Nahdlatul Wathan Tak Daftar Izin Tambang Ormas, TGB Zainul Majdi: Kami Concern Dampak Lingkungan
Reporter
Eka Yudha Saputra
Editor
Ninis Chairunnisa
Minggu, 9 Juni 2024 11:47 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiah (NWDI) tidak akan mendaftar untuk Izin Usaha Pertambangan setelah pemerintah memperbolehkan ormas keagamaan mengelola usaha tambang.
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiah, Tuan Guru Bajang (TGB) Muhammad Zainul Majdi, mengatakan pemberian IUP kepada ormas keagamaan memang bertujuan baik, yakni agar ormas keagamaan dilibatkan dalam proses pembangunan. “Untuk Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiah sendiri belum ada rencana untuk mendaftar terkait dengan izin pengelolaan pertambangan,” kata TGB dalam pesan suara kepada Tempo, Ahad, 9 Juni 2024.
TGB merasa NWDI tidak memiliki kemampuan dan manajemen untuk mengurus usaha pertambangan di Indonesia. Di samping itu, pertimbangan lain NWDI menolak karena maqashid syariah (tujuan-tujuan syariat untuk kemaslahatan umat) meminta agar manusia juga menjaga lingkungan dari kerusakan.
“Pengelolaan lingkungan itu menjadi bagian dari tujuan utama syariat. Artinya agama itu sangat ‘concern’ kepada pemeliharaan lingkungan,” ujar TGB.
TGB menilai saat ini masih banyak masalah dalam pertambangan tanah air. Dalam beberapa hari terakhir, NWDI telah mengkaji untuk melihat pertambangan mana yang tidak berdampak buruk atau merusak lingkungan setelah dieksploitasi. Namun, NWDI tidak menemukan wilayah pascapertambangan yang lingkungannya pulih kembali. Sehingga hal ini menjadi perhatian NWDI untuk tidak menerima tawaran IUP.
“Yang kami lihat justru pascapertambangan itu daerah-daerah yang kaya dengan tambang tersebut, kemudian menjadi daerah yang bermasalah dengan lingkungan. Artinya degradasi lingkungannya luar biasa dan ekosistem kehidupan juga sangat terganggu,” ujar TGB.
Presiden Jokowi telah mengizinkan ormas keagamaan untuk mengelola wilayah izin pertambangan khusus (WIUPK). Kebijakan ini diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 yang merupakan perubahan atas PP Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Namun sejumlah ormas keagamaan menolak mendaftar untuk izin usaha pertambangan.
Ephorus Huria Kristen Batak Protestan atau HKBP, Pendeta Robinson Butarbutar, mengatakan menolak terlibat usaha tambang karena Konfesi HKBP tahun 1996 menyebutkan gereja turut bertanggung jawab menjaga lingkungan dari eksploitasi manusia atas nama pembangunan. “Namun sejak lama telah terbukti menjadi salah satu penyebab utama kerusakan lingkungan hingga pemanasan global yang tak lagi terbendung,” kata Robinson dalam keterangan tertulisnya, Sabtu, 8 Juni 2024.
Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), melalui perwakilannya Kardinal Suharyo, juga menyatakan tidak akan mengajukan izin usaha pertambangan batu bara. KWI menilai bahwa pengelolaan tambang batubara bukan ranah mereka dan fokus mereka adalah pada pelayanan umat.
Adapun Ketua Umum Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) Gomar Gultom, menilai pemberian Izin Usaha Pertambangan kepada ormas keagamaan oleh Jokowi adalah bentuk komitmen untuk melibatkan rakyat dalam mengelola kekayaan alam. Namun, Gomar mengingatkan bahwa mengelola tambang tidak mudah. Ormas keagamaan memiliki keterbatasan,sedangkan dunia tambang sangat kompleks. Ia mewanti-wanti agar ormas keagamaan tidak mengesampingkan tugas utamanya dalam membina umat dan tidak terjebak dalam mekanisme pasar.
Muhammadiyah juga mengkritik pemberian IUP untuk ormas keagamaan tanpa proses lelang sebagai hal yang melanggar aturan. Kendati demikian, Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah belum menentukan sikap soal pemberian IUP.
“Sampai saat ini pimpinan belum memutuskan dalam rapat pleno pimpinan terkait hal ini,” ujar Ketua Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah, Trisno Raharjo, saat dihubungi, Rabu, 5 Juni 2024.
Ketua PP Muhammadiyah bidang Tabligh, Dakwah Komunitas, Kepesantrenan, dan Pembinaan Haji-Umrah, M. Saad Ibrahim, mengatakan pihaknya belum mendapatkan tawaran resmi dari pemerintah terkait pemberian IUP tersebut.
Ia mengatakan pemberian IUP merupakan hal baru bagi Muhammadiyah sehingga pihaknya pasti akan membahas lebih lanjut mengenai aspek positif, negatif, serta kemampuan Muhammadiyah dalam menerima tawaran tersebut. Oleh karena itu, ia mengatakan Muhammadiyah tidak akan tergesa-gesa dan mengukur kemampuan diri agar pengelolaan tambang tidak menimbulkan masalah bagi organisasi, masyarakat, bangsa, dan negara.
Di antara ormas kegamaan yang menolak, baru Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) yang menerima tawaran IUP. PBNU gerak cepat langsung mengajukan IUPK dan menjadi ormas keagamaan pertama yang mengajukan izin menjalankan usaha tambang tersebut.
Ketua Umum PBNU, Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya, mengataka pemberian izin tambang untuk ormas keagamaan dari pemerintah merupakan tanggung jawab yang harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya agar tujuan mulia dari kebijakan itu sungguh-sungguh tercapai.
"Kami melihat sebagai peluang, ya segera kami tangkap. Wong butuh, mau bagaimana lagi," kata dia di Kantor PBNU, Jakarta pada 6 Juni 2024.
MICHELLE GABRIELA | ADIL AL HASAN | AISYA AMIRA WAKANG | ANTARA
Pilihan Editor: PBNU Semangat Sambut Izin Tambang untuk Ormas Keagamaan, Ini yang Dilakukannya