orang calon peserta didik yang merupakan penerima Kartu Jakarta Pintar atau KJP.
Mereka mengklaim telah mendaftarkan diri melalui berbagai jalur yakni zonasi, prestasi, maupun afirmasi. Hasil PPDB mereka terima lewat aplikasi pendaftaran. Sayangnya, mereka semua tidak lolos tanpa alasan yang jelas.
Koordinator Nasional JPPI, Ubaid Matraji mengatakan, seharusnya peserta KJP berpotensi besar lulus lewat jalur afirmasi. “Jalur ini kan diperuntukkan untuk mereka, tapi nyatanya gagal juga. Ini sangat membingungkan mereka,” kata dia saat dihubungi Tempo pada Kamis, 4 Juli 2024.
Lalu, bagaimana syarat jalur afirmasi PPDB 2024?
Jalur ini diperuntukkan bagi calon mahasiswa peserta didik baru yang berasal dari keluarga ekonomi tidak mampu dan penyandang disabilitas. Syarat itu termaktub dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 1 Tahun 2021 Tentang PPDB pada Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas atau Kejuruan.
Keluarga ekonomi tidak mampu yang dimaksud adalah, peserta didik yang masuk program penanganan dari Pemerintah Pusat atau Pemerintah daerah. Terdapat surat pernyataan dari orang tua atau wali peserta didik yang menyatakan bersedia diproses secara hukum apabila terbukti memalsukan bukti keikutsertaan, dalam program penanganan keluarga tidak mampu.
Sementara itu, KJP merupakan program Pemprov DKI Jakarta untuk memberikan akses kepada warganya yang berusia 6-21 tahun agar bisa menuntaskan pendidikan wajib belajar 12 tahun. Program ini dikhususkan bagi keluarga yang tidak mampu.
Melansir dari laman resmi Pemprov DKI Jakarta, peserta yang berhak menerima KJP Plus adalah anak yang terdaftar pada satuan Pendidikan Negeri atau Swasta di Provinsi DKI Jakarta. Memiliki nomor induk kependudukan sebagai penduduk dan berdomisili di DKI.
Kriteria khusus lainnya, sebagai penerima bantuan sosial adalah mereka terdaftar dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial atau DTKS, anak panti sosial, penyandang disabilitas maupun anak dari penyandang disabilitas. Lalu, anak dari pengemudi Jaklingko yang mengemudikan Mikrotrans, anak dari penerima KJP atau anak tidak sekolah yang sudah kembali bersekolah.
Meski begitu, Ubaid mengatakan 25 laporan yang ia terima hingga kini masih dilanda kebingungan. Harusnya kalau di jalur afirmasi kan mereka masuk, karena jalur ini diperuntukkan untuk mereka. Tapi nyatanya gagal juga. Ini sangat membingungkan mereka,” ucapnya lagi.
Tahun ini, Kemendikbudristek memberikan kuota sebanyak minimal 15 persen dari daya tampung sekolah, baik jenjang SD, SMP, dan SMA. Selanjutnya, kuota tersebut diatur oleh masing-masing daerah alias sesuai dengan aturan pemerintah daerah.
Ketika peserta yang mendaftar melebihi dari kuota, maka panitia akan memprioritaskan kelulusan pada peserta yang jarak tempat tinggalnya lebih dekat dengan sekolah. Peserta yang diduga memalsukan bukti keterangan tidak mampu akan diverifikasi data dan lapangan. Jika terbukti maka dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Pilihan editor: LBH APIK Minta Undip dan Mendikbudristek Pecat Hasyim Asy'ari sebagai Dosen